Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ketindihan merupakan gangguan tidur yang menimpa satu dari lima orang.
Disebut sleep paralysis dan tidak berkaitan dengan hal supranatural.
Penelitian oleh pakar saraf dari Harvard University menjelaskan fenomena melihat sosok menyeramkan saat kelumpuhan tidur.
Anita Juliana tak pernah lupa pengalaman buruk saat masih bersekolah di SMK swasta di Jakarta Selatan pada dua tahun lalu. Saat gurunya tak masuk, ia dan beberapa teman perempuannya bersantai dan tidur di sebuah ruangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru beberapa saat terlelap, Anita yang kala itu duduk di kelas XI terbangun. Tapi dia tak kuasa menggerakkan badannya. Ia berupaya keras untuk bangkit, tapi sia-sia. Malahan dadanya sesak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah kepanikan, dia melihat perempuan berambut panjang berbaju putih di langit-langit yang kemudian menindihnya. Kejadian sekian detik itu membuatnya ngos-ngosan. “Pas terbangun, baru sadar, saya ketindihan,” katanya kepada Tempo, Kamis, 16 Maret 2023. Pekerja swasta itu lantas mengaitkan pengalamannya dengan cerita-cerita mistis yang disebut sering terjadi di sekolahnya.
Ketindihan merupakan kondisi ketika otak kehilangan kontrol atas otot saat baru tertidur atau ketika hendak bangun. Sebutan ilmiahnya, kelumpuhan tidur atau sleep paralysis. Kondisi ini merupakan gangguan tidur. Bukan penyakit, apalagi akibat hal supranatural. Satu dari lima orang mengalaminya.
Saat baru tidur, kita berada di fase rapid eye movement (REM). Ciri-cirinya, ada gerakan bola mata di balik kelopak yang terpejam, badan menjadi lebih rileks, dan detak jantung serta napas melambat. Berikutnya, barulah kita memasuki tahap tidur lelap dan bermimpi, yang disebut non-rapid eye movement.
Sleep paralysis terjadi di fase REM. Sesaat, muncul ketidaksinkronan, yaitu otak aktif, sementara otot telah atau masih terlelap. Akibatnya, kita sadar tapi badan terasa lumpuh. Karena panik, bernapas pun jadi sulit.
Ilustrasi sleep paralysis. Shutterstock
Ada beragam penyebab ketindihan. Namun psikolog klinis Ratih Ibrahim mengatakan umumnya dipicu oleh stres dan kelelahan. “Itu yang kemudian menyebabkan kejang otot,” katanya.
Di Indonesia, kelumpuhan tidur dikenal juga dengan ketindihan atau rep-repan. Seperti di berbagai belahan lain di dunia, kondisi ini dikait-kaitkan dengan hal supranatural. Menurut Ratih, keduanya sama sekali tidak berkaitan. “Yang sering kita sebut ditiban makhluk halus itu sebenarnya halusinasi ketika fungsi berpikir terganggu,” ujar perempuan yang juga anggota Pengurus Pusat Ikatan Psikologis Klinis Indonesia ini.
Meski penelitian tentang kelumpuhan tidur telah banyak dilakukan, belum ada yang menjelaskan penyebab seseorang merasa melihat "hantu" saat ketindihan—ada juga yang melihat orang asing masuk ke ruang tidurnya atau merasa badannya melayang.
Fenomena melihat sosok menyeramkan ini diteliti oleh Baland Jalal, ahli ilmu saraf dari Universitas Harvard. Dari hasil riset yang dia lakukan di lima negara, dia mendapati 40 persen dari orang yang ketindihan merasa melihat makhluk seram.
Artinya, lebih banyak yang ketindihan tanpa bayangan mengerikan, seperti yang dialami Zendy Pradana. Pria berusia 25 tahun itu kerap mengalami sleep paralysis sejak usianya 20 tahun. “Sebatas mimpi buruk sebelum rep-repan,” katanya.
Dari penelitian Baland Jalal yang ditulis di Time, penglihatan pada sosok menyeramkan itu muncul dari hasil kerja otak. Dia mendapati terdapat tiga mekanisme yang menghasilkan visual tertentu saat kita ketindihan. Pertama, ketika tidur setengah terjaga, tidak ada umpan balik antara tubuh dan otak area depan. Ketiadaan sinkronisasi tersebut membuat otak memproyeksikan tubuh virtual, bisa dalam bentuk penyusup di kamar tidur ataupun bentuk lainnya.
Kedua, Jalal menyebut otak sebagai mesin statistik dan pendongeng ulung yang mengkreasikan cerita sendiri atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kadang, secara acak, otak membuat narasi lewat memori. Karena tak mendapati jawaban atas sensasi sesak napas dan tercekik, otak membuat narasi kita dicekik atau dipiting oleh hantu.
Ketiga, dalam sleep paralysis, otak dibanjiri oleh serotonin—hormon yang mengatur suasana hati dan memori. Kehadiran hormon itu secara berlebihan memicu ketakutan.
Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan kelelahan, kurang tidur, stres berkepanjangan, serta kekurangan gizi tertentu dapat membuat kerja otak terganggu dan memicu ketindihan, yang kadang membuat kita merasa melihat makhluk menyeramkan. "Semua faktor pemicu itu perlu kita hindari," ujarnya. Posisi dan ruang tidur yang nyaman serta sirkulasi udara yang baik juga bisa membantu kita terhindar dari kelumpuhan tidur.
Jika sleep paralysis tak kunjung hilang, Ratih menyarankan untuk berkonsultasi ke dokter ahli saraf. Sebab, jika gangguan tidur itu muncul terus-menerus, ada kemungkinan terdapat distorsi pada sistem saraf. Jika tak ada masalah dengan sistem saraf, pasien itu bisa mendatangi psikolog klinis. Mungkin saja ada masalah dengan alam bawah sadarnya.
ILONA ESTERINA | TIME | SLEEP FOUNDATION
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo