KESULITAN memasukkan hormon insulin ke tubuh lewat mulut mulai terpecahkan. Sukses yang dilakukan Chris Orving dan koleganya dari University of British Columbia, AS, akan memberi harapan bagi penderita diabetes melitus. Selama ini penderita kencing manis direpotkan dengan perangkat injeksi jarum suntik. Diabetes disebabkan kekurangan insulin, suatu hormon yang diproduksi pankreas dan berfungsi mengatur metabolisma glukosa. Agar mereka mampu bertahan, penderita diabetes harus memasukkan insulin lewat suntikan. Selama ini, memasukkan lewat mulut membuat insulin kehilangan keampuhannya, sebab hormon tersebut sebelum mencapai darah akan dilumatkan oleh sistem pencernaan. Pernah juga dicoba sistem pemberian insulin lewat semprotan ke hidung, yang disebut nasal insulin. Metode ini mahal, yaitu tiga kali lipat dibandingkan dengan sistem suntik. Apalagi model semprotan itu masih dipandang kurang praktis karena beberapa pasien harus menenteng alat itu. Inilah yang membuat pengembangan pengobatan penderita diabetes kemudian diarahkan pada pemberian lewat oral. Metode pengobatan baru ini tercetus setelah para ahli menemukan suatu senyawa kimia yang disebut bis (maltolato) oxovanadium (IV) yang diharapkan dapat berfungsi seperti insulin. Penemuan itu dilaporkan oleh Journal of Medicinal Chemestry belum lama ini. Ketika dicoba, para ahli memasukkan senyawa itu secara oral dalam percobaan tikus. Hasilnya, kadar gula darah binatang tersebut mengalami penurunan drastis ke arah normal. Rintisan penemuan obat diabetes oral itu bermula pada akhir tahun 1970-an, Lewis Cantley bersama koleganya dari Universitas Harvard di AS berhasil menemukan sodium orthovanadate. Bahan itu berfungsi menghambat enzim AT Pase. Enzim ini mengubah glukosa dalam tubuh menjadi energi. Para peneliti kemudian menemukan di dalam selsel darah merah, ion vanadate yang berubah menjadi ion vanadyl yang aktif. Ion vanadyl diduga mampu bekerja sama dengan penghambat enzim ATPase alamiah yang normal dalam tubuh yang dikenal sebagai cardiac glycosides. Sejak itulah penelitian terhadap aktivitas insulin yang berisi vanadium dikembangkan. Ion vanadate memang telah diketahui berfungsi mengurangi kadar gula dalam darah yang kelewat tinggi. Namun ada hambatan besar untuk menggunakannya sebagai pengganti insulin. Pertama, bahan itu sangat sulit diserap oleh dinding usus karena tidak mudah diberikan secara oral dalam bentuk tablet. Kedua, untuk mencapai dosis yang cukup menyerupai insulin dibutuhkan cukup banyak ion vanadate. Ini justru berbahaya karena meracuni tubuh. Namun kedua sifat buruk dari ion vanadate tadi agaknya mampu diredam tim British Columbia. "Komponen yang kami kembangkan lebih mudah diserap usus dan tidak berbahaya," kata Orving. Caranya, dengan memodifikasi senyawa vanadium menjadi vanadyl yang telah diketahui berfungsi aktif melawan diabetes. Peneliti menggabungkan maltol, suatu turunan senyawa pyrone dengan vanadyl sulfat. Setelah menaikkan kadar basanya (alkalinitas), larutan itu kemudian digodok selama beberapa jam hingga terbentuk suatu campuran padat berwarna ungu hijau gelap. Padatan inilah yang dijadikan tablet. Sejumlah 42 ekor tikus yang dijadikan percobaan, setelah empat minggu mendapat tablet ion vanadate, gula darahnya melorot secara nyata. "Kendati tidak serendah tikus yang sehat, masih dalam batas wajar," kata Orving. Namun para peneliti juga menemukan, setelah obat itu diberikan pada tikus-tikus yang menderita diabetes malah menjadi kurang doyan makan karena terjadi penurunan konsumsi mencapai 40%. Gatot Triyanto dan Bambang Purwantara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini