Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah restoran dan kafe bertema nostalgia suasana Yogyakarta membuka promo dan program khusus selama bulan puasa.
Dari takjil gratis hingga menu paket menjadi andalan mereka.
Ikhtiar restoran khas Yogyakarta menjaga keaslian cita rasa hidangan andalan.
Ramadan selalu menjadi tantangan bagi pengusaha restoran dan kafe. Dari waktu operasional yang terbatas, fluktuasi jumlah permintaan dan pelanggan, manajemen logistik dan karyawan, sampai persaingan dengan restoran atau kafe lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, setiap bulan puasa, hampir semua pengusaha restoran dan kafe menyiapkan strategi bisnis khusus. Setidaknya untuk menarik minat pengunjung dan mengatur operasi mereka. Salah satu strategi jitu adalah menyiapkan promosi, menu paket khusus, dan takjil gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Strategi itu, misalnya, dilakukan restoran Tengkleng Wedhus Lali Omah yang menyiapkan takjil gratis berupa kurma, gorengan, dan es buah untuk pengunjung. "Takjil gratis ini kami siapkan setiap tahun untuk pelanggan kami," kata anggota staf restoran Lali Omah, Nanda.
Menurut Nanda, strategi tersebut cukup manjur menarik minat pengunjung. Selain itu, Lali Omah membuka layanan reservasi bagi pengunjung untuk buka bersama. "Setiap hari ada reservasi untuk buka bersama," ujarnya.
Adapun menu makanan khas Yogyakarta yang menjadi andalan restoran tersebut antara lain bakmi godok Jawa, tengkleng, sate, dan tongseng kambing, juga minuman khas wedang ronde. Pada 5 Maret lalu, Tempo mencicip sejumlah menu andalan restoran yang berada di Jalan Deplu Raya, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, itu.
Suasana Tengkleng Wedhus Lali Omah di Pesanggrahan, Jakarta, 9 Maret 2024. TEMPO/Ijar Karim
Sebagai contoh, bakmi godok Jawa yang cita rasanya autentik Yogyakarta. Sesuai dengan namanya, hidangan ini terdiri atas mi kuning berdiameter besar dengan kuah kuning keputihan. Aroma bawang putih yang kuat dan kaldu ayam yang tebal berpadu di dalam mulut setelah beberapa kali menyeruput kuah hidangan bakmi rebus tersebut.
Menu tengkleng berisi potongan daging, tulang kaki, dan jeroan kambing juga layak diacungi jempol. Rasa gurih bawang putih, kemiri, dan ketumbar seketika menyeruak di dalam mulut. Aroma wangi serai dan rebusan daging serta tulang kambing ikut masuk ke rongga hidung.
Tekstur daging kambing tergolong pas. Tidak terlalu lembut, tak pula alot. Yang pasti potongan daging dan jeroan tak melawan saat dikunyah. Ada pula menu sate kambing yang rasanya mirip menu serupa di kota asalnya, Yogyakarta dan sekitarnya. Potongan daging dan lemak kambing sudah menyatu dengan bawang putih, merica, dan kecap. Walhasil, cita rasa manis dan gurih mendominasi hidangan ini.
Persiapan serupa menyambut Ramadan dilakukan restoran berkonsep klasik ala Yogyakarta lain, seperti Bebek Perdikan. Restoran yang berada di Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan, itu juga rutin menjadi lokasi buka bersama para pelanggan setia sejak berdiri pada 2020.
"Alhamdulillah, setiap bulan puasa, kami menerima lebih banyak reservasi untuk buka bersama," ujar supervisor restoran Bebek Perdikan, Ovi Agustina Lestari.
Suasana Bebek Perdikan di Setiabudi, Jakarta, 9 Maret 2024. TEMPO/Ijar Karim
Sesuai dengan namanya, Bebek Perdikan menyajikan aneka olahan daging bebek potong, dari bebek goreng, bebek bacem bakar, bebek rica-rica, hingga bebek penyet. Bahkan restoran ini menyediakan menu bebek yang tidak lazim, seperti garang asam, gulai, empal, dan soto bebek.
Selain menyediakan bebek, restoran ini menjual menu olahan daging ayam, bakmi, dan aneka olahan sayur. Namun ada satu hal yang menarik, yakni beberapa menu olahan burung puyuh, seperti digoreng, dimasak pedas-manis, dibakar, dan dibacem goreng.
Sajian burung puyuh cukup lazim ditemui di Yogyakarta dan beberapa daerah sekitarnya, termasuk Surakarta. Biasanya sajian burung puyuh tersedia di warung makan penyetan dan angkringan.
Tempo mencoba menu burung puyuh goreng Bebek Perdikan. Di satu piring tersaji satu ekor burung puyuh yang sudah digoreng kering. Cita rasa gurih dan dagingnya terasa mirip daging ayam. Karena digoreng kering, beberapa bagian tulang burung puyuh bisa dikunyah dengan mudah.
Ovi Agustina mengatakan menu burung puyuh merupakan hidangan alternatif bagi pengunjung yang tidak suka olahan daging bebek. Menariknya, seiring berjalannya waktu, olahan burung puyuh tidak lagi jadi menu pelengkap.
"Burung puyuh justru menjadi menu favorit tamu. Kami tidak kesulitan mencari burung puyuh di Jakarta," tuturnya.
Suasana Bebek Perdikan di Setiabudi, Jakarta, 9 Maret 2024. TEMPO/Ijar Karim
Adapun tentang resep olahan bebek, menurut Ovi, awalnya hidangan ini hanya dimasak pemilik restoran pada waktu tertentu, seperti saat pertemuan dan perayaan acara keluarga. Kemudian muncul ide dari pemilik restoran untuk menjual olahan resep spesial bebek tersebut untuk umum.
Menariknya, bukan cuma restoran yang berbenah menyambut bulan puasa. Kafe bertema nostalgia Yogyakarta, Hops Koffie, juga menawarkan sejumlah paket kombinasi untuk tamu. Dari paket tamu perorangan hingga pasangan.
Meski menyiapkan paket khusus bulan puasa, Hops Koffie tetap berfokus menyuguhkan aneka minuman kopi untuk pengunjung. "Karena inti kafe kami, ya, tetap minuman kopinya," kata manajer Hops Koffie, Aji.
Hidangan makanan yang dipesan pelanggan Hops Koffie di Cilandak, Jakarta, 9 Maret 2024. TEMPO/Ijar Karim
Selain menyajikan berbagai minuman kopi, Hops Koffie menyediakan olahan teh, baik yang diseduh tunggal maupun dicampur berbagai macam bahan lain dan rempah. "Kami juga berencana meluncurkan varian minuman cokelat. Jadi kami ingin melengkapi diri dengan minuman kopi, teh, sampai cokelat."
Meski berfokus pada kopi, rupanya Hops Koffie tetap menyiapkan lini hidangan makanan, dari camilan hingga makanan berat. Alasannya, Hops ingin memberikan kenyamanan bagi tamu yang awalnya hanya ingin menikmati kopi tapi tiba-tiba merasa lapar.
"Lagi pula, cukup banyak pengunjung yang memang ingin makan siang di sini," ujar Aji.
Aji menambahkan, kafe yang ia kelola ini memasukkan menu makanan berat sederhana, tapi mudah diterima banyak orang. Menu tersebut antara lain nasi goreng, mi rebus Jawa, sup buntut dan iga, dan spageti.
"Untuk menu tradisional, kami menjaga rasanya agar tetap autentik."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo