MESKIPUN di Jakarta hujan sudah mulai turun, Lapangan Kampus UI
Rawanangun 10 November yang lalu tidak nampak hijau, tapi
kuning. Sekitar 1.500 mahasiswa UI dengan jaket kuning, siang
hari itu memenuhi lapangan mengadakan upacara peringatan Hari
Pahlawan. Bukan upacara biasa. Terlihat juga sebuah patung
tinggi 2,5 meter dan dua lukisan besar -- ketiga karya senirupa
itu dimaksudkan menggambarIan Menteri P&K Daoed Joesoef.
Sekitar pukul 12.30 mereka menyanyikan mars UI. Dan seperti
sudah melembaga, dibacakan pula puisi. Waktu itulah sejumlah
petugas keamanan dari Kodim 0505 Jakarta Timur dan dari
Kepolisian datang. Agak tegang juga. Ternyata mereka hanya
menghendaki agar patung tetap diperlakukan baik-baik. Artinya,
tak usah dibakar seperti direncanakan semula.
Mahasiswa setuju. Dan acara pun boleh diteruskan. Pukul 15.00
acara usai. Tak ada insiden, alhamdulillah.
Mereka menyatakan solidaritas terhadap 6 rekannya yang diskors
Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono. Skors itu selama setahun
terhitung sejak 8 November yang lalu.
Ini semua gara-gara Triennial Intervarsity Games (TIG) di
Kualalumpur, Malaysia, 20 - 30 oktober lalu. Pesta olahraga
mahasiswa antar 4 universitas ini (Hongkong, Malaysia, Singapura
dan Indonesia) semula diadakan dua kali setahun dan disebut BIG
(Biennial Intervarsity Games). Tahun 1976 diadakan di Jakarta.
Sesudah itu BIG dirubah jadi TIG, dan 3 tahun kemudian diadakan
di Kualalumpur ini.
Menurut anggaran dasar pesta olahraga antar universitas ini,
pesertanya ialah Sports Organisation/Student's Union of the
Universities within South [ast Asia (pasal III, ayat 2). Ini
yang menimbulkan kericuhan. Istilah Student's Organization,
seperti yang lalu-lalu, diterjemahkan sebagai "Dewan Mahasiswa".
Pesta tahun-tahun sebelumnya tak menimbulkan kerepotan apa pun.
Kali ini, tentu saja UI repot siapa yag berhak mewakili UI di
TIG ini.
Berdasar Ketentuan Rektor UI, 11 Mei 1979, Ikatan Keluarga
Mahasiswa UI (IKMUI, Dewan Mahasiswa UI (DM UI) dan Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa UI (MPMUI) tiada lagi. Kata Dadang
Hawari, Pembantu Rektor III UI kepada TEMPO "Karena DMUI tak ada
lagi, pihak panitia TIG mengundang UI, maka universitas yang
mengirimkan kontingen."
Sementara secara de facto sebenarnya IKMUI/DMUI tetap ada.
Buktinya, sehari sebelum Kontingen UI tiba di Kualalumpur,
seorang utusan IKMUI/DMUI, Nudirman Munir, mahasiswa Fak. Hukum
UI, telah tiba di Kualalumpur untuk menyampaikan surat
pernyataan kepada panitia TIG. Isinya antara lain: "Dewan
Mahasiswa UI tidak bisa mengambil bagian dalam TIG di
Kualalumpur, Oktober 1979 ini," dan "Peserta lain dari
Indonesia, bukan atas persetujuan kami dan tidak mewakili DMUI."
Selesai pesta, kontingen pulang. Muncul keresahan di UI.
Diperkirakan dua mahasiswa yang atas nama IKMUI membawa
pernyataan ke Kualalumpur -- Nudirman Munir yang telah disebut
dan Djodi Wuryantoro, mahasiswa Fak. Psikologi UI -- akan
diskors.
Skors kemudian memang turun tertanggal 7 November. Tak hanya
untuk 2 orang, tapi enam. Selain kedua mahasiswa yang ke
Kualalumpur tersebut, tiga yang lain adalah penandatangan surat
pernyataan kepada TIG atas nama DMUI/IKMUI, satu lagi seorang
mahasiswa yang sedianya juga dikirim ke Kualalumpur, tapi tak
jadi berangkat berhubung tiada biaya. Dan tiga belas mahasiswa
yang lain, yang ikut menandatangani surat pernyataan atas nama
senat masing-masing fakultas di Ul, mendapat peringatan keras.
Prof. Mahar Mardjono hanya mengatakan "Urusan skorsing adalah
urusan saya, saya rektor," ketika diminta komentarnya atas kasus
ini. Hari Minggu van lalu, 7 mahasiswa dipimpin Ghazi Yoesoef
menghadap Mahar di rumahnya. Mahar menerima mereka didampingi
Purek I dan Purek II UI. Agaknya pembicaraan pagi itu belum
selesai, dan Mahar berjanji Senin keesokan harinya melanjutkan
pembicaraan tersebut.
Senin pagi pertemuan jadi berlangsung. Rupanya tak diperoleh
penyelesaian di situ. "Bukan di rektor, tapi di instansi yang
lebih tinggi masalahnya," kata Lukman Hakim kepada TEMPO. Maka
dua delegasi dibentuk satu dikirim ke Dep. P&K, satu lagi ke DPR
Pusat.
Arief Rahman Hakim
Di Dep. P&K, menteri Daoed Joesoef tak bersedia menerima
mereka. Lewat Humas Dep. P&K, Daoed kepada pers menjelaskan
penolakannya: mereka tak lewat prosedur. Seharusnya ada surat
dari rektor dan diketahui pula oleh Dirjen Pendidikan Tinggi.
Dijelaskan pula, Menteri P&K mendukung tindakan penskorsan
beberapa mahasiswa UI oleh sektor, karena mereka ternyata
menyalahi peraturan yang berlaku di UI.
Di DPR delegasi mahasiswa UI diterima Wk. Ketua DPR Kartidjo dan
Mashuri, juga Wk. Ketua Komisi IV Abdul Firman. Kecuali
menyatakan keresahan di kampus UI karena ada skors mahasiswa
akibat Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), disampaikan pula
undangan agar DPR meninjau suasana kampus UI.
Sepulang kedua delegasi ke kampus UI Salemba, ada sedikit
upacara laporan kedua delegasi dan pembakaran gambar Menteri
P&K. Sementara pintu gerbang kampus digembok sejak pagi oleh
mahasiswa. Pintu masuk yang tetap dibuka pintu masuk samping,
sebelah utara Masjid Arif Rahman Hakim. Sejak pagi pula petugas
keamanan -- sejumlah 2 peleton dari Kores 71 Jakarta Pusat --
berjaga jaga di depan kampus UI Salemba, tapi hanya di luar
saja.
Sampai kapan aksi mereka ini? Tak elas. Tapi poster-poster
lebih menuntut dibubarkannya BKK (Badan Koordinasi
Kemahasiswaan) --lembaga kemahasiswaan yang sah berdasar NKK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini