Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Aktor Mawar Eva de Jongh menggunakan rajutan buatannya sebagai kado.
Banyak juga pemuda yang gandrung merajut dan berhasil melawan komentar negatif.
Kelas merajut kian banyak digelar dan diminati.
ADA satu kegiatan yang hampir tak pernah dilewatkan Mawar Eva de Jongh di sela-sela kesibukan menjalani syuting. Aktor ini selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk merajut. Sudah empat tahun ia melakukannya. “Kayak ketagihan gitu," katanya kepada Tempo, Rabu, 12 Februari 2025, di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mawar belajar merajut secara otodidaktik. Berbagai produk telah ia buat, dari tas, selimut, hingga pakaian kucing. Rajutan itu kerap ia berikan kepada orang-orang terdekatnya sebagai kado. "Rasanya jadi ikut happy banget kalau mereka senang dengan rajutan yang aku buat," ucap perempuan 23 tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Mawar, merajut bisa menjadi pelarian di tengah syuting yang kadang membuat stres. Kegiatan itu juga membuatnya bisa menyelami gaya hidup yang lebih ugahari karena ia dapat sedikit berhemat dengan memproduksi aksesori sendiri.
Mawar bukan satu-satunya anak muda yang ketagihan merajut. Semula kerap dianggap sebagai aktivitas orang tua atau hobi oma-oma, merajut kini kian digandrungi kawula muda. Mereka menekuni kerajinan ini sebagai sekadar hobi, mencari efek terapinya, atau menjadikannya alat mencari peluang ekonomi.
Ari Ramadan salah satunya. Pada Sabtu, 8 Februari 2025, mengenakan luaran berbahan rajut, ia duduk di salah satu sudut kafe di Jakarta. Ia anteng melakukan kegiatannya, tak peduli akan keriuhan di sekitarnya.
Di atas meja di depannya, terdapat gulungan benang berkelir kuning. Untaiannya terhubung dengan sebuah rajutan yang baru setengah jadi. Ari menjalin benang dengan sebuah hakpen atau jarum rajut. Bak memegang pena, dia terus menggerakkan hakpen di tangan kanannya untuk melilit benang, memasukkannya ke lubang, lalu menariknya hingga membentuk simpul. "Aku lagi bikin sarung botol minum," ujarnya kepada Tempo.
Ari menekuni kegiatan merajut sebagai hobi sejak 2022. Ia awalnya melihat rekan kerjanya yang menggunakan tas jinjing rajutan ke kantor dan tertarik memilikinya. Rupanya, rekan kerjanya membuat sendiri tas tersebut. Ia akhirnya belajar merajut dengan teknik crochet kepada temannya itu. Dalam dua jam, Ari sudah mampu menguasai teknik dasar, seperti membuat tusuk rantai. "Sisanya explore sendiri sambil belajar dari YouTube," katanya.
Ari Ramadan dan kreasi boneka rajutan amigurumi di Jakarta, 8 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Selain crochet, ada teknik knitting. Keduanya sama-sama menggunakan benang sebagai bahan dasar. Bedanya, knitting membutuhkan sepasang jarum dalam pembuatan suatu produk, sementara crochet cukup memerlukan satu hakpen.
Kemampuan merajut Ari terus berkembang seiring dengan waktu. Awalnya ia sering membuat produk rajutan yang mudah, seperti tempat botol. Belakangan, ia tertantang menciptakan produk yang lebih rumit, seperti boneka atau dikenal sebagai amigurumi. Kini sudah puluhan produk rajutan ia hasilkan, dari bunga mawar, boneka, baju, sandal, hingga tempat telepon seluler.
Merajut membutuhkan ketelitian dan fokus. Menurut Ari, untuk membentuk suatu wujud, ada hitungan dalam setiap tusukan. Jika salah, bentuk rajutan bisa-bisa tidak simetris. Tiap produk pun memiliki kesulitan dan tantangan tersendiri. Rajutan boneka Ariel—tokoh fiksi putri duyung dalam animasi Disney—adalah karya tersulit yang pernah ia buat. Ia menghabiskan satu pekan hanya untuk merajut rambut boneka itu yang ikal dan berwarna merah.
Ari adalah kreator konten dengan lebih dari 200 ribu pengikut di Instagram. Video-videonya saat merajut pun mendulang banyak penonton. Berbagai komentar meramaikan kontennya, termasuk yang bernada negatif yang mempersoalkan sosok Ari sebagai lelaki yang memilih hobi merajut.
Komentar yang menghakimi itu pernah membuat Ari berhenti membuat konten. Kepercayaan dirinya terpukul. Namun keterpurukan itu tak berlangsung lama, antara lain berkat dukungan teman-temannya. "Kalau komentar buruk, ya sudah, aku abaikan. Merajut pekerjaan semua gender," ujarnya.
Ari menjelaskan, aktivitas merajut berasal dari Timur Tengah dan awalnya merupakan pekerjaan laki-laki. Pada zaman sekarang, ia pun menemukan banyak pria di berbagai negara yang memiliki hobi merajut. Salah satunya Tom Daley, atlet loncat indah asal Inggris, yang viral pada Agustus tahun lalu karena kedapatan merajut sweter saat menonton Olimpiade Paris 2024.
•••
ABDULLAH Faqih, 24 tahun, juga sering menemukan reaksi heran orang yang melihatnya merajut. Tapi ia tak terpengaruh. Ia justru kian bersemangat mengedukasi dan mengajak anak muda lain sepertinya agar akrab dengan kegiatan merajut.
Pemuda asal Matraman, Jakarta Timur, itu mulai tekun merajut pada 2022. Ia belajar sendiri dari YouTube. Produk pertamanya adalah tas, yang hasilnya tak sesuai dengan harapan karena bentuknya tak karuan. Setelah terus berlatih, ia makin terampil menjalin benang. Sebagai pencinta lingkungan, ia memadukan rajutan dengan konsep daur naik atau upcycle.
Ia pernah membuat tas rajutan berbentuk angsa hitam. Pada bagian tali, Faqih menggunakan tutup kaleng minuman bekas yang dilapisi benang. "Jadi kayak bulu-bulu angsa," katanya dalam wawancara daring, Sabtu, 8 Februari 2025.
Ada pula karyanya yang viral di media sosial. Faqih membuat pakaian atasan berbentuk kupu-kupu dengan merajut kantong plastik yang dipotong dan disambung seperti benang. Videonya disaksikan lebih dari 4 juta kali.
Karena idenya yang unik dan ramah lingkungan ini, Faqih diundang sejumlah institusi pendidikan untuk mengajarkan cara upcycle barang-barang bekas. Tahun lalu, misalnya, ia menjadi tutor di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan sekolah dasar.
Menurut Faqih, anak muda kini makin melek terhadap aktivitas merajut. Hal ini terasa di komunitas yang diampunya, Granny But Make It Trendy. Baru dibuat tahun lalu, komunitas ini sudah memiliki 190 anggota, di antaranya dari Singapura dan Malaysia. "Ada pelajar sampai orang tua. Banyak anak mudanya," tuturnya.
Di dalam komunitas itu, Faqih membagikan ide merajut dan mengedukasi anggotanya yang mengelola bisnis rajutan. Masalah yang sering dijumpai adalah penentuan harga. Banyak crocheter—sebutan untuk perajut dengan teknik crochet—bingung memberikan harga pada produk rajutan mereka.
•••
DI tangan Viony, hobi merajut bisa berkembang menjadi sumber pemasukan tambahan. Ia menjual rajutannya lewat toko daring bernama Dewberry Craft. Produknya antara lain gantungan kunci, kebaya, baju, tas, dan topi. Perempuan 24 tahun ini bisa mendapatkan omzet Rp 1,5-3 juta per bulan.
Produknya yang paling laris adalah gantungan kunci. Saat mengikuti pameran usaha mikro, kecil, dan menengah yang diadakan salah satu bank badan usaha milik negara beberapa waktu lalu, ia menjajakan 50 gantungan kunci beraneka bentuk. "Terakhir sisa lima. Saya enggak nyangka ternyata kejual," ucap Viony dalam wawancara daring, Selasa, 4 Februari 2025.
Ia memulai bisnis kerajinan tangan itu pada 2022, tak lama setelah belajar merajut. Viony mulai tertarik merajut setelah melihat sebuah konten di TikTok. Punya banyak waktu luang seusai sidang skripsi, ia membeli perlengkapan merajut dan mempelajari caranya dari video di YouTube.
Kebaya rajutan buatan Viony. Dok Pribadi
Produk rajutan pertamanya adalah tas selempang. Walau sempat bingung dan membongkar ulang rajutan hingga tiga-empat kali, Viony pantang menyerah dan menikmati prosesnya. Setelah tas itu jadi, ia merasa cukup puas. Sejak itulah merajut menjadi hobi barunya.
Viony makin termotivasi menekuni hobi ini karena bisa menghasilkan cuan. Ia pun mulai bereksperimen membuat produk menarik. Di antaranya kebaya dan congsam. Harga satu kebaya ia patok Rp 1 juta, cukup mahal karena menggunakan banyak benang premium dan pengerjaannya cukup lama.
Bagi Viony, merajut bukan sekadar bisnis sampingan. Hobi ini juga bisa menjadi sarana pelepas stres. "Buat healing," ujarnya. Ia merasa tenang dan senang ketika merajut. Apalagi setelah melihat buah karya dari tangannya. "Gemas sendiri. Jadi senang."
•••
ANTUSIASME anak muda terhadap kegiatan merajut juga terlihat dalam kelas pelatihan yang diadakan Rajut Class di Elmako Social Club, Jakarta, pada Sabtu, 15 Februari 2025. Kelas yang dihadiri sepuluh orang itu didominasi anak muda berusia 20-an tahun.
Pendiri Rajut Class, Sindi Nadira, mengatakan sekitar 60 persen dari total peserta kelas merajut di tempatnya selalu kawula muda. "Ada yang baru lulus kuliah, mahasiswa, juga ibu rumah tangga yang masih muda," katanya.
Menurut perempuan 23 tahun itu, alasan mereka mengikuti kelas merajut adalah agar lebih produktif di akhir pekan serta ingin mengeksplorasi hobi baru. Para peserta, menurut pemilik bisnis daring Rajut.flo itu, termotivasi oleh konten-konten merajut yang berseliweran di media sosial.
Sindi Nadira menunjukkan hasil kreasi tas rajutannya, di Jakarta, 15 Februari 2025. Tempo/Charisma Adristy
Awalnya Sindi mengelola usaha buket bunga rajut secara daring. Ia sering mendapat pertanyaan dari pelanggannya mengenai cara membuat buket tersebut sehingga ide membuat kelas pelatihan merajut pun lahir.
Kelas pertama diadakan pada Maret 2024. Di kelas-kelas awal, ada belasan pendaftar. Seiring dengan waktu, Sindi membatasi jumlah peserta maksimal sepuluh. "Supaya belajarnya lebih intens. Merajut itu agak susah," tuturnya.
Para peserta di kelasnya akan dibekali dengan pengetahuan dasar, seperti cara memegang hakpen dan macam-macam benang. Mereka kemudian bisa langsung berpraktik membuat produk. Tarif kelasnya dipatok Rp 200-300 ribu. Harga tersebut sudah termasuk perlengkapan merajut dan rajutan yang bisa dibawa pulang.
Seperti Rajut Class, lokakarya yang diadakan Rajut Indonesia juga diramaikan anak muda. Bahkan ada anak-anak dan remaja yang menjadi peserta. Satu kelas biasanya diisi delapan-sepuluh orang, dua-tiga di antaranya berusia muda.
Kelas ini diinisiasi tiga perempuan, yaitu Nindya Gita Utami, 33 tahun; Thita Febria Puspitasari (49); dan Lucia Meylanti (32). Berdiri sejak awal tahun lalu, Rajut Indonesia telah menyelenggarakan puluhan kelas pelatihan. Kelasnya tak pernah kosong. "Ada terus," ucap Thita.
Rajut Indonesia antara lain menawarkan kelas level dasar secara daring dan luring. Namun kelas daringnya tidak disediakan melalui Zoom ataupun siaran langsung. Para pendiri kelas ini membuat video penjelasan detail tentang merajut yang bisa diikuti para peserta. "Itu membuat mereka enjoy belajar karena enggak dikejar waktu," ujar Thita.
Di kelas level dasar, ada banyak anak muda yang mendaftar. Bahkan Thita menemukan anak berusia 8 tahun yang rutin mengikuti pelatihan. Ada pula yang berpasangan ibu dan anak. Tarif kelas level dasar dipatok dari Rp 235 ribu, sudah termasuk hakpen, benang, dan pola. Bagi yang ingin belajar lebih intens, ada kelas privat dengan tarif Rp 300 ribu.
Thita mengatakan kebanyakan anak muda yang mengikuti kelas merajutnya adalah pengusaha kerajinan tangan. Mereka ingin menambah ilmu crochet agar bisa membuat produk kerajinan tangan yang lebih beragam. Di dalam kelas, peserta bisa memilih produk rajutan yang hendak dibuat. Rajut Indonesia biasanya memberikan pilihan produk yang sesuai dengan kemampuan pemula, antara lain tempat gelas atau mug, sarung botol, tempat ponsel, gantungan kunci, dan sarung rajut AirPods.
Animo anak muda yang cukup besar terhadap aktivitas merajut sudah diprediksi Thita. Setelah aksi Tom Daley dalam Olimpiade viral tahun lalu, Thita menemukan banyak konten anak muda sedang merajut berseliweran di media sosial. "Ini juga jadi alasan aku pengin ngajar, bahwa anak muda juga bisa merajut," katanya. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo