Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia belum bebas dari masalah gangguan penglihatan, dari gangguan ringan hingga kebutaan. Hasil survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada 20142016 di 15 provinsi menunjukkan angka prevalensi kebutaan Indonesia mencapai 3 persen. "Masih tertinggi di Asia Tenggara, tapi tidak lagi tertinggi kedua di dunia," kata Wakil Ketua Komisi Mata Nasional Aldiana Halim, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut RAAB, penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak dengan prevalensi 81 persen, diikuti kelainan segmen posterior nonretinopati diabetik atau kelainan tepi lensa belakang sampai retina nondiabetik sebesar 5,8 persen, kekeruhan kornea nontrachoma 2,8 persen, kelainan bola mata sebesar 2,7 persen, glaukoma 2,5 persen, dan kelainan refraksi 1,7 persen. Sementara itu, prevalensi gangguan penglihatan kebutaan menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebesar 0,4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gangguan penglihatan yang menghinggapi anak usia sekolah, kata Aldi, memiliki karakter yang sedikit berbeda. Dia menyebutkan prevalensi gangguan penglihatan pada usia sekolah di rentang usia 1115 tahun sebesar 20 persen. "Bukan kebutaan, ini menunjukkan bahwa satu dari lima anak usia sekolah membutuhkan kacamata," kata dia.
Aldi menyebutkan penderita low vision dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi akan membengkak menjadi dua kali lipat pada 2020 jika tak ditangani dengan baik. "Kabar baiknya, 80 persen penyebab kebutaan bisa dihindari, dicegah, dan ditangani. Dari lima kasus kebutaan, empat kasus seharusnya tidak sampai kebutaan," kata dia.
Ketua Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Muhamad Sidik, mengatakan kurangnya pemenuhan gizi dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan. "Defisiensi vitamin A pada tahap yang paling ekstrem dapat menyebabkan kebutaan," kata dia, kemarin. Sebab, kekurangan vitamin A akan mengganggu metabolisme selsel fotoreseptor, sel batang, dan sel kerucut di mata.
Kekurangan vitamin A, kata Sidik, dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir mata dan kornea, bercak bitot, hingga pelunakan kornea. Pada tahap awal, kata Sidik, defisiensi vitamin A akan menyebabkan buta senja. "Ini merupakan gejala awal dari kekurangan vitamin A yang paling mudah dideteksi," kata dia. Pasien dalam tahap ini memiliki harapan pulih yang tinggi dengan terapi asupan vitamin A yang berkesinambungan.
Pada tahap selanjutnya, kekurangan vitamin A akan menyebabkan kekeringan pada selaput conjunctiva atau selaput bening pada mata. "Di mata akan terlihat bercak seperti buih," kata dia. Ini yang dinamakan dengan bercak bitot dan merupakan tahap lanjutan yang menunjukkan kondisi defisiensi vitamin A ini perlu ditangani segera.
Jika tidak ditangani dengan segera, kondisi ini akan berlanjut pada kondisi kekeringan pada kornea. "Di dalam tahap ini, mau tidak mau harus ditangani dengan cangkok kornea," kata dia. Lalu, Sidik berujar, stadium akhir dari defisiensi vitamin A ini adalah keratomalacia. Ini adalah kondisi ketika kornea sudah seperti meleleh yang berakhir dengan perforasi atau kebocoran kornea. Akibatnya, pasien akan mengalami kebutaan.
Menurut Sidik, kebutaan ini dapat dicegah apabila pasien sudah mendapatkan terapi vitamin A yang baik sejak menderita buta senja. Namun, menurut dia, tindakan terbaik adalah mencegah kekurangan vitamin A dengan cara mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Anung Sugihantoro, mengatakan pada peringatan Hari Penglihatan Sedunia yang dilaksanakan setiap Kamis kedua pada Oktober bahwa Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Sigalihsingkatan dari Sistem Informasi Penanggulangan Gangguan Penglihatan. "Sigalih ini berbasis web yang datanya diperoleh berjenjang dari posbindu hingga rumah sakit akhir yang menjadi rujukan," kata dia. Posbindu merupakan singkatan dari pos pembinaan terpadu untuk penyakit tidak menular.
Sigalih, Anung menuturkan, merupakan sistem informasi yang melaporkan deteksi awal gangguan penglihatan yang diidap seseorang dan laporan ini akan terus terekam hingga orang tersebut mendapatkan tindakan lanjutan di rumah sakit rujukan. "Sistem ini akan membantu menekan kebutaan dan dapat memberikan rujukan informasi bagi pengambilan kebijakan," kata dia. DINI PRAMITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo