Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KATA ”Amerika” membuat Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih ”alergi”. Saat membacakan pidato pembukaan Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) XI di Jakarta Convention Centre, Rabu pekan lalu, terdapat data tentang pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dalam teks.
”Datanya jangan dari Amerika melulu, dong, dikira Bu Endang dekat dengan Amerika. Tahun depan, insya Allah kalau saya masih membuka acara ini, datanya dari Indonesia, ya?” katanya di hadapan para peserta kongres. Aplaus pun membahana. Dengan suara lirih, tak meledak-ledak, Endang, yang pagi itu mengenakan baju abu-abu dipadu celana panjang warna sama, santai melanjutkan pidatonya.
Menteri Kesehatan pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dipanggil ke Cikeas hanya beberapa jam sebelum pengumuman kabinet. Dia menggantikan calon sebelumnya, dokter spesialis bedah mata Nila F. Moeloek. Kemunculannya yang dianggap tiba-tiba itu membuat orang mempertanyakan keterpilihannya.
Yang paling nyaring, Endang dianggap mewakili kepentingan Amerika karena dekat dengan Unit Riset Angkatan Laut Amerika Serikat (Naval Medical Research Unit) atau Namru 2. Menteri pengganti Siti Fadilah Supari ini juga dituduh pernah membawa virus tanpa izin ke Hanoi, Vietnam, sehingga dia digeser dari jabatan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi Departemen Kesehatan.
Hujan tudingan terhadap Endang ini membuat Komisi IX Bidang Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat memanggilnya untuk menjelaskan permasalahan itu. ”Kehadirannya penting untuk klarifikasi atas tuduhan menjual virus dan sosialisasi program kesehatan,” ujar Ketua Komisi Ribka Tjiptaning. Tapi Endang lebih memilih membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit dan mempersiapkan bahan untuk pertemuan para menteri baru di National Summit. ”Kita kerja dulu, dong,” katanya. Kebetulan pula Ketua DPR melarang Komisi Kesehatan memanggil Menteri tanpa alasan yang jelas.
Adapun tentang berbagai tuduhan, perempuan kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, 54 tahun lalu itu membantah. Endang menyatakan tidak menjual virus ke asing, juga menyangkal jika dikatakan bekerja untuk badan intelijen negara lain. Soal kedekatannya dengan Amerika, Endang menganggap itu sebatas perannya sebagai peneliti senior. ”Saya harus dekat dan bekerja sama dengan banyak pihak. Kedekatan saya bukan atas nama pribadi,” ujarnya.
Menurut peraih doktor kesehatan masyarakat di Harvard School of Public Health, Boston, Amerika, itu, kerja sama internasional di bidang kesehatan penting, terutama dalam penanganan penyakit menular. ”Kita tak mungkin sendirian. Tapi bentuknya harus setara, transparan, dan menguntungkan kedua belah pihak. Jangan merugikan negara kita,” katanya.
Bekas Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat Waepare, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, ini juga berpendapat, bagi Indonesia, kerja sama internasional dalam penanganan penyakit menular bernilai strategis. Sebab, arus lalu lintas transportasi makin memudahkan mobilisasi orang dan mempercepat penyebaran penyakit antarnegara. ”Tidak mungkin mengurung diri menyelesaikannya,” ujarnya.
Memang, kerja sama tidak dengan satu negara saja. Menurut Endang, semua bentuk kerja sama kesehatan dengan pihak asing yang sifatnya baik akan dilanjutkan. ”Saya memang dekat dengan lembaga kesehatan luar negeri, tapi saya tidak berpihak kepada mereka,” ucap mantan peneliti penyakit menular di markas besar Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, itu. Begitu juga dengan Namru, Menteri Endang berjanji akan melihat dulu bentuk kerja samanya.
Selain kerja sama internasional, Endang berjanji akan mereformasi sistem kesehatan, terutama terkait dengan pelayanan kesehatan. ”Paradigmanya harus diubah dari dokter oriented ke pasien oriented,” kata istri dokter spesialis kandungan Reanny Mamahit itu.
Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir, menurut Endang, belum diikuti peningkatan kualitas layanan. Terbukti dari 1.292 rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia, baru 60 persen di antaranya yang terakreditasi. ”Dari yang sudah terakreditasi pun, belum semuanya menerapkan prosedur standar perlindungan pasien,” ujar peneliti yang dikenal teman-temannya di Pusat Penelitian Departemen Kesehatan sebagai perempuan bergelang kaki itu.
Karena itulah, menurut bekas Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang ini, rumah sakit yang bersifat global perlu ada. Rumah sakit berstandar global punya standar untuk tanggap dan tepat dalam menangani pasien. Pengobatan seorang pasien harus dilakukan secara terpadu agar jelas pengambilan keputusan pengobatannya. ”Pasien tidak lagi menunggu, tidak ditanya ada uang atau tidak, tapi langsung dilayani,” ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1979, ini.
Sebagai dokter yang lama di bidang penelitian, Endang berpesan agar semua dokter dan perawat mendokumentasikan segala sesuatu yang dikerjakan atas pasiennya. ”Jika ada masalah hukum di pengadilan, dokter bisa membuktikan apa yang dilakukan,” ujarnya.
Soal ketelitian dan kerajinan mencatat, Endang memang sudah teruji. Bekas atasannya saat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis, doktor Erna Tresnaningsih, mengakui bahwa Endang adalah tipe peneliti. ”Bahasa Inggrisnya juga bagus,” kata Erna.
Pujian serupa datang dari Direktur Jenderal Pelayanan Medik Dokter Farid W. Husain. ”Dia familiar dengan jajaran eselon satu dan biasa di Departemen Kesehatan,” kata Farid. Dengan demikian, dalam rapat pertama di departemen, Endang meminta timnya agar meneruskan program yang direncanakan di departemen, termasuk berpesan agar jaminan kesehatan masyarakat lebih berpihak kepada rakyat biasa.
Menteri Endang berharap bisa menerapkan prepaid system dalam masa jabatannya ini. Dalam sistem ini, setiap orang wajib ikut asuransi dengan premi yang disesuaikan dengan pendapatan. Warga miskin bisa membayar premi dengan jumlah sangat kecil. Namun, bila mereka sakit, bisa langsung memanfaatkan dana asuransi yang terkumpul. Cara ini mengikuti model di Inggris. ”Prepaid diutamakan untuk orang miskin,” kata Endang.
Memang banyak persoalan yang akan dihadapi Endang. Masih terngiang tuduhan-tuduhan dan setumpuk rencana yang belum lagi dikerjakan, 300 peternak asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengadukannya ke parlemen di Senayan. Endang dianggap telah mengambil sampel darah peternak di tiga kecamatan di Kabupaten Sukabumi: Cicurug, Cikembar, dan Kebonpedes, pada 2007. ”Pengambilan sampel darah tersebut dilakukan karena pada 2005 di daerah tersebut terdapat unggas yang positif terkena flu burung,” kata Ketua Kelompok Peternak Rakyat Ayam Kampung Sukabumi Ade M. Zulkarnain.
Siap diadukan, Bu Menteri? Endang, yang siang itu berkuteks kaki warna ungu, hanya tersenyum. Ia membuka jendela mobil dinasnya, RI-30, mengambil kartu nama Tempo, dan berlalu dari Jakarta Convention Centre untuk kembali ke kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Terkesan, ia siap menghadapi tantangan.
Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo