Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepompong ulat pohon Jati, lauk yang populer di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta semakin digemari wisatawan. Kuliner kaya protein ini kini naik kelas, harganya pun setara dengan daging sapi. Apa kelebihannya?
Baca juga: Kuliner Ekstrem, Kepompong Ulat Jati Harganya Setara Daging Sapi
Ungkrung, penduduk lokal menamainya. Setiap memasuki awal musim hujan, calon kupu-kupu ini “mewabah” di dedaunan pohon jati yang banyak tumbuh di kabupaten tersebut. Ungkrung berukuran 5 sentimeter, berbentuk lonjong, dan berwarna merah tua. Ada juga yang berwarna hitam.
Penduduk kampung biasa mencari ungkrung beramai-ramai di hutan jati dan pekarangan yang ditumbuhi pohon jati. Gunung Kidul kaya dengan pohon jati. Pohon itu tumbuh subur hampir sepanjang jalan di desa-desa kabupaten ini.
Pohon Jati di Gunung Kidul DIY ( (TEMPO/Shinta Maharani)
Namun, kepompong ulat jati tak muncul lagi di bawah dedaunan. Pergantian musim kemarau ke musim hujan sudah usai. Satu-dua bulan lalu, ungkrung yang jumlahnya melimpah menempel di rontokan dedaunan kering pohon jati. Ungkrung menyatu dengan tanah di balik dedaunan. “Hampir semua orang beramai-ramai nyari ungkrung di pagi hari,” kata warga Wonosari, Agnes Dwi Rusjiyati.
Menurut Agnes, minat orang untuk mengkonsumsi ungkrung semakin bertambah. Ungkrung kini banyak dijual di pasar dan harganya mahal. Sebulan lalu, Agnes membeli ungkrung di pasar dan harganya Rp 80 ribu per kilogram.
Ungkrung terkenal mahal karena kandungan proteinnya. Dahulu kala penduduk Gunung Kidul menggunakan ungkrung sebagai lauk alternatif pengganti telur dan daging ayam yang mahal. Penduduk sana mengolah ungkrung yang dibumbui bawang putih dan garam, lalu digoreng. Ada juga yang mengolah kepompong ulat ini dengan cara dioseng. Lauk ini disantap bersama nasi.
Ungkrung kini naik kelas. Bila sudah tidak musim, maka harga ungkrung bisa mencapai Rp 110 ribu hingga Rp 140 ribu per kilogram, nyaris stara dengan harga daging sapi per kilogram. Untuk mendapatkan ungkrung memang tidak mudah. Penduduk sana berburu ungkrung di bawah pohon, di sela bebatuan, dan dedaunan jati kering. Ungkrung membungkus tubuhnya dengan tanah. “Harus dibuka satu per satu, itu yang bikin lama,” kata Agnes yang pernah mencari ungkrung sejak bocah hingga remaja.
Berikutnya, kandungan gizi kepompong ulat Jati menurut penelitinya
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Suharwadji Sentana meneliti kandungan gizi pada kepompong ulat daun jati sebagai sumber gizi alternatif lokal. Analisis komposisi kimia kepompong ulat daun jati dilakukan di Laboratorium Kimia, UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Gunungkidul, Yogyakarta.
Dia menggunakan metode AOAC (1984), yang meliputi kadar air dengan cara thermogravimetri, protein dengan Mikro Kjeldahl, lemak dengan ekstraksi Soxhlet, dan kadar abu dengan thermogravimetri. Sedang serat menurut metode yang dikembangkan oleh Apriyantono (1989).
Menu oseng kepompong ulat jati di warung Lesehan Pari Gogo Gunung Kidul, Yogyakarta (TEMPO/Shinta Maharani
Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, serat, abu, dan air dari kepompong ulat daun jati kemudian dibandingkan secara deskriptif dengan kandungan gizi pada komoditas lain yang sering dikonsumsi masyarakat, yaitu telur ayam telur itik, daging ayam, daging itik, daging sapi, daging domba, daging kambing, kepiting, ikan ekor kuning, dan ikan teri nasi.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepompong ulat jati mengandung protein cukup tinggi, yaitu 13,9 persen,” tulis Suwardji dalam website LIPI.
Kandungan protein kepompong ulat jati setara dengan ikan ekor kuning, teri nasi segar, dan kepiting. Tetapi sedikit di bawah daging ayam, itik, kambing, domba, dan sapi, serta sedikit di atas telur ayam dan telur itik.
Kandungan gizi lainnya adalah 2,3 persen lemak; 2,4 persen serat; 1,0 persen abu; dan 75,1 persen air. “Kepompong ulat pohon jati dapat dipakai sebagai sumber gizi alternatif pengganti daging, telur, dan ikan,” tulis Suharwadji lagi.
Baca juga: Sri Mulyani Makan Gudeg Yu Djum, Legenda Gudeg Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini