PERANAN dokter keluarga dalam sisrem pelayanan kesehatan kita
telah dijadikan tema utama Musyawarah Kerja IDI minggu lalu di
Ujungpandang. Jumat pagi, 2 Novembr yang lalu, sebanyak 200
dokter dari berbagai daerah berkumpul di Gedung IMMIM untuk
mengikuti ceramah tentang dokter keluarga. Pembicara pertama
seorang dokter dari Pertamina menceritakan tentang dokter
keluarga di Amerika Serikat, dari definisinya sampai ke
pendidikannya. Pembicara kedua Dr. Kossow, yang datang dari
Hartman Bund Jerman, bercerita tentang dokter keluarga di
Jerman, dan diakhiri dengan pembahasan dr Abdullah Cholil dari
IDI tentang konsep kedudukan dokter keluarga dalam IDI.
Bagi mereha yang mengamati perkembangan organisasi IDI, serta
mengetahui bahwa istilah dokter keluarga (family physician atau
farnily practitioner) adalah nama baru bagi general practitioner
(dokter umum), melihat niat baik dari PB IDI. Yaitu mencari
jalan untuk meningkatkan mutu profesi dokter umum yang telah
lepas dari pembinaan fakultas kedokteran. Di negara-negara lain,
pembinaan profesi bagi dokter umum secara berkelanjutan ini
memang dilakukan oleh organisasi yang biasanya disebut Academy
atau College of Genel Practitioner atau Family Physician.
Di Indonesia usaha semacam itu nampaknya masih mengalami
hambatan. Bila dilihat bahwa para dokter spesialis sudah
mempunyai organisasi yang membina profesi mereka, memang dokter
umum di Indonesia boleh dikatakan tertinggal. Mereka dibiarkan
mencari sendiri-sendiri, atau- tertinggal sama sekali oleh
kemajuan ilmu kedokteran karena terutama merekalah yang bertugas
di tempat yang jauh dari kepustakaan atau lembaga pendidikan.
"Memang sangat ironis bila IDI yang sebagian besar anggotanya
terdiri dari dokter umum sampai tidak sempat memikirkan
pembinaan mereka," kata Ketua IDI Cabang Jakarta dr Kartono
Muhamad.
Cerita Amerika & Jerman
Soalnya banyak peserta yang ternyata salah tafsir terhadap niat
baik ini, tertama dari para dokter umum sendiri. Seorang utusan
dari Karawang misalnya menyatakan, "buat apa IDI memikirkan soal
dokter keluarga, sementara banyak program lain yang belum
diselesaikan." Jelas ia belum dapat membedakan bahwa dokter
keluarga itu adalah dokter umum uga, yang pembinaannya m-mang
sudah diamanatkan oleh Muktamar Bali tahun lalu.
Salah tafsir terjadi karena penceramah hanya bercerita tntang
Amerika dan Jerman, di mana dokter keluarga 5-1 dah diakui
sebagai cabang spesialisai tersendiri dan memerlukan tambahan
endidikan. Di Amerika memang sudah menjadi kebiasaan dokter
untuk langsung masuk spesialisasi begitu lulus dari pendidikan.
Juga kemajuan ilmu kedokteran yang pesat serta tuntutan
masyarakatnya ikut mendorong dokter keluarga sebagai cabang
spesialisasi tersendiri.
Tapi di Filipina, Malaysia dan Singapura misalnya, perhimpunan
dokter keluarga hanyalah bersifat membina profesi dokter umum
yang bekerja di pelosok-pelosok, agar tidak ketinggalan zaman.
Pembinaan di Filipina, misalnya, selain penambahan pengetahuan,
juga diikuti ujian-ujian tanpa mengubah status mereka sebagai
dokter umum.
Sebenarnya salah tafsir di Ujungpandang itu bukan semata-mata
karena peserta yang masih awam dalam istilah itu, tapi yang juga
dipertanyakan oleh salah seorang utusan adalah, mengapa PB IDI
tidak sejak semula berterus terang tentang niat ini. Kurang
persiapan, ataukah mengkamuflir karena ada hambatan lain yang
menghalanginya untuk berterus terang?
Demikianlah akhirnya tema utama itu tidak mendapat penyelesaian
lebih lanjut kecuali usul agar diadakan seminar yang lebih
terarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini