Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mengembalikan Cara <font color=#CC3300>Lahir Alami</font>

Kelahiran dengan bedah caesar makin banyak, meski lebih berbahaya. Tindakan penyadaran menjadi tujuan utama pada Bulan Penyadaran Caesar, April ini.

6 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memilih tanggal kelahiran anak agar sesuai dengan momen penting tertentu bukan hal baru. Cucu pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kelahirannya ditepatkan pada 17 Agustus 2008, hanyalah salah satunya. Pemilihan tanggal ini sangat mungkin karena kelahiran melalui bedah caesar (csectio) makin mudah dilakukan berkat kemajuan teknologi dan kemampuan dokter.

”Dalam tiga tahun terakhir, angka sectio meningkat 50 persen,” kata M. Natsir Nugroho, dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Bahkan dokter senior dari Rumah Sakit Islam Pondok Kopi ini yakin, ada rumah sakit yang angka bedah caesarnya mencapai 90 persen. Bandingkan dengan dekade 1980, yang jumlah bedah caesarnya 1525 persen.

Tajamnya peningkatan jumlah pe­rempuan melahirkan dengan cara bedah caesar ini telah menjadi perhatian dunia. Untuk itu, April ini ditabalkan sebagai Bulan Kesadaran Caesar (Cesarean Awareness Month). Pada situs International Cesarean Awareness Network, satu dari tiga perempuan melahirkan dengan cara bedah caesar.

Nah, yang menjadi pertanyaan mendasar: benarkah bedah caesar itu betulbetul diperlukan secara medis? Yang dikhawatirkan, csectio yang ditempuh para calon ibu itu bukan karena alasan medis, seperti panggul sempit, penyakit menular ibu, posisi bayi yang tak memungkinkan lahir normal. ”Bila benarbenar berdasar pertimbang­an me­dis, tidak apaapa,” kata Natsir. ”Tapi, jika caesar dilakukan demi alasan nonmedis, itu wajib diwaspadai.”

Kita tidak bisa menutup mata, banyak sekali bahkan sudah menjadi trenkelahiran caesar yang direncana­kan demi tepat dengan tanggal terten­tu. Tentu kita masih ingat betapa hebohnya para calon orang tua yang ingin bayinya lahir pada 8 Agustus 2008, karena banyak terdapat angka 8—sebagian orang menganggapnya sebagai keberuntungan. Bahkan di Cina, lahir pada tanggal tersebut lebih bersejarah, karena bersamaan dengan pembukaan Olimpiade di Beijing. ”Asal si janin sudah berusia 3638 minggu, pihak orang tua bisa berunding dengan dokter untuk memilih hari melahirkan,” tutur Natsir.

Selain tanggal lahir cantik mungkin meniru ”nomor cantik” di telepon seluler—masih menurut Natsir, ada hal lain yang membuat calon ibu dan keluarganya memutuskan melahirkan caesar di luar pertimbangan medis. Yang terutama adalah minimnya informasi yang diperoleh si calon ibu tentang caesar. ”Bahkan mungkin informasi yang diterima keliru, karena dokternya sendiri yang membentuk pendapat bahwa caesar memang perlu,” kata Natsir, yang meyakinkan Tempo bahwa praktek dokter nakal macam ini banyak terjadi. ”Apalagi bila ’KPD’, kantongnya perlu diisi,” ujarnya sembari tertawa.

Melahirkan caesar jelas butuh biaya lebih besar, minimal tiga kali lipat lebih mahal. Bedah caesar juga hanya butuh waktu lebih singkat dibanding lahir normal, hanya sekitar setengah jam—sedangkan lahir normal tiga hingga enam jam. Kasarannya, bagi dokter yang KPD itu tadi, bedah caesar dianggap sebagai bisnis semata. ”Bahkan mereka tidak segan bekerja sama dengan para bidan agar mengoper calon ibu untuk section,” ujar Natsir, yang juga Sekre­taris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.

Sebenarnya Natsir juga dokter dokter lain yang promelahirkan normal—berharap agar komite medis yang ada di setiap rumah sakit bisa berfungsi dengan baik. Komite ini salah satunya bertugas melakukan audit terhadap tindakan operasi: benarkah operasi dilakukan berdasar indikasi medis. Dengan peningkatan jumlah bedah caesar, seharusnya komite mengaudit, mana tindakan yang diperlukan, mana yang tidak. ”Namun sikap permisif pimpinan pengelola rumah sakit juga turut andil dalam pe­ningkatan jumlah caesar,” kata Natsir.

Sebagai dokter senior di bidang kebidanan dan penyakit kandungan, Natsir paham benar soal pilihan melahirkan alami atau caesar. Menurut dia, faktor terbesar yang mempengaruhi keputusan melahirkan tidak alami adalah si dokter. ”Karena pasien biasanya percaya pada apa kata dokter,” katanya. Jadi, dia menyarankan agar pasien mencari opini pembanding.

Itulah yang dilakukan Indria Sari, 29 tahun. Perempuan yang sedang mengandung anak pertama itu pernah langsung diusulkan bedah caesar ketika berobat ke dokter pada masa kehamilan baru dua bulan. ”Karena ada kebocoran klep jantung saya, meski sangat kecil,” kata Indria, seorang karyawan swasta. Untungnya dia mencari opini pembanding. Hingga masa kehamilan delapan bulan sekarang ini, dia tetap disarankan melahirkan normal oleh dokternya yang sekarang.

Pendapat pembanding dari dokter lain intinya berguna untuk menambah pengetahuan si calon ibu tentang pilihan cara melahirkan. Yang lebih pen­ting adalah memperoleh pemahaman tentang kerugian atau dampak negatif caesar. Dan ternyata selain risiko sakit pascaoperasi yang berlangsung lama—sampai enam bulan—dan luka parut bekas jahitan yang bisa menimbulkan infeksi di kemudian hari, masih ada beberapa risiko yang wajib dipertimbangkan. ”Si bayi bisa terkena cedera pada kepala, dan sistem kekebalan tubuhnya lemah,” ujar Natsir.

Penjelasannya begini. Bila dilakukan bedah caesar, proses kelahiran pasti akan lebih cepat. Padahal itu berisiko pada si bayi, karena ada perbedaan tekanan udara antara di dalam dan di luar kandungan. Nah, yang paling sensitif terhadap perbedaan tekanan udara ini adalah bagian kepala bayi. Bila buruburu dikeluarkan, ada risiko besar terjadinya cedera pada bagian dalam kepala bayi. ”Itulah mengapa, biasanya kepala bayi dikeluarkan terakhir dalam bedah caesar,” tutur Natsir.

Adapun imunitas bayi berkaitan erat dengan proses kelahiran alami. Keti­ka melewati vagina ibu, si jabang bayi mengalami kontak dengan kuman untuk pertama kalinya. Inilah yang membentuk sistem kekebalan tubuh bayi. Sehingga bayi yang lahir alami akan memperoleh imunitas tubuh hanya beberapa jam setelah kelahiran. Sedangkan yang melalui caesar, sistem imunitasnya baru terbentuk dalam waktu enam bulan. ”Itulah yang membuat bayi caesar lebih mudah terkena penyakit di usia dini, dan kemungkinan besar punya alergi,” tutur Natsir.

Penjelasan tentang risiko bedah caesar perlu lebih disebarluaskan. Di nega­ra maju, bahkan makin banyak penelitian tentang dampak negatifnya ­(lihat ”Risiko Caesar”). Jadi, tidak perlu bingung seperti memilih partai dalam pemilihan umum, pilihan melahir­kan alami jelas lebih baik.

Bina Bektiati

Risiko Caesar

Telah banyak penelitian yang membuktikan, melahirkan melalui bedah caesar lebih banyak memiliki dampak buruk, baik bagi si ibu maupun bayi.

Risiko Ibu

  • Perdarahan hebat, pembekuan darah, gangguan usus besar, rasa sakit yang lebih lama, infeksi pada bekas luka bedah, dan sakit pada selangkangan.
  • Lebih rentan terhadap serangan stroke.
  • Harus dirawat di rumah sakit lebih lama, dan kemungkinan besar akan kembali masuk rumah sakit.
  • Menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi. Ini antara lain karena tidak merasakan pengalaman proses melahirkan.
  • Tidak segera memiliki keharmonisan dan kontak batin dengan bayi, sehingga kemungkinan memiliki perasaan negatif terhadap anaknya lebih besar.
  • Penelitian membuktikan lebih sedikit bayi lahir caesar yang mendapat air susu ibu dibanding yang alami.
  • Menimbulkan masalah reproduksi seperti berkurangnya kesuburan, kehamilan di luar rahim, berbagai gangguan plasenta, dan kerusakan rahim.

Risiko Bayi

  • Terluka ketika proses caesar, meski kemungkinannya kecil.
  • Kesulitan bernapas selama proses caesar.
  • Terkena asma pada masa anak atau dewasa.
  • Kerusakan saraf.
  • Kerusakan otak dan sumsum tulang belakang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus