Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kehebatan Seorang Ibu

Walaupun tubuhnya pendek, hanya 71 sentimeter, Ratih mampu melahirkan bayi. Kejadian yang amat langka.

20 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namanya singkat: Ratih, berusia 31 tahun. Bukan nama sebenarnya, identitas itu tercantum di daftar pasien Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta. Sebagai penderita akondroplasia alias kelainan pertumbuhan tulang, ia memang meminta agar jati dirinya disamarkan. Wanita ini memiliki tinggi hanya 71 sentimeter, kira-kira setinggi anak berusia dua tahun.

Lahir di Kediri, Jawa Timur, Ratih sudah lama tinggal di Jakarta bersama suaminya. Dan Selasa pekan lalu, ia membuat geger dunia kedokteran. Kendati bertubuh amat mungil, dia mampu melahirkan bayi yang dikandungnya dengan selamat lewat operasi caesar. Tampak sehat, bayi perempuan ini diberi nama Maria Gabriella. Beratnya 1,63 kilogram dengan panjang 41 sentimeter.

Sang ibu cepat sekali pulih. Hanya beberapa jam setelah operasi, wanita bergelar sarjana hukum itu sudah sadar dan menanyakan bayinya. ”Dia sempat menangis, bahagia saat melihat anaknya,” ujar Nurmansyah, dokter yang menangani Ratih.

Menurut Noroyono Wibowo, ahli kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, kasus Ratih amat unik karena mampu melahirkan walaupun tubuhnya mungil. Dia mengaku pernah membaca literatur kedokteran yang mengisahkan seorang wanita bertinggi satu meter bisa melahirkan anak. Karena badan Ratih lebih pendek, kasus ini sungguh langka.

Pihak Rumah Sakit Harapan Kita bahkan memperkirakan Ratih bisa memecahkan catatan dalam Guinness Book of Records. Menurut seorang dokter di rumah sakit itu, rekor wanita terpendek yang bisa melahirkan selama ini dipegang oleh seorang perempuan asal Amerika Serikat. Dia memiliki tinggi 80 sentimeter.

Wanita yang bertubuh amat pendek akan susah melahirkan karena si janin sulit berkembang. Kalaupun tumbuh normal, janin akan menyulitkan ibunya. Dia akan menekan sistem pencernaan dan pernapasan sang ibu. Kesulitan semacam inilah yang kerap dialami oleh penderita akondroplasia. Teorinya, wanita bisa melahirkan dengan wajar bila memiliki tinggi tubuh minimal 140 sentimeter.

Rupanya, teori itu tidak berlaku buat Ratih. Selama mengandung, dia juga tidak mengalami kesulitan yang berarti. Nurmansyah mulai menangani wanita mungil ini sejak usia kehamilannya mencapai empat bulan. Dia terus memantau perkembangan janin karena rongga perut Ratih amat kecil, hanya 25 x 20 sentimeter. Dikhawatirkan bahwa perkembangan si janin terhambat.

Namun kekhawatiran itu tidak terbukti. Selama beberapa bulan berikutnya janin yang dikandung Ratih berkembang normal. Sang ibu pun selalu sehat. ”Dia tergolong ibu yang tangguh, tak pernah mengeluhkan muntah-muntah seperti wanita hamil umumnya,” kata Nurmansyah.

Semula diprediksi tubuh Ratih bisa menahan perkembangan janin sampai usia 36 pekan, sehingga bayinya tidak prematur. Ternyata ia sudah mengalami kesulitan bernapas saat janin mencapai umur 34 pekan. Tiada pilihan lain kecuali mempercepat kelahiran bayi lewat operasi caesar.

Operasi dilakukan oleh sebuah tim beranggotakan empat dokter yang dipimpin oleh Nurmansyah. Mereka sempat mengalami kesulitan saat melakukan pembiusan. Soalnya, jarak antara tenggorokan dan paru-paru terlalu pendek, sehingga dokter agak susah memasukkan selang bius ke paru-paru. Setelah beberapa kali dicoba, akhirnya kesulitan ini bisa diatasi.

Kendala lain muncul saat penyayatan. Soalnya, lebar rongga perut Ratih hanya sekitar 20 sentimeter. Terpaksa sayatan tidak dilakukan mendatar seperti operasi wanita normal, tapi vertikal. Untunglah, sayatan tidak menabrak pembuluh darah, sehingga tak terjadi perdarahan.

Setelah perut dibuka, tampak si bayi berposisi melingkar seperti tanda koma. Ini memudahkan kelahiran. ”Dengan hanya menekan sedikit saja, bayi itu sudah bisa dikeluarkan,” kata Nurmansyah.

Ratih akan diperbolehkan pulang dengan membawa bayinya saat si kecil mencapai berat 2 kilogram. Maria, bayi itu, juga beruntung karena akan bisa menikmati air susu ibunya. Menurut Nurmansyah, pemberian ASI tidak ada masalah karena secara fisik ibunya siap memberikan. ”Yang dinanti hanya kesiapan fisik si kecil dalam mengisap air susu,” ujarnya.

Utami Widowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus