Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ke Cina, dia mencari sepotong hati. Ribuan kilometer itu harus dilalui cendekiawan Nurcholish Madjid demi mendapatkan organ penting ini karena hatinya digocoh hepatitis C. Sebuah ikhtiar yang, alhamdulillah, telah berhasil. "Kondisinya berangsur-angsur membaik," kata Ibnu Sunanto, sahabat yang menemani Nurcholish berobat ke Cina.
Nurcholish, yang lazim dipanggil Cak Nur, mengawali perjalanan ke Cina dua pekan lalu. Ditemani istrinya, Omi Komariah, dan sahabatnya, Ibnu Sunanto, mereka mengunjungi Rumah Sakit Rakyat Taiping, Guangzhou, Cina. Di rumah sakit ini, dia ditangani Profesor Gao Wei, Kepala Pusat Hemodialisis dan Transplantasi Organ RS Taipingprofesor yang telah membukukan sukses operasi pencangkokan hati pada 200 pasien.
Jumat pukul 4 sore, 23 Juli, pentas operasi digelar. Seluruh hati Nurcholish yang telah mengeras akibat digempur hepatitis C diangkat dan disisihkan. Sebagai gantinya, sepotong liver sehat milik seorang donor yang tidak disebut namanya ditanamkan di tubuh Nurcholish. Operasi tuntas dalam enam jam.
Jumat pukul 10 malam, seusai operasi, lelaki berusia 65 tahun ini segera diusung ke ruang perawatan khusus (ICU). Demi mencegah infeksi, tak seorang pun diperbolehkan memasuki ruangan itu. Tidak juga Omi, sang istri. Maklum, infeksi seringan apa pun bakal sangat berisiko bagi Nurcholish.
Syukurlah, perkembangan berikutnya cukup menggembirakan. Sel-sel tubuh Nurcholish telah menampakkan pertanda positif. Hari Senin, kateter dan selang oksigen yang tersambung ke mesin bantu pernapasan sudah dilepas. Ini menandakan organ tubuhnya sudah mulai bekerja. "Pagi tadi, saya cek dokter sudah memberikan latihan minum susu dan bubur halus," kata Ibnu, yang dihubungi TEMPO melalui telepon internasional, Rabu pekan lalu. Menurut Ibnu, Nurcholish sudah berkomunikasi dengan istrinya melalui surat singkat.
Ibnu menceritakan penyakit yang diidap Nurcholish ini. Sepuluh tahun silam, pemuka agama yang juga dikenal sebagai pendiri Yayasan Wakaf Paramadina ini dinyatakan mengidap hepatitis C. Karena kesibukannya, penyakit itu tak pernah sempat ditumpas sampai ke akarnya.
Tahun lalu, kesibukan Nurcholish semakin ketat. Lelaki santun ini sempat hendak mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pemilu 2004. Tentu saja kesibukan menyita energinya habis-habisan. Seabrek pertemuan penting, safari ke berbagai daerah, memadati jadwalnya. "Sudah begitu, pola makan Cak Nur tidak bisa dibilang sehat," katanya. Nurcholish tetap saja rajin menyantap makanan berlimpah lemak seperti masakan padang, sate kambing, dan kepiting.
Tubuh Nurcholish pun berteriak. Dia kerap pusing, lemas, mual, muntah. Selera makannya pun lenyap. Juni lalu, Nurcholish terpaksa menjalani rawat inap di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Serangkaian pemeriksaan menunjukkan bahwa Nurcholish mengalami gagal hati. Rupanya, virus hepatitis C selama ini terus gencar beraksi menggerogoti liver. Polah virus inilah yang membuat sel-sel hatinya mengalami sirosis, yakni mengeras mengerut kehilangan daya. "Fungsi hatinya tinggal 10 persen," kata Dr. Hermansyur Kartowisastro, ahli bedah digestif yang merawat Nurcholish.
Nurcholish tidak sendirian. Saat ini diperkirakan ada 5 juta-7,7 juta orang Indonesia yang mengidap hepatitis Cjumlah yang boleh jadi terus meningkat seiring dengan maraknya pemakaian narkotik lewat jarum suntik secara bergantian. Berbeda dengan hepatitis A dan B, sampai kini para ilmuwan belum menemukan vaksin penangkal hepatitis C. Hal ini tentu menjadikan penyebaran hepatitis C lebih sulit diredam.
Hepatitis C juga sulit dikenali karena gejalanya yang tidak spesifik. Paling-paling pasien hanya mengalami mual, cepat lelah, sakit perut, dan demam, serangkaian gejala yang sering dianggap hanya flu biasa. "Tahu-tahu sudah parah. Hatinya tidak berfungsi baik," kata Hermansyur. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah gagal hati atau gagal liver.
Satu-satunya jalan keluar bagi hati yang telah gagal berfungsi adalah transplantasi atau cangkok liver. Tanpa langkah ini, niscaya tak ada lagi organ yang berfungsi sebagai pencerna lemak dan penyaring racun. Akibatnya, tanpa butuh waktu lama, perembetan terjadi. Seluruh organ gagal berfungsi. Kematian pun cepat menjelang.
Persoalannya, transplantasi liver belum pernah dilakukan di Indonesia. Tindakan ini memang membutuhkan teknologi pasca-operasi yang super-rumit. Pasien mesti dijaga semaksimal mungkin dari segala kemungkinan infeksi demi mencegah komplikasi fatal. Tapi sesungguhnya ini bukan kendala berat. "Biarpun rumit, kita bisa belajar teknologi itu," kata Prof. Dr. Nurul Akbar dari Subbagian Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Problem berikutnya jauh lebih berat. "Tak ada orang mau mendonorkan hatinya," kata Profesor Nurul. Masyarakat Indonesia tidak terbiasa berwasiat menyumbangkan organ tubuh secepat mungkin begitu ajal tiba. Di pihak lain, pilihan menggunakan donor hati dari orang hidup (living donor liver) pun hampir belum pernah terlintas di benak kita. "Anda sendiri apa bersedia menjadi donor hati?" kata Nurul menantang TEMPO.
Pada 1997, Nurul menjelaskan, RS Cipto Mangunkusumo pernah menyiapkan operasi transplantasi hati pada seorang anak. Sang donor, yang tak lain dari ayah kandung si bocah, sudah siap. Rencananya, hati si bapak dipotong separuh dan ditanamkan pada tubuh sang anak.
Sayang, rencana operasi yang sudah rapi-jali tak dapat digelar karena kakek sang anak tidak memberikan izin. Si kakek tidak rela menempatkan ayah si bocah, atau anaknya sendiri, dalam risiko besar.
Padahal sesungguhnya sang kakek tidak perlu kelewat khawatir. Sel-sel liver tergolong gampang tumbuh kembaliregenerasi. Hal ini membuat potongan hati, baik pada donor maupun resipien, terus tumbuh hingga mencapai ukuran normal maksimal dalam tempo setahun. Catatan keberhasilan cangkok hati dengan donor hidup pun lumayan mengesankan. Mayo Clinic di Amerika, misalnya, mencatat 100 persen sukses pada 275 transplantasi hati dengan donor hidup yang dilakukan di Amerika sepanjang tahun 2000.
Pada kasus Nurcholish, Hermansyur akhirnya mengirim sang tokoh menjalani transplantasi hati di luar negeri. Pilihan utama adalah Cina, bukan Australia, bukan pula Singapura. Mengapa? Hermansyur memberikan alasan, di kedua negara itu donor organ tak mudah didapat. Pasien mesti antre sedikitnya satu tahun dalam daftar tunggu. Padahal Nurcholish tak bisa menunggu lama. Dia mesti berpacu dengan waktu.
Kondisi kedua negara tadi amat berbeda dengan Cina. Transplantasi organ sudah jamak dilakukan di negeri itu. Para dokter dan rumah sakit pun turut aktif mencarikan donor. Lazimnya, cuma butuh dua minggu untuk mendapatkan penyumbang organ yang cocok.
Tangan Tuhan pun menolong Nurcholish. Hanya tiga hari dia menunggu, datang donor yang sesuai. Seorang lelaki yang sehat walafiat, yang profil golongan darah dan berbagai faktor antibodinya cocok dengan Nurcholish, siap menjadi donor. Begitu ada kepastian ini, Nurcholish pun segera terbang ke Guangzhou.
Tentu saja perjuangan belum berakhir hanya dengan mendapatkan donor. Seusai menjalani operasi, Hermansyur menjelaskan, Nurcholish tak boleh alpa mengkonsumsi obat yang menekan reaksi penolakan organ cangkokan. Obat ini mesti diminum seumur hidup, sampai ajal benar-benar datang.
Langkah transplantasi pun tak ada guna bila tidak diikuti dengan perubahan pola makan. Makanan berkalori tinggi dan berlemak melimpah, yang memberatkan kerja hati, harus dikurangi, tentu dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan tubuh. Sebisa mungkin pasien juga menjauhi makanan yang bertabur zat-zat kimia pengawet, penyedap, dan pewarna. Sayur dan buah non-organik, yang banyak diberi pupuk kimia dan disemprot pestisida, juga sebaiknya dihindari. Aneka rupa zat non-alami inilah yang telah membuat liver bekerja keras, makin keras, dan akhirnya sang hati pun kelelahan.
Semoga, dengan segenap ikhtiar ini, hati Cak Nur yang lelah mendapatkan daya hidupnya kembali.
Tentang Sakit Hati
Hepatitis A
Menular melalui air atau makanan yang terkontaminasi tinja pengidap hepatitis A. Gejalanya mirip flu, seperti demam, kelelahan, sakit perut, dan terkadang mata penderita berwarna kuning. Bisa sembuh dengan sendirinya bila pasien menggenjot daya tahan tubuh, cukup istirahat, dan banyak minum air putih.
Hepatitis B
Penularan terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh seperti darah, semen, cairan vagina, dan air susu yang terinfeksi. Selain lewat hubungan seks, transfusi, dan jarum narkoba, virus ini bisa menular melalui barang pribadi yang digunakan bergantian secara intensif. Karena itu, sebaiknya alat cukur, handuk, gunting kuku, dan sikat gigi tidak dipakai bersama-sama.
Sebagian hepatitis B, 5-10 persen, berkembang menjadi kanker hati. Vaksin penangkal virus hepatitis B sudah tersedia sejak awal 1980-an.
Hepatitis C
Jalur penularan hepatitis C sama persis dengan rantai penularan hepatitis B. Pada tahap yang belum parah, virus ini bisa dibasmi dengan gabungan obat interferon dan ribavirin. Namun, bila terlambat ditangani, hepatitis C bisa berujung pada kanker dan sirosis (pengerasan) hati.
MCH (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo