Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Busaha pengantin keluarga kerajaan memang sangat membuat publik ingin tahu. Akhir pekan ini Keraton Pura Pakualaman sedang berpesta melaksanakan pernikahan Putra Mahkota Paku Alam X dan pasangannya. Pernikahan Putra Mahkota Keraton Pura Pakualaman Yogya Bendara Pangeran Hario (BPH) Kusumo Bimantoro dengan Maya Lakshita Noorya bertajuk Dhaup Ageng pada 5-6 Januari 2019 menampilkan mempelai dengan balutan batik nan sakral.
Baca: Pernikahan Putra Mahkota Paku Alam X, Jokowi Hadir 10 Menit Saja
Pasangan pengantin dan keluarga menggunakan motif batik Surya Mulyarja. "Motif Surya Mulyarja dibuat bersumber pada iluminasi naskah Sestradisuhul tahun 1847 yang diciptakan pada masa kepemimpinan Paku Alam II," ujar Indrokusumo, Ketua Umum Panitia Dhaup Ageng 5 Januari 2019.
Prosesi Panggih Dhaup Ageng Putra Mahkota Paku Alam X/Pura Pakualaman
Batik Motif Surya Mulyarja merupakan manifestasi karakter Batara Surya dalam Asthabrata. Adapun karakter utama Batara Surya yang tersurat dalam Naskah Sestradisuhul yakni perilaku cermat, dermawan, dan memotivasi para murid untuk rajin berusaha agar dapat hidup sejahtera lahir dan batin.
Prosesi Panggih Dhaup Ageng Putra Mahkota Paku Alam X/Pura Pakualaman
Motif batik Surya Mulyarja secara etimologi berasal dari kata surya yang berarti ‘matahari’ sebagai representasi Batara Surya, mulya berarti luhur, dan arja berarti selamat. "Jadi Surya Mulyarja secara umum bermakna doa atau harapan untuk meneladani karakter luhur Batara Surya," ujarnya.
Prosesi Panggih Dhaup Ageng Putra Mahkota Paku Alam X/Pura Pakualaman
Terpisah, Panita Prosesi Adat Dhaup Ageng Mas Ngabehi Citropanambang menuturkan upacara pernikahan Dhaup Ageng Putra Mahkota Pura Pakualaman menandai kembali pada tradisi gaya Yogyakarta. Hal ini berdasar dari titah Sri Paduka Paku Alam IX yang menginginkan adat tradisi Pura Pakualaman kembali ke Yogyakarta.
Prosesi Panggih Dhaup Ageng Putra Mahkota Paku Alam X/Pura Pakualaman
Titah tersebut dikuatkan dengan keinginan serta semangat Paku Alam X yang bertahta saat ini ingin mengembalikan pada tradisi Yogyakarta. "Sebab memang kodratnya sudah tradisi Yogyakarta karena Paku Alam I merupakan putra Sri Sultan HB I. Hanya saja pada masa Paku Alam VII dan VIII cenderung pada tradisi Surakarta karena saat itu Paku Alam VII menjadi menantu Sunan Paku Buwono X," ujar Citra.
Baca: Pernikahan Putra Mahkota Paku Alam X, Intip Makna Prosesi Siraman
Tradisi gaya Yogyakarta ini diwujudkan dengan sangat kental pada tiap prosesi. Mulai dari riasan atau paes, busana pengantin, iringan gending dan lainnya. Untuk paes dan busana pengantin yang dikenakan mempelai Dhaup Ageng seperti halnya gaya busana pengantin Yogyakarta, yakni Paes Ageng atau Basahan berkiblat pada tata rias Kraton Yogyakarta. "Paling terlihat pada penggunaan kainnya, yakni Surya Mulyarja yang khas Pakualaman. Sedang lainnya secara umum tidak ada perbedaan berarti karena Pakualaman dan Keraton Yogyakarta memiliki akar adat budaya serta leluhur yang sama," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini