Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ingin Cantik, Jangan Asal Klik

Korban kosmetik pemutih yang dijual secara online terus berjatuhan. Harga mahal bukan jaminan kualitas.

23 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajah Maia Setianti, 36 tahun, tak putih dan mulus lagi. Selain kusam, belakangan jerawat makin sering mendarat di dagu, dahi, dan area dekat mulut, bahkan beberapa di antaranya berair. Kemunculan jerawat itu disertai rasa gatal dan perih. Kondisi itu membuat Maia tak percaya diri ke luar rumah.

Untuk mencari tahu musababnya, perempuan Bandung ini menemui dokter di kotanya. Maia kaget saat dokter mendiagnosis ia keracunan merkuri dari kosmetik. "Dokter bilang efek merkuri sedang bekerja dalam darah saya," kata Maia saat dihubungi Tempo, akhir Mei lalu.

Tahun lalu Maia menggunakan satu paket lengkap produk Green Alvina. Isinya krim harian, krim malam, calming cream (salep antialergi), plus sabun pepaya warna oranye. Paket yang dijual secara online itu ditebus dengan harga lumayan, Rp 360 ribu untuk masing-masing krim seberat 15 gram. Paket itulah yang dia duga mengandung merkuri.

Kulit wajah rusak dan ditumbuhi jerawat akibat merkuri juga dialami oleh Aristinawati Kamalia, 42 tahun. Penyebabnya diyakini sama, yakni kosmetik bermerek Green Alvina, yang diklaim oleh produsennya mengandung air liur burung walet yang berkhasiat memutihkan kulit.

Kondisi Lia—panggilan akrab Aristinawati Kamalia—lebih serius. Selain jerawat bernanah, menurut Gunawan Raka, pengacara Lia, pinggiran mata kliennya gatal dan sering mengeluarkan lendir kuning. Seperti Maia, kata Gunawan, Rabu pekan lalu, "Produk yang merusak wajah Lia dibeli secara online." Merasa dirugikan, Lia mengadukan masalahnya ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan ada dua produk Green Alvina yang dinyatakan berbahaya, yaitu Walet Cream Mild Night Cream, yang positif mengandung asam retinoat dan hidrokuinon, serta Night Cream Acne, yang mengandung asam retinoat dan merkuri. Namun, dalam gelar perkara akhir bulan lalu, saksi dari BPOM menyebutkan dua produk yang dilaporkan Lia tak mengandung zat berbahaya. "Dua produk itu dinyatakan negatif merkuri," kata pengacara Green Alvina, Budi Nugroho.

Soal apakah produk tersebut berbahaya atau tidak memang masih dalam proses penyelidikan. Yang jelas, kehati-hatian dalam belanja produk kecantikan di Internet harus dilakukan. Di Internet, selain ada bejibun merek kosmetik pemutih yang ditawarkan, banyak korban yang mencurahkan kedongkolannya karena merasa tertipu.

Celakanya, meski korban terus berjatuhan, tetap saja ada konsumen yang terbujuk. Maklum, khasiat yang dijanjikan sungguh luar biasa. Bisa memutihkan kulit hanya dalam hitungan jam. "Kalau ditawari kosmetik pemutih kulit, orang Indonesia cenderung mudah tertarik," kata Kepala BPOM Lucky S. Slamet dalam kesempatan terpisah.

Selain itu, belanja online cukup praktis. Tinggal berselancar di Internet, klik-klik-klik, barang pun dikirim. Namun sistem penjualan online sesungguhnya memiliki kelemahan. Misalnya, pembeli tak bisa berdialog langsung dengan penjual tentang kandungan, khasiat, dan efek samping serta izin edar dan registrasi produk kosmetik tersebut di BPOM.

Ketidaktelitian konsumen itulah yang dimanfaatkan oleh produsen kosmetik. Tak aneh jika BPOM bolak-balik menemukan produk kosmetik berbahaya dan tak memiliki izin edar. Produk bermasalah itu didapat dari hasil uji petik di sejumlah kota, seperti Tangerang, Makassar, Semarang, Palangkaraya, dan Mataram. Bulan lalu, sekadar contoh, BPOM melansir 17 produk dari enam merek yang berbahaya dan tak memiliki izin edar. Enam merek yang sebagian produknya bermasalah adalah Tabita, Green Alvina, Chrysant, Hayfa, dr Nur Hidayat SpKK, dan Cantik.

Menurut dokter spesialis kulit dan kelamin Retno Indrastiti, merkuri memang bisa memutihkan kulit. Karena itu, tak aneh jika ada produsen kosmetik yang nakal dan mencampurkan zat tersebut ke produk pemutih racikannya. Yang tak dipikirkan produsen, kata dia, "Merkuri bisa merusak organ dalam tubuh karena masuk ke aliran darah."

Merkuri alias air raksa adalah golongan logam berat beracun. Jika terpapar ke tubuh, zat dengan simbol kimia Hg ini (dari bahasa Yunani "hydrargyricum" yang berarti cairan perak) bisa menyebabkan alergi; iritasi kulit; kerusakan permanen pada susunan saraf, otak, dan ginjal; mengganggu perkembangan janin; serta memicu terjadinya kanker.

Bahaya hidrokuinon setali tiga uang. Jika digunakan tanpa prosedur yang tepat, agen pemutih golongan kuinon ini bisa membuat kulit mengalami iritasi, kemerahan, rasa terbakar, serta memicu okronosis alias bercak cokelat di kulit.

Iritasi akibat keracunan hidrokuinon, Retno menjelaskan, masih bisa disembuhkan dengan pemberian obat anti-iritasi dan anti-alergi selama kira-kira sepekan. Namun, jika okronosis telanjur mampir, kecil kemungkinan penderita sembuh dan wajahnya kembali seperti semula. Sedangkan keracunan merkuri tak bisa dinetralkan jika sudah telanjur masuk ke tubuh dan berbaur dengan darah. "Sudah tidak bisa diapa-apakan lagi kalau merkuri telanjur menyentuh organ dalam tubuh," katanya.

Khusus mengenai asam retinoat, yang kerap ditemukan dalam kosmetik antijerawat, efek buruknya tak kalah mengerikan. BPOM menggarisbawahi bahwa zat ini bisa menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan cacat pada janin.

Lantaran zat itu bisa berefek buruk bagi tubuh, BPOM mengeluarkan aturan tegas, yakni kandungan merkuri dalam kosmetik tak boleh lebih dari 1 miligram per kilogram. Sedangkan hidrokuinon dan asam retinoat terlarang digunakan.

"Jangan mudah terpikat rayuan produk pemutih kulit," itulah kiat sehat ala Retno. Seandainya harus membeli kosmetik secara online, sejumlah patokan patut dipegang. Salah satunya, pembeli harus aktif menanyakan ada-tidaknya nomor registrasi dari BPOM.

Nomor registrasi penting karena hal itu menyangkut keamanan dan khasiat kosmetik tersebut. Jika nomor registrasi tak ada, lebih baik tidak usah dibeli. Biar tidak seperti membeli kucing dalam karung, begitu kata pepatah. "Jika ragu, sebaiknya aktif menanyakan ke BPOM," ujar Retno. Atau, jika tak mau repot, lebih baik konsumen membeli kosmetik yang sudah terkenal. Pilihan ini dinilai Retno lebih aman.

Selain membuka peluang dan akses publik untuk bertanya, sejatinya BPOM rajin melansir produk kosmetik yang bermasalah dalam peringatan publik dalam situs www.pom.go.id. Tak hanya menyebutkan merek secara gamblang, lembaga ini juga melampirkan alasan di balik peringatan publik tersebut, misalnya mengandung bahan berbahaya, tak memiliki izin edar alias ilegal, dan memalsukan nomor registrasi.

Cara gampang lain untuk mengecek kebenaran klaim produk kosmetik yang dijual secara online adalah berselancar di Internet. Sebab, di era sekarang, konsumen yang merasa tertipu dan dirugikan oleh sebuah produk dengan gampang mengungkapkan curahan hatinya di Internet. Informasi tersebut bisa dijadikan bahan pertimbangan dan penyeimbang klaim produsen atau pedagang yang biasanya berlebihan.

Isma Savitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus