DETEKSI kanker payudara dengan mamogram, pada wanita di bawah usia 50 tahun, ternyata kini diketahui tidak akurat. Diperiksa dengan mamogram atau tidak, hasilnya sama saja: tidak memperkecil jumlah kematian. Hasil penelitian tim riset pimpinan Dokter Anthony Miller dari Fakultas Kedokteran Universitas Toronto, Kanada, itu disampaikan dalam sebuah seminar kanker di Amerika Serikat dua pekan lalu. Temuan itu sendiri diawali keinginan Miller untuk membuktikan efektivitas mamogram. Selama ini mamogram (ronsen dosis kecil pada serabut lunak) dipercaya dapat mendeteksi kanker payudara stadium dini. Itu sebabnya Institut Kanker Nasional di AS menganjurkan agar wanita muda melakukan tes mamografi sekali dalam satu atau dua tahun. Dalam penelitian itu Miller melibatkan 50.000 wanita berusia sekitar 40 tahun. Separuh dari mereka diperiksa dengan mamogram, dan sisanya tidak. Hasilnya, 40% pasien yang diperiksa dengan mamogram menunjukkan negatif. Dan ini pun bukan pertanda baik, sebab tiap tahun 2% dari jumlah yang kata- nya nihil bibit kanker itu ternyata mengantongi sel ganas tersebut. Karena itu, mereka harus melakukan serangkaian biopsi: berbahaya atau tidakkah kanker yang diidapnya. Ini berarti deteksi mamogram sudah tidak akurat. Kenapa? Menurut Miller, serabut otot dada pada wanita muda sangat tebal, sehingga mustahil terbaca oleh mamogram. Kesimpulan Miller itu didukung data tim dokter dari Swedia yang hadir dalam seminar tadi. Dari empat studi yang melibatkan 282.777 wanita selama 12 tahun, kata Dr. Lennarth dari RS Universitas Umea, Swedia, mamografi bermanfaat mendiagnosa perkembangan kanker pada wanita usia 50-69 tahun. Dengan bantuan alat itu, angka kematian ditekan sampai 29%. Tapi, untuk wanita usia 40-49 tahun, mamografi tak ada artinya. Hasil serupa juga ditemui tim medis di Inggris dan Selandia Baru. Serangkaian penemuan yang terungkap dalam seminar yang disponsori Institut Kanker Nasional dan Organisasi Masyarakat Kanker di AS itu mengejutkan kalangan medis. Itu berarti kedua organisasi tersebut terpaksa mengubah pedoman yang selama ini diberikan kepada masyarakat untuk melakukan mamografi sebagai cara menghindari kanker. ''Ini berita buruk buat wanita,'' kata Cindy Pearson, dari National Women's Health Network, kepada harian International Herald Tribune, pekan lalu. Wajar Pearson cemas. Kanker payudara menduduki peringkat pertama penyebab kematian wanita di AS. Karena itu, mamogram menjadi harapan untuk mencegah kemungkinan buruk tersebut. Setelah alat itu dikabarkan tidak dapat diandalkan lagi, apa tindakan pencegahan lainnya? Lain pula di Indonesia. Mamografi, menurut Profesor Mochamad Soebagyo Singgih, guru besar bidang radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, bisa diandalkan untuk mendeteksi pasien di bawah usia 50 tahun. ''Tubuh orang Indonesia kecil dan kurus. Berbeda dengan orang Amerika,'' ujarnya kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO. Kondisi tersebut akan mempermudah sinar-X menerobos seluruh jaringan otot di bagian dada. Agar akurat, itu harus didukung persyaratan teknis, seperti ukuran focal spot 0,1-0,2 mm jenis film one side emulsion. Yang penting lagi adalah keahlian radiolog memakai alat itu. Akurasi foto ini, selain untuk ketepatan diagnosa, juga menghindari radiasi karena pengulangan pemotretan. Mamografi, menurut Soebagyo, terutama dimaksudkan untuk mendeteksi kanker stadium dini. Pada stadium ini kanker belum dapat diketahui dengan rabaan tangan. Dari 40 pasien kanker payudara ganas yang diperiksa dengan alat itu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Sutomo, Surabaya, selama dua tahun ini, hanya dua yang meleset. ''Mamografi dapat mendeteksi 42% dari sejumlah kasus tumor berukuran 1 cm,'' katanya. Dengan demikian, ia tak terlalu khawatir. Untuk sementara Soebagyo belum bisa menerima hasil penelitian tim dari Kanada tadi. Tetapi ahli mamografi dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dokter Daniel Makes, tidak percaya bahwa mamogram dapat mendeteksi kanker payudara pada wanita muda. Sebab, pada mereka itu, vibro glandular (zat yang membuat dada padat) menghalangi tembakan sinar-X. Jika usia bertambah, kedudukan zat itu digan- tikan oleh lemak, yang lebih mudah ditembus sinar ronsen. Maka, bila wanita akan mendeteksi kanker payudara, Daniel menganjurkan penggunaan USG (ultrasonografi). Jika hasilnya positif, baru dilanjutkan dengan mamografi, agar akurat. Penyebab kanker payudara, menurut beberapa penelitian, bukan hanya kebiasaan merokok, minum minuman keras, atau minum pil kontrasepsi, tapi juga karena memakan makanan yang mengandung lemak berlebihan, seperti burger yang dijual di warung fast food. Kanker ini terutama berisiko tinggi pada wanita yang mengalami menstruasi dini selain tidak atau telat melahirkan dan punya sejarah kanker payudara dalam keluarganya. Di Indonesia, penderita kanker payudara, menurut Badan Registrasi Kanker Indonesia tahun 1989, menduduki peringkat kedua setelah kanker mulut rahim. Di RSUD Dokter Sutomo, pada 1981-1990 terdapat 2.752 penderita kanker payudara. Penderita tertinggi, menurut penelitian di rumah sakit itu, adalah wanita berusia 35 tahun (90,5%), disusul yang usianya 40-50 tahun (56,9%) dan yang 30 tahun (30,2%). Sri Pudyastuti R. dan Bina Bektiati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini