Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Jangan lupa berkunjung ke Dusun Persil, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, saat mendaki Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat. Dusun ini punya berbagai hasil bumi yang menarik untuk wisatawan, terutama kopi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Kelompok Wanita Tani atau KWT Kaki Rinjani, Hakiah, 46 tahun, mengatakan kopi robusta Telapen tak hanya nikmat tapi juga berkhasiat. "Telapen singkatan dari Telangan Peneng yang dalam bahasa Sasak berarti menghilangkan pusing,'' kata Hakiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, minum kopi talapen dalam keadaan panas. "Capek kerja dan sakit kepala reda. Benar hilang pusingnya," ucap dia.
Sambil menyeruput secangkir kopi talepen, wisatawan dapat menikmati pemandangan indah Dusun Persil. Dusun yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini dikelilingi hamparan kebun kopi milik penduduk, danau biru, dan sentra perajin bambu yang menghasilkan berbagai produk rumah tangga. Letak dusun ini di bibir hutan, masuk puluhan kilometer dari Jalan Raya Mataram - Mantang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Sebanyak 37 penduduk Dusun Persil bergabung dalam Kelompok Wanita Tani Kaki Rinjani. Masing-masing punya kebun kopi dengan luas berbeda, mulai satu sampai lima hektare. Mereka dapat menghasilkan sekitar satu ton per hektare dan panen raya saban Agustus.
Kopi Telapen dari Kelompok Wanita Tani Kaki Rinjani di Dusun Persil, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dok. Ketua KWT Kaki Rinjani Hakiah
Hakiah menceritakan, penduduk Dusun Persil belajar berkebun kopi, mengolah, dan mengemasnya menjadi produk yang menarik setelah mendapatkan pembekalan dari World Wide Fund for Nature (WWF) pada 2016. Para petani kopi Dusun Persil juga mengikuti Program Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN pengembang destinasi wisata Mandalika, hingga akhirnya menjual kopi telapen atau telang peneng.
Kopi robusta telapen tersedia dalam kemasan 100 gram yang dijual Rp 15 ribu, 200 gram Rp 25 ribu, dan 250 gram seharga Rp 30 ribu. Petani kopi Desa Persil juga mengemas kopi secara modern dengan menggunakan bungkus berlapis untuk mempertahankan tekstur, cita rasa, dan aromanya. Kopi telapen dengan kemasan khusus ini dijual ke luar daerah, seperti Bali, Malang, Bandung, dan Jakarta. Lantaran menggunakan kemasan khusus, harganya pun lebih tinggi, yakni 150 gram dibanderol Rp 25 ribu.
Head Quality and Program Development World Wide Fund Indonesia Ridha Hakim mengatakan mereka membina Kelompok Wanita Tani Kaki Rinjani sejak 2016. "Kami mendampingi karena saat itu banyak sekali hasil hutan yang tidak optimal," kata Ridha kepada Tempo. Ketika itu, kualitas panen kopi kurang bagus karena bercampur dengan beras dan jagung, sehingga sulit menembus pasar.
Setelah sukses menghasilkan kopi berkualitas, World Wild Fund mengajak sekitar 60 kerabat asing berkunjung ke Dusun Persil untuk mengenalkan kopi telapen. "Dari sisi konservasi dan ekonomi, usaha ini lebih baik dalam mengolah hasil hutan bukan kayu," ucapnya.
Selain petani kopi, penduduk Desa Persil juga menjadi perajin yang menghasilkan sedotan bambu, tempat tisu, rak lampu, dan sendok. Sedotan bambu buatan warga Desa Persil sudah diekspor ke luar negeri. Di kaki Gunung Rinjani itu juga terdapat Danau Biru yang berbatasan langsung dengan hutan lindung. "Masyarakat bergantung pada kawasan hutan lindung itu sekaligus menjadi destinasi wisata," kata Ridha.