Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kendalikan Diabetes <font color=#FF0000>tanpa Insulin</font>

Diabetes atau penyakit kencing manis saat ini diidap 12 juta orang Indonesia. Selama ini ada anggapan hanya terapi insulin yang bisa mengatasi penyakit itu. Ternyata hanya 1-10 persen penderita yang bergantung pada asupan insulin. Dengan terapi pengendalian asupan makanan, pola hidup sehat, plus bantuan obat-obatan perangsang insulin, penderita bisa hidup sehat.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suryani, 69 tahun, sudah lima tahun belakangan ini bergantung pada asupan insulin. Di lemari es di dalam kamarnya, tergeletak belasan jarum dan tabung suntik berbentuk bolpoin ber­isi cairan insulin siap pakai. Ibu tujuh anak ini bukan pecandu narkotik, tapi sudah 12 tahun menderita diabetes me­litus, nama keren penyakit akibat kelebihan gula dalam darah atau kencing manis.

Padahal sebenarnya tak semua terapi diabetes harus mengandalkan insulin. Hal inilah yang masih menjadi salah kaprah. ”Insulin bukan satu satunya terapi untuk diabetes. Seharusnya ibu itu bisa diterapi tanpa bergantung pada asupan insulin,” ujar dokter ahli penyakit dalam Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Dante Saksono Harbuwono, Selasa pekan lalu.

Diabetes terjadi, menurut dokter Dante, akibat kadar gula darah yang tinggi, yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang kurang atau jumlah insulin cukup tapi tidak efektif (resistensi insulin). Makanan memegang peran penting dalam peningkatan kadar gula darah. Asupan yang dicerna di dalam usus diubah menjadi gula atau yang disebut glukosa. Gula ini diserap dinding usus dan beredar bersama aliran darah ke seluruh bagian tubuh.

Karena itulah sesudah makan akan terjadi kenaikan kadar gula di dalam darah. Gula tersebut akan didistribu­sikan ke sel sel tubuh, yang jumlahnya mi­liaran. Untuk memasukkan gu­la ke dalam sel sel itulah, menurut dok­ter­ Dante, diperlukan insulin, suatu hormon­ yang diproduksi oleh sel beta di pankreas—organ kecil di dalam tubuh yang terletak di belakang lambung. ”Hilangnya sel beta penghasil insulin pada pankreas mengakibatkan terjadinya kekurangan insulin pada tubuh,” ujar doktor bidang diabetologi molekuler Universitas Yamanashi, Jepang, itu.

Cara mencegah diabetes, menurut pengelola Klinik Diabetes dan Tiroid Royal Progress di Sunter itu, adalah dengan menghindari faktor risiko dan faktor pencetusnya. Pola hidup sehat harus selalu diterapkan untuk mencegah terjadinya kenaikan gula darah dan penyakit lain. Menurut Dante, yang pekan ini ke Kyoto, Jepang, untuk menghadiri pertemuan ahli diabetes dunia, diabetes bisa merusak organ tubuh lainnya, seperti ginjal, hati, saluran pencernaan, dan mata, serta dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi organ seksual. ”Kadar gula darah harus dikendalikan sebaik mungkin dan terus menerus agar timbulnya komplikasi dapat dicegah,” ujarnya. Caranya adalah makan makanan yang sehat dan berolahraga teratur serta menggunakan obat obatan bila diperlukan.

Nasihat tersebut, meski terdengar generik, manjur bila diterapkan. Konsultan riset pemasaran, Hermawan Kartajaya, 62 tahun, merupakan salah seorang yang benar benar memperhatikan asupan untuk menjaga kadar gula dalam darahnya. Pengidap diabetes selama 26 tahun itu tiap pagi tak lupa mengecek kadar gula dalam tubuhnya. Mengetahui kadar gula di pagi hari menjadi bekal untuk menakar kegiatan dan pola makannya sepanjang hari itu. ”Bila kadar gula terlalu tinggi, makan harus lebih konservatif. Bila terlalu rendah, bisa tambah sedikit,” ujar pendiri lembaga konsultan riset marketing MarkPlus Inc. ini kepada Harun Mahbub dari Tempo, Rabu pekan lalu.

Memang penderita seperti Hermawan wajib sangat berhati hati menjaga kondisi tubuhnya untuk mencegah tak terkendalinya diabetes. Maklum, gula darah itu bersifat tak stabil. ”Risikonya, kondisi bisa drop sewaktu waktu,” katanya. Pernah dua kali kadarnya mengalami kenaikan mencapai 360 mg/dl. Namun, selama 26 tahun itu, dia juga belum pernah menggunakan terapi insulin. Rahasianya? ”Makanan nomor satu.”

Makanan yang diasupnya tak sem­barangan, disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya. Terapi makananlah yang paling memungkinkan buat Hermawan, karena olahraga dan istirahat tak sempat dilakukan secara baik dan benar. Untuk memenuhi standar makanan layak penderita diabetes, sela­ma dua tahun terakhir ayah dua anak ini menjadi pelanggan perusahaan ka­tering yang memberikan layanan makanan sehat. Setiap hari, dua kali—siang dan malam—bekas Direktur Distribusi PT HM Sampoerna itu makan dari katering tersebut. Kadang, jika bepergian ke luar kota, ia juga membawa makanan khusus itu. ”Sebagai pengingat agar makannya selalu kembali ke khitah,” katanya.

Hermawan merasa prima dengan kadar gula di kisaran 100 120 mg/dl. Memang ukuran gula darah normal sese­orang, menurut ahli endokrinologi metabolisme diabetes Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Profesor Sri Hartini Kariadi, adalah 70 140 mg/dl. Kadar tertinggi yang masih bisa diterima ginjal 180 mg/dl, yang disebut nilai ambang ginjal. Biasanya, satu jam setelah makan, kadar gula dalam darah mencapai angka tersebut.

Ginjal, tempat membuat urine, hanya dapat menahan gula kalau kadarnya mencapai angka ambang batas tersebut. Menurut Sri, jika kadarnya lebih tinggi dari itu, ginjal tak dapat menahan gula dan kelebihan gula akan keluar bersama urine. ”Jadilah kencing yang manis,” ujarnya.

Tak seperti diabetes tipe 1 pada anak anak, remaja, dan sedikit orang dewasa, yang pengobatannya bergantung pada masukan insulin lewat suntikan, diabetes tipe 2 tak bergantung pada asupan insulin. Sebanyak 90 99 persen penyandang ken­cing manis masuk tipe ini, yang sering disebut juga lifestyle diabetes. Penyebabnya, selain faktor keturunan, adalah gaya hidup yang tidak sehat. Diabetes jenis ini perlu diwaspadai saat se­seorang mulai memasuki usia 45 tahun. ”Kini juga menimpa usia yang lebih muda,” ujar dokter Sri.

Karena itulah setiap tahun jumlah­ penderita diabetes terus meningkat.­ Pada 1994, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), tak lebih dari 100 juta orang di dunia mengidap diabetes, tapi sepuluh tahun kemudian menjadi 170 juta jiwa. Di Indonesia, jumlahnya juga meningkat, dan dua puluh tahun lagi diperkirakan mencapai 21,3 juta orang—menjadi negara tertinggi keenam dalam hal jumlah penderita diabetes di dunia.

Selain banyak makan dengan gizi yang tak seimbang dan kurang gerak, kegemukan, terutama di sekitar perut, menurut dokter Dante, merupakan faktor pemicu resistensi insulin, penyebab diabetes. Upaya menurunkan berat badan, khususnya lemak tubuh, akan meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin. Sehingga gula akan lebih mudah masuk ke dalam sel, yang berdampak turunnya kadar gula dalam darah.

Minum obat untuk memperbaiki resistensi insulin dan meningkatkan kemampuan pankreas menghasilkan insulin, menurut dokter Dante, juga jangan dijadikan momok. ”Jika butuh minum obat, jangan takut, anggap saja bagian dari kebiasaan,” ujarnya. Alkohol dan stres berkepanjang­an perlu juga dihindari. ”Karena alkohol menambah endapan lemak di dalam hati dan akan meningkatkan gula darah. Sedangkan stres menghambat insulin bekerja karena tingginya adrenalin,” kata Dante.

Nah, ujung tombak cek kadar gula adalah kondisi kaki. Kaki yang kurang sehat, seperti kapalan, kuku bengkok, kuku masuk (cantengan), penebalan kutikula, penipisan dan perapuhan kuku, serta kaki pecah pecah, biasanya­ juga mengiringi diabetes. ”Kaki sering menjadi sasaran pertama diabetes,” ujarnya. Karena itu, di klinik dokter Dante, selain pengobatan, ada te­rapi kaki.

Suryani, pasien diabe­tes tadi, mengakui kakinya sering terganggu saat kadar gulanya naik. ”Bahkan kawan saya harus dipotong kakinya karena membusuk,” katanya.

Ahmad Taufik

Tip Mencegah Kaki Diabetes

  • Gunakan selalu alas kaki (sepatu atau sandal), termasuk di dalam rumah.
  • Periksa kaki setiap hari. Jika ada luka, segera obati.
  • Gunting kuku kaki mengikuti bentuk normal jari kaki, jangan terlalu pendek. Kikir kuku agar tidak tajam.
  • Berikan pelembap (lotion) pada kaki yang kering (tapi tidak pada sela-sela jari).
  • Bersihkan kaki setiap hari dengan air bersih dan sabun mandi. Keringkan hingga ke sela-sela jari.
  • Kendalikan kadar gula dengan baik.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus