Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Marak Aksi Boikot, Starbucks Indonesia Sebut Toko Lebih Sepi dan Mitra Terdampak

Starbucks menjadi salah satu merek yang terkena dampak kampanye boikot Israel, Malaysia dan negara-negara di Tim

1 Februari 2024 | 16.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo Starbucks. Foto: Antara/Dok. Starbucks

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Starbucks menjadi salah satu merek yang paling kena dampak kampanye boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Di Indonesia, sejumlah gerai Starbucks yang sering menjadi tempat berkumpul atau bekerja itu terlihat lebih sepi daripada sebelum konflik Israel – Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penurunan pengunjung ini semakin terasa setelah beberapa bulan kampanye boikot ini berjalan. Anthony McEvoy, Pimpinan PT Sari Cofee Indonesia, perusahaan pemegang lisensi Starbucks di Indonesia, mengatakan bahwa jumlah pengunjung toko mereka lebih sedikit di sejumlah daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dampak langsung ke toko sangat jelas, pengunjung di toko kami lebih sedikit. Orang-orang merasa perlu menjauh, karena entah mereka merasakan tekanan sosial atau tekanan lainnya,” kata Anthony yang ditemui pekan lalu.

Namun, dampak yang terjadi berbeda-beda di setiap daerah. Hanya saja dia memperkirakan penurunan bisnis akibat aksi boikot ini rata-rata mencapai 30 persen.

Dampak ini tidak hanya dirasakan langsung oleh perusahaan, tetapi  juga mitra. “Anda tahu, kami memiliki 6.000 mitra di Indonesia, dan mereka terkena dampaknya setiap hari dan kami perlu melindungi mereka,” kata McEvoy yang mengaku satu-satunya bule di Starbucks Indonesia. Kata dia, itu belum termasuk 50 ribu petani kopi di Indonesia yang produknya dibeli Starbucks untuk diekspor.

Awal mula aksi boikot

Kampanye boikot ini berlangsung setelah manajemen Starbucks global menggugat Starbucks Workers United, yang menyatakan solidaritas terhadap warga Palestina pada awal Oktober 2023. Namun, kata McEvoy, serikat itu berdiri sendiri dengan keyakinan dan aspirasi politiknya sendiri.

“Tapi mereka seolah merepresentasikan Starbucks dengan menggunakan brand, logo, dan nama untuk mendukung sesuatu, itu yang menyebabkan boikot dan kekerasan di beberapa toko, yang berdampak pada mitra, dan Starbucks menggugat mereka untuk berhenti menggunakannya,” kata Anthony.

Gugatan tersebut ternyata dianggap sebagai bentuk dukungan Starbucks terhadap Israel. Namun, Anthony membatahnya. Kata dia, sebagai merek, Starbucks tidak memiliki bisnis atau investasi di Israel, juga sumbangan atau kolaborasi apa pun.

“Kami punya toko di Mesir, kami punya toko di Yordania, kami punya toko di Saudi, kami punya toko di UAE dan di seluruh region itu, tapi tak ada satu pun di Israel,” kata dia.

Puluhan tahun sebelumnya, merek kopi ini sempat membuka beberapa gerainya di negara tersebut tetapi tak berjalan lama. “Pernah ada beberapa store tapi tutup pada 2023, itu tidak berjalan baik. Saya tidak tahu alasan tepatnya. Akhirnya keluar, jadi itu 21 tahun lalu,” kata dia.

Kampanye boikot ini berdampak secara global. Namun, dampak paling besar dirasakan oleh Starbucks Malaysia dan negara-negara di Timur Tengah, selain Indonesia. 

Boikot terhadap merek-merek global yang dianggap terafiliasi dengan Israel tidak hanya dialami oleh Starbucks. Waralaba lain di Indonesia yang paling merasakan dampak boikot ini adalah McDonalds. Di Indonesia, lisensi merek gerai makanan cepat saji ini dipegang oleh PT Rekso Nasional Food. Perusahaan itu merespons boikot dengan  berbagai program, salah satunya donasi untuk warga Gaza, Palestina. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus