Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mengenali Keliaran <font color=#FF9900>Asam Lambung</font>

Nyeri lambung umumnya akibat pola hidup tak teratur dan stres. Bisa juga karena sakit jantung. Menjelang pemilihan umum, jumlah pasien asam lambung meningkat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tak terlepas dari serangannya.

23 Maret 2009 | 00.00 WIB

Mengenali Keliaran <font color=#FF9900>Asam Lambung</font>
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MENJELANG pemilihan umum, ruang praktek Ari Fahrial Syam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, banyak disambangi politikus. Ini tak ada hubungannya dengan kampanye partai politik. Mereka mendatangi spesialis gasteroenterologi—ilmu tentang pencernaan—itu untuk berobat. Keluhannya antara lain perut melilit, mual, muntah, sesak napas, dan otot kaku.

Salah satu pasien Ari, petinggi sebuah organisasi politik—tak usahlah disebut namanya—”terinspirasi” memeriksakan diri setelah muncul berita sakitnya Susilo Bambang Yudhoyono. Kamis dua pekan lalu, Presiden memang batal hadir pada Penyerahan Bantuan Langsung Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat Tahun 2009 di Pangkajene, Sulawesi Selatan. Penyebabnya? ”Nyeri lambung dan kelelahan,” kata Yudhoyono kepada wartawan.

Memang, nyeri lambung adalah salah satu sinyal ketidakberesan dalam tubuh. Gejalanya tak bisa dipukul rata pada setiap orang—tergantung ketahanan tubuh masing-masing. Penyebabnya bisa akumulasi kelelahan dan gaya hidup tak sehat, seperti makan dan tidur tak teratur, terlalu banyak rokok dan kafein, juga stres.

Ada juga nyeri lambung lantaran kelainan di organ pencernaan, tapi jumlahnya relatif sedikit. Dokter Ari mengatakan, setelah diendoskopi (prosedur medis meneropong bagian dalam tubuh), 70 persen lebih pasien nyeri lambung yang diteliti di lima kota besar di Indonesia bukan disebabkan oleh kelainan struktur anatomi. Artinya, yang menjadi ”tertuduh” adalah gaya hidup tak teratur.

Sebelum bicara tentang nyeri lambung, mari berkenalan dulu dengan asam lambung. Setelah diserap di usus halus, makanan dicerna di lambung yang antara lain melibatkan asam lambung ini. Selain untuk proses pencernaan makanan, asam lambung berfungsi mematikan kuman yang masuk lewat makanan.

Selama berada di lokasi yang benar dengan proporsi yang tepat, asam lambung sangat dibutuhkan tubuh kita. Nah, masalah baru timbul ketika jumlah asam lambung tak terkontrol dan ”berjalan-jalan” ke bagian tubuh lain.

Produksi asam lambung yang tak terkontrol menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Maka timbullah maag atau dalam bahasa medisnya: dispepsia. Gejalanya antara lain lambung perih, terutama jika terlambat makan, perut kembung, sering bersendawa, mual, dan kadang disertai muntah. Pasien yang sudah parah bahkan bisa sampai pingsan kalau penyakitnya kambuh.

Ada dua macam dispepsia, yaitu fungsional dan organik. Dispepsia fungsional adalah gangguan fungsi lambung akibat pola makan tak teratur, doyan camilan berlemak, kopi, dan minuman bersoda, juga stres dan kebiasaan merokok. Menurut Ari, pada maag jenis ini, kondisi lambung si penderita sebenarnya normal. Namun, karena pola makan tak tertib, asam lambung bergejolak sehingga menimbulkan gangguan pencernaan.

Lain halnya dispepsia organik. Jenis maag ini disebabkan oleh luka di lambung dan usus dua belas jari, akibat antara lain infeksi kuman helicobacter pylori—bakteri merugikan yang mendiami lambung dan usus halus. Jika sudah parah, bisa terjadi perdarahan di usus penderita.

Sedangkan yang dimaksud dengan asam lambung ”berjalan-jalan” ke bagian tubuh lain adalah gastroesophageal reflux disease, cairan lambung mengalir balik ke kerongkongan. Akibatnya antara lain kerongkongan panas, muntah, dada seperti terbakar, asma, kerusakan pita suara, sinus, dan sakit gigi. Penyebabnya, ya, produksi asam lambung yang meningkat akibat gaya hidup tak sehat tadi. ”Penyakit ini sudah lama menjadi tren di kalangan eksekutif,” tutur Ari.

Kembali ke sakit perut Yudhoyono. Hasil diagnosis Tim Dokter Kepresidenan menunjukkan nyeri lambung yang diderita Presiden memang disebabkan oleh peningkatan asam lambung akibat kecapekan. Yudhoyono hanya perlu beristirahat beberapa hari dan kembali bertugas, tapi kondisi kesehatannya terus dipantau.

Meski begitu, tak semua nyeri lambung disebabkan oleh kenaikan asam lambung akibat kelelahan semata. Bisa saja nyeri sebenarnya terjadi di ulu hati akibat penyakit jantung atau batu empedu. Penderita nyeri lambung akan merasa perutnya nyaman kembali begitu meminum obat antasida biasa. Yang mesti diwaspadai adalah nyeri tak lenyap meski sudah menelan obat.

Cara mendeteksinya memang harus dengan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan mewaspadai ciri-cirinya. Salah satu hal yang membedakan nyeri lambung dengan sakit jantung, kata Ari, sakit berawal di ulu hati bagian kiri, menjalar ke tangan kiri, lalu ke belakang tubuh. Setelah diberi obat antasida, nyeri tak juga lenyap. Gejala ini wajib diwaspadai terutama bagi mereka yang berisiko tinggi terkena sakit jantung: pria, berusia di atas 40 tahun, gemuk, dan perokok.

Yang jelas, kata Ari, memang penyebab utama gangguan asam lambung adalah gaya hidup tak sehat dan stres berlebih. Ia menyebut hubungan antara otak dan tubuh (brain-gut axis). Kalau ada yang tak beres di simpul saraf, reaksi akan muncul di bagian-bagian tubuh yang lain. Ari mencontohkan, ”Jika seseorang dilanda stres, asam lambungnya langsung naik dan muncullah aneka keluhan fisik.” Tak selalu urusan asam lambung, ruwet di otak juga bisa menyebabkan otot kaku, sesak napas, sakit paru-paru, dan lainnya. Semua bergantung pada ketahanan tubuh tiap individu.

Kesibukan mungkin sulit dilawan. Banyak profesi yang memang membuat orang setiap saat bergelut dengan tingkat stres tinggi serta pola makan dan tidur yang tak teratur. Yang perlu dilakukan adalah menyiasati kondisi ini sebaik-baiknya. Ari memberikan sejumlah tip.

Pertama, tidur mesti cukup. Idealnya enam jam setiap malam. Kalaupun kurang, usahakan bisa mencuri-curi waktu tidur atau beristirahat di sela kegiatan siang hari. Kedua, makan harus teratur. Setidaknya empat jam sekali perut harus selalu diisi. Tidak harus dengan nasi atau makanan ”berat” lain. Cukup dengan biskuit, buah-buahan, ataupun roti dan kue yang tak mengandung cokelat atau keju—dua bahan makanan ini membuat lambung bekerja lebih keras dan memperlambat pengosongan isi lambung. Ketiga, tak bisa lain: kurangi stres.

Yang juga bisa dilakukan untuk mengurangi risiko gangguan asam lambung adalah mengunyah lebih lama. Dokter Ari pun membeberkan sistem kerja saluran pencernaan yang dibagi dua golongan: saluran cerna atas dan bawah. Saluran cerna atas dimulai dari rongga mulut sampai usus dua belas jari. Sedangkan bagian bawah dari usus dua belas jari distal (bagian bawah) hingga anus. Mengunyah perlahan, selain membuat makanan sudah lebih halus ketika ditelan, menjadikan lambung mencerna sedikit demi sedikit—tidak ”borongan”, yang potensial menyebabkan gangguan pencernaan.

Penderita gangguan saluran cerna atas mengalami nyeri ulu hati, mual, muntah, kembung, nafsu makan berkurang, cepat kenyang, dan sering bersendawa. Sedangkan gangguan pencernaan bawah ditandai dengan perut membesar, buang angin berlebihan, dan sembelit. Menurut Ari, gangguan saluran cerna bawah ini umumnya disebabkan oleh infeksi usus besar dan usus halus, gangguan penyerapan atau malabsorpsi, usus sensitif, dan yang terparah: tumor usus.

Nyeri lambung dan penyakit-penyakit yang menyertainya memang bukan hal baru. Namun, kata dokter Ari, menjelang pemilu, wajar jika politikus adalah salah satu ”profesi” yang paling dilanda stres. Menurut Ari, kecenderungan ini sama halnya dengan banyak orang Aceh yang didera stres seusai tsunami. Atau banyak pialang yang mengalami depresi ketika krisis ekonomi menghantam lantai bursa.

Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus