Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Transparansi Sidang Cebongan

Pengadilan militer kasus Cebongan diharapkan obyektif. Harus sampai pada penyelidikan apakah atasan mengetahui "operasi" itu.

23 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHKAMAH Agung, Komisi Yudisial, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta kita semua harus tekun mengawal jalannya persidangan 12 anggota Komando Pasukan Khusus yang membunuh empat tahanan di penjara Cebongan, Yogyakarta, 23 Maret lalu. Persistensi ini diperlukan untuk mencegah timbulnya konflik kepentingan dalam diri hakim militer dan jaksa penuntut militer. Sebab, menjelang dan pada saat sidang perdana, tersirat tekanan yang bisa mempengaruhi independensi mereka.

Sehari menjelang sidang, misalnya, Komandan Batalion 21 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, memimpin anak buahnya berziarah ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta. Di situ secara terang-terangan ia menyatakan solidaritas kepada rekan mereka yang akan duduk di kursi pesakitan. Dalam sidang perdana juga, di luar ruang pengadilan ditemukan "massa" pendukung Kopassus yang mengata-ngatai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang hadir.

Dakwaan dan proses tanya-jawab antara jaksa dan ke-12 terdakwa harus diawasi seteliti-telitinya. Mutlak diperlukan koordinasi antara Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam mendatangkan saksi kunci, seperti sipir yang mengalami langsung penyerbuan. Penggunaan telekonferensi bagi saksi yang enggan hadir karena takut menjadi tak terelakkan.

Dalam dakwaan di empat sidang terpisah yang ditangani dua majelis hakim Mahkamah Militer II-11 Yogyakarta, oditur militer menyatakan penyerangan itu terencana. Dakwaan ini penting karena selama ini beredar informasi simpang-siur. Misalnya tentang pertemuan antara petinggi militer Kodam Diponegoro, Komandan Kopassus Kartasura, dan Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta Brigadir Jenderal Sabar Rahardjo. Setelah melihat CCTV pembunuhan Sersan Kepala Heru Santoso di Hugo's Cafe, disinyalir para pejabat militer meminta Deki, yang ditahan di Polda, diserahkan. Tatkala permintaan itu ditolak, ada sinyal mereka akan merangsek Polda.

Terbetik pula cerita tentang "negosiasi" yang diajukan Brigjen Sabar, yang keberatan jika kantornya diobrak-abrik Kopassus, karena hal itu akan mempermalukan nama dan jabatannya. Akhirnya tercapailah keputusan memindahkan Deki dan kawan-kawan ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan. Pangdam Diponegoro ketika itu, Mayor Jenderal Hardiono Saroso, juga disinyalir mengetahui hal ini.

Mahkamah harus menggali kebenaran isu itu secara obyektif dan transparan. Betulkah tragedi itu sebatas balas dendam pasukan liar yang turun dari Gunung Lawu, atau serangan terorganisasi yang bergerak dari Kandang Menjangan dan pulangnya pun ke markas tersebut, dengan setahu atasan? Banyak saksi yang harus dihadirkan, antara lain beberapa sesepuh masyarakat Nusa Tenggara Timur di Yogyakarta, yang tiga hari sebelum penyerbuan mengaku telah diberi tahu intelijen akan terjadi pembunuhan. Mayjen Hardiono dan Brigjen Sabar juga harus diperiksa, kendati mereka telah dimutasi.

Putusan majelis hakim hendaklah seadil-adilnya. Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon, sang eksekutor, dan kawan-kawannya setara di depan hukum dengan terdakwa mana pun. Sesungguhnya lebih tepat mereka dihadapkan ke pengadilan umum, karena brutalitas mereka merupakan tindakan kriminal, bukan pelanggaran yang berkaitan dengan perang atau urusan militer. Bila putusan peradilan militer cenderung timpang dan meringankan, wibawa negaralah yang dipertaruhkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus