Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Melahirkan di Kolam Mainan

Liz Adianti menjadi orang pertama di Indonesia yang menjalani persalinan di dalam air. Bisa mengurangi rasa nyeri.

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolam itu seperti ban raksasa. Berdiameter dua meter yang bisa menampung air dengan ketinggian tidak lebih dari setengah meter. Bahannya dari plastik dengan gambar binatang aneka warna di dindingnya. Tempatnya di lokasi yang tak lazim: di ruang dalam rumah sakit.

Bagi sang pemilik, Liz Adianti, benda itu bukanlah barang mainan. ”Saya menjalani proses persalinan di kolam itu,” kata karyawan swasta berusia 32 tahun ini kepada Tempo di kediamannya, perumahan Griya Satwika, Ciputat, Tangerang, Kamis pekan lalu.

Awal bulan lalu, Liz menjadi orang pertama di Indonesia yang menjalani proses persalinan sambil berendam di dalam air. ”Ternyata lebih enak melahirkan dalam air. Tidak terlalu capek dan saya lebih nyaman,” kata Liz tentang proses kelahiran anak keduanya itu.

Melahirkan dalam air sudah menjadi obsesi Liz Adianti sejak mengandung anak pertama, empat tahun lalu. Namun, ketika itu keinginan istri Harlizon ini belum bisa terpenuhi. Tidak ada satu pun rumah sakit yang berani melakukannya.

Metode persalinan di dalam air memang masih baru di Indonesia. Padahal, cara ini sudah dikenal lama di Eropa, terutama di Rusia sebagai negara pertama yang memperkenalkannya. Ibu-ibu Rusia percaya bahwa melahirkan sambil berendam di air bisa mengurangi rasa sakit. Mereka pun bisa menjalani persalinan itu dengan perasaan nyaman dan rileks.

Bagi ibu-ibu yang tiba waktunya untuk melahirkan, momok yang membayang saat masuk rumah sakit adalah rasa sakit saat persalinan. Akibatnya, timbul tekanan psikis yang kian mempersulit proses melahirkan. Biasanya dokter kemudian menawarkan metode pengurang rasa nyeri persalinan dengan tindakan medis (menggunakan Pethidin, Intrathecal Labor Analgesia, atau Epudural) atau nonmedis (teknik relaksasi, hipnosis, teknik pernapasan, homeopathy, atau akupunktur). Jalan pintas pun kerap dipilih: masuk ruang bedah untuk menjalani operasi caesar.

Nah, menurut dokter ahli kandungan Otamar Samsudin, melahirkan di da-lam air ini juga menjadi satu metode yang bisa dipilih para ibu untuk mengurangi rasa sakit. ”Karena terendam air, otot vagina jadi lebih lentur dan elastis. Jadi bisa mengurangi rasa sakit dan robekan jalan lahir,” kata dokter yang membantu persalinan Liz Adianti.

Secara teknis, persalinan di dalam air sebenarnya tidak berbeda dengan persalinan normal. Hanya prosesnya saja yang dilakukan di dalam air. Lalu, bagaimana jika nanti bayi terminum air saat menghirup napas pertamanya?

Ketakutan itu, kata Otamar, sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Di dalam rahim, bayi juga hidup dalam cairan air ketuban. Selama itu bayi mendapat oksigen dari sang ibu melalui tali pusar. Penyaluran oksigen ini tidak putus di saat bayi keluar dari rahim dan masuk ke dalam air. ”Kalau tali pusatnya masih terhubung dengan ibu, bayi masih mendapat oksigen dari ibu,” kata Otamar. Yang harus diperhatikan adalah menjaga agar bayi tidak menangis. Sebab, ketika dia menangis, saat itulah bayi menarik napas pertamanya.

Caranya? Buatlah suhu air kolam sama dengan cairan di dalam rahim. Suhu yang berbeda menjadi penyebab utama yang merangsang bayi untuk menangis. Putusnya tali pusat yang menghubungkan bayi dengan sang ibu juga memicu bayi untuk menangis. ”Tidak jarang rangsangan itu muncul akibat ari-ari yang hampir lepas,” kata Otamar.

Dengan memperhatikan ”rambu-rambu” itu, Otamar sukses menggunakan metode tadi pada persalinan Liz Adianti, 4 Oktober lalu. Sukses ini disusul oleh Fenny Julianti (6 Oktober) dan Rosida (27 Oktober). ”Kesehatan saya lebih cepat pulih. Saat melahirkan anak pertama secara normal tidak secepat ini,” kata Fenny, 28 tahun, warga Pasar Minggu.

Keberhasilan ini, menurut Otamar, membuat beberapa ibu sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti jejak Liz. Namun, tak semua bisa dikabulkan. ”Mereka yang hanya memiliki peluang 50 persen untuk melahirkan secara normal tidak bisa menggunakan metode ini,” kata dia. Begitu juga para wanita yang memiliki penyakit komplikasi seperti jantung, darah tinggi, dan herpes.

Suseno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus