Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Menu Nabati di Rumah Sakit

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kumandang azan magrib tinggal beberapa menit lagi. Satu demi satu, karyawan Rumah Sakit Royal Progress, Sunter, Jakarta Utara, mulai datang dan antre di Royal Cafe, di lantai dasar rumah sakit. Beragam menu bisa dipesan di sini, seperti nasi timbel ayam kremes, bubur ayam, capcai, nasi goreng seafood, bakso, dan pangsit. Di luar itu, tersedia juga rendang, ampela, dan tempe. Untuk melepas dahaga, karyawan, dokter, dan pasien atau keluarganya bisa memesan teh, kopi, atau jus buah.

Sekilas, tak ada perbedaan antara menu Royal Cafe dan kafe atau restoran lain. Apalagi, jika pesanan sudah terhidang di depan mata, lalu dicicipi, misalnya ampela atau rendang, rasanya mirip dengan lauk serupa yang dipesan di restoran Padang.

"Padahal tak ada unsur daging dalam menu tersebut. Semuanya berasal dari bahan nabati. Ini kafe vegetarian," kata Agus Dewantoro, koki setempat, saat ditemui di dapur kafe pertengahan Agustus lalu. Misalnya, ampela dibuat dari bonggol jamur, rendang dari batang jamur, ayam kremes dari sari kedelai yang dibentuk mirip nugget, sedangkan udang terbuat dari kedelai yang dihancurkan dan dicampur rumput laut. "Rasanya enak juga," ujar Karsono, karyawan parkir rumah sakit.

Menurut Derice A. Sumantri, Direktur Pemasaran RS Royal Progress, menu vegetarian diterapkan di rumah sakit ini sejak 1998. Sebelumnya, menu makanan rumah sakit yang berdiri pada Juni 1990 dan semula bernama RS Medika Gria ini sama dengan rumah sakit kebanyakan: menu campur-campur, termasuk berbahan hewani. "Kami rumah sakit pertama nonreligius yang menjadi vegetarian," katanya.

Pilihan vegetarian ini tak lepas dari sikap Bambang Sumantri, pendiri RS Royal Progress—nama yang dipakai sejak 2007, yang juga Chairman Progress Group. Pada 1997, menurut Derice, ayahnya itu ingin menerapkan pola makan vegetarian seratus persen. Untuk mewujudkan keinginannya, Bambang mencoba menjadi vegetarian dua hari dalam sebulan. Sebulan kemudian, dosisnya ditingkatkan menjadi vegetarian pagi sampai siang. Tak ada hambatan, sebulan kemudian, menu makannya seratus persen menu vegetarian.

Bambang menjadi vegetarian setelah Lina Hidayat, istrinya, divonis mengidap kanker leher rahim stadium tiga pada 1997. Bahkan dokter sempat menyebutkan usia Lina tinggal beberapa bulan. Agar harapan hidup Lina lebih panjang, berbagai upaya dilakukan Bambang dan keluarganya. Saat itulah mereka mendapatkan hasil riset dari beberapa dokter di Cancer Centre Mayo Clinic, Amerika Serikat, dan beberapa universitas besar di Eropa ihwal manfaat vegetarian. Para ahli itu menyatakan diet vegetarian bisa memperlambat perkembangan sel kanker.

Berbekal informasi itulah Lina menjalani hidup sebagai vegetarian. Bambang dan keluarganya menjalani hal serupa untuk memberikan dukungan. Dan pilihan itu berbuah manis: Lina bisa menikmati hidup setahun lebih lama dari perkiraan dokter.

Sejalan dengan gaya hidup vegetarian di keluarganya, Bambang pun menularkan pilihannya itu kepada karyawan di rumah sakit. Dengan bantuan dokter dan ahli gizi, hal serupa disampaikan kepada para pasien. "Dari berbagai penelitian, terungkap bahan nabati lebih menunjang misi kami, yakni memberikan makanan terbaik dalam masa penyembuhan pasien," kata Derice.

Manajemen rumah sakit percaya, selain bisa menekan pertumbuhan sel kanker, bahan nabati bermanfaat mengurangi risiko sejumlah penyakit, seperti sakit jantung, batu empedu, atau kegemukan. Selain mengimpor, untuk memenuhi kebutuhan bahan yang menyehatkan itu, pihak rumah sakit membelinya dari produsen lokal di sekitar Sunter.

"Tubuh lebih sehat, dan berat badan saya turun beberapa kilogram," kata Aretha Dione, karyawan rumah sakit di bidang pemasaran, yang "tertular" menjadi vegetarian. "Saya akan menerapkan pola ini di keluarga."

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus