PUSSI (Perkumpulan Untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia) yang
berdiri 16 Februari 1974 mulai April mendatang akan ganti nama.
Nama baru itu masih dicari-cari. Mungkin akan menjadi
Perkumpulan Untuk Metode Mantap KB. Atau barangkali menjadi
Perkumpulan Kontrasepsi Bedah. Tapi pokoknya kata-kata
sterilisasi harus disingkirkan.
Sterilisasi yang pernah menjatuhkan PM India Indira Gandhi itu
rupanya sudah dianggap seperti hama di kalangan yang berhubungan
dengan keluarga berencana. Terutama setelah keluarnya Instruksi
Menteri Kesehatan/Kepala BKKBN 11 Agustus 1980. Instruksi yang
ditujukan kepada pelaksana KB tersebut menetapkan "sterilisasi
tidak boleh digunakan dalam kaitannya dengan program nasional
KB."
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional memang tidak
memasukkan metode sterilisasi (vasektomi dan tubektomi) dalam
berbagai cara untuk ber-KK. Penegasan dr Suwardjono Surjaningrat
itu nampaknya untuk menjawab surat Menteri Agama yang ditujukan
kepadanya tertanggal 1 Desember 1979. Surat itu berisi saran H.
Alamsjah Ratu Perwiranegara agar sterilisasi yang "tidak sesuai
dengan ajaran agama" dihindarkan. Menteri Agama mengingatkan,
operasi sterilisasi yang dilaksanakan di Rumah Sakit Bukit
tinggi dan RS Padang telah menimbulkan reaksi keras dari Majelis
Ulama Sumatera Barat.
Namun instruksi Menkes itu tidak melarang sterilisasi jika
dilaksanakan berdasarkan indikasi medis, misalnya untuk mencegah
pcnjalaran infeksi kelenjar prostat. Juga tetap diperkenankan
untuk mereka yangmau menghindari kehamilan. Asal dengan
sukarela.
Kata-kata sterilisasi sendiri sempat menjadi bahan pembicaraan
antara Menkes dr Suwardjono Surjaningrat dengan pimpinan PUSSI.
Dicapai kata sepakat untuk mengganti nama itu. Karena, menurut
Suwardjono, sterilisasi bisa memberikan arah yang salah,
seakan-akan orang dikebiri. Padahal kenyataannya tidak. Sebab
mereka yang sudah disterilisasi masih punya kemungkinan menjadi
subur kembali. Kalau rekanalisasi saluran sperma yang ditutup
bisa dilakukan dengan baik, 70% laki-laki yang divasektomi masih
bisa mendapatkan keturunan. Tubektomi pada wanita kemungkinannya
sekitar 50%.
Di Lumbung
Selain penggantian nama itu Menteri Kesehatan juga meminta
supaya PUSSI tidak melansir berita-berita yang bisa menyinggung
perasaan kalangan yang tidak setuju dengan sterilisasi. "Itu
berarti PUSSI tidak boleh kasih berita kepada wartawan," kata
sebuah sumber di Depkes.
Kegiatan-kegiatan PUSSI juga dipersempit. Hanya dibatasi pada
bidang penelitian yang dilaksanakan bekerjasama dengan
universitas, lembaga penelitian dan rumah sakit-rumah sakit yang
ditunjuk Depkes. Dengan begitu kegiatan yang langsung
berhubungan dengan konsumen juga terhenti. Penerangan sekitar
vasektomi dan tubektomi yang disebarkan organisasi itu lewat
rumah sakit-rumah sakit dan klinik bersalin termasuk yang
dilarang. Semuanya itu sesuai benar dengan usul Menteri Agama
dalam suratnya yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan tempo
hari. Sedangkan program latihan sterilisasi bagi dokter dan para
medis di berbagai provinsi boleh diteruskan.
"Kami akan berjalan seperti kapal selam, selalu berada di bawah
permukaan sampai Pemilu tahun 1982 nanti," kata dr Guno Samekto
kepada koresponden TEMPO Mohamad Cholid. Pimpinan proyek
vasektomi dengan indikasi KB di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta
menyebutkan bahwa proyek yang dipimpinnya tidak terhalang dengan
Instruksi Menkes. Hanya terminologinya berubah menjadi "metode
mantap vasektomi tubektomi".
Instruksi itu nampaknya tak berpengaruh terhadap pelaksanaan
vasektomi dan tubektomi. "Peminat malah bertambah, meski tak
banyak," urai Guno Samekto. Akseptor sterilisasi memang
bertambah terus di rumah sakit yang dibawahi Dewan Gereja-Gereja
di Indonesia itu.
Naik & Mantap
Pencarian akseptor cukup gencar. Termasuk pengiriman Tim Mobil
Tubektomi ke desa-desa. Tim yang dipimpin seorang dokter itu
melaksanakan operasi sterilisasi di tempat-tempat yang
sederhana, umpamanya di lumbung, sekedar untuk mengistirahatkan
akseptor yang baru menjalani operasi. Kalau terjadi komplikasi?
"Kami atasi di rumahsakit dan gratis. Bahkan kami jemput," kata
Guno Samekto.
Grafik penggemar vasektomi-tubektomi naik dengan mantap. Ketika
baru berdiri antara 1974-75 akseptor baru berjumlah 9.683. Angka
ini membesar terus sekitar 50% tiap tahun. Sekarang seluruh
peserta berjumlah sekitar 200 ribu. Peserta tubektomi lebih
banyak sekitar 5 kali lipat dari vasektomi.
Di daerah tertentu metode ini begitu digemari sehingga kalaupun
ditagih bayaran Rp 2.000, akseptor tak ragu-ragu membayar. Ini
terbaca dari hasil penelitian yang dilaksanakan Lembaga
Kependudukan Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan RS
Bethesda di Yogyakarta pada pertengahan 1975. Dari penelitian
ini pula diketahui "80% responden berpendapat bahwa vasektomi
sebaiknya dijadikan program pemerintah." Hanya 1% yang
menentang.
Angka ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran pihak suami untuk
ambil bagian aktif dalam merencanakan keluarga. "Lha, bagaimana
lagi. Daripada istri saya repot minum pil terus-menerus, padahal
harus mengurus saya dan anak-anak, lebih baik saya ngalah. Toh
demi kesenangan bersama," kata Sukirman akseptor vasektomi dari
Sleman, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini