Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Flu merupakan infeksi yang disebabkan virus pada saluran pernafasan bagian atas, gejalanya meliputi sakit tenggorokan, hidung tersumbat, bersin, batuk, sakit kepala, lemas, nyeri otot, sampai demam ringan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, meredakan flu bisa dengan mengkonsumsi obat flu yang banyak dijual bebas di pasaran. Namun, sudah bisakah Anda menyesuaikan obat dengan gejala flu yang diderita?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip keterangan BPOM RI pada laman pionas.pom.go.id, obat flu yang bisa diperoleh bebas merupakan sediaan analgesik/antipiretik tunggal atau kombinasi dengan beberapa zat aktif lain, yang termasuk golongan antitusif, ekspektoran, dekongestan, dan antihistamin.
Jika hendak mengkonsumsi obat flu, perhatikan terlebih dahulu komposisi zat aktif yang terkandung didalamnya dan pastikan bahwa zat aktif yang terkandung sesuai dengan gejala yang dirasakan.
Yang perlu diingat adalah bahwa obat flu hanya meredakan gejala yang timbul dan bukan mengobati, sehingga agar tidak mudah terkena flu disarankan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan sehat, berolahraga dan istirahat yang cukup.
Seperti dikutip Tempo dari laman resmi Badan POM RI pada 12 Agustus 2021, berikut penjelasan dari masing golongan obat pereda flu:
1. Analgesik/antipiretik
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurukan demam dan biasanya memiliki efek meredakan rasa nyeri. Antipiretik/analgesik biasanya terkandung dalam pengobatan flu jenis parasetamol, ibuprofen, dan asetosal. Obat flu umumnya sudah mengandung antipiretik/analgesik, sehingga tidak dianjurkan mengkonsumsi obat antipiretik/analgesik tunggal bersamaan dengan obat flu yang sudah mengandung antipiretik/analgesik.
2. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat untuk mengurangi hidung tersumbat. Dekongestan bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di daerah hidung, sehingga dapat melegakan hidung tersumbat akibat pembengkakan mukosa. Obat-obatan yang termasuk ke dalam dekongestan antara lain fenil propanol amin (PPA), fenilefrin, pseudoefedrin, dan efedrin.
Namun, pasien hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung koroner, penyakit iskemia jantung, glaukoma, pembesaran kelenjar prostat, dan diabetes disarankan berhati-hati mengkonsumsi dekongestan.
3. Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati batuk atau pilek akibat alergi. Obat ini efektif untuk pilek yang disebabkan alergi, namun hanya memiliki sedikit manfaat dalam mengatasi hidung tersumbat. Maka itu, pada beberapa produk antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan.
Beberapa antihistamin yang bisa diperoleh tanpa resep dokter meliputi: klorfeniramin maleat/klorfenon (CTM), prometazin, tripolidin, dan difenhidramin. Obat flu yang mengandung antihistamin dapat menyebabkan mengantuk, oleh karenanya setelah konsumsi obat ini disarankan tidak menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor.
4. Antitusif
Antitusif merupakan obat batuk yang bekerja dengan menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat berkhasiat yang termasuk dalam antitusif di antaranya dekstrometofren HBr, noskapin, dan difenhidramin HCI.
5. Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat untuk mengatasai batuk dengan meningkatkan sekresi cairan saluran napas, sehingga mengencerkan dan mempermudah pengeluaran sekret atau dahak. Zat yang termasuk ekspektoran meliputi gliseril guaiakolat, ammonium klorida, bromheksin, succus liquiritiae.
Namun, apabila demam masih timbul selama lebih dari tiga hari setelah pengobatan, sakit di tenggorokan bertambah parah selama lebih dari dua hari pengobatan dan diikuti gejala lain seperti demam, sakit kepala, mual dan muntah, batuk tidak membaik setelah 7 sampai 14 hari mengkonsumsi obat, dan nyeri otot tidak kunjung hilang atau bertambah parah selama 10 hari (dewasa) atau 5 hari (anak-anak) pasca pengobatan, segeralah konsultasikan flu kepada dokter.
DELFI ANA HARAHAP