Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SILA, 12 tahun, tak lagi menikmati main lompat karet seperti anak perempuan lainnya. Jumat dua pekan lalu, anak keenam Salma ini mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mokodipo, Kabupaten Toli-toli, Sulawesi Tengah. ”Penyebab kematiannya, sesak napas akibat gangguan metabolisme,” kata Yusli, dokter spesialis anak yang merawatnya di rumah sakit itu.
Menurut Yusli, saat masuk rumah sakit dua pekan sebelumnya, keadaan Sila sudah parah. ”Penglihatannya sudah kabur akibat gagal ginjal,” katanya. Penyakit Sila akibat kelebihan bobot terlalu besar—120 kilogram. Berat badannya terus bertambah tiap hari saat dirawat di rumah sakit. Hingga ajal menjemput, berat tubuhnya menjadi 145 kilogram.
Saat merawat Sila, dokter Yusli mengaku kewalahan, karena pasiennya itu mempunyai kebiasaan makan tidak normal. Tiap dua jam, Sila makan, dengan porsi paling sedikit dua piring nasi. Akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan tubuhnya, terjadilah ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori. ”Diperparah karenapasien ini kesulitan buang air kecil. Produksi kencingnyasedikit sekali, warnanya juga sudah merah,” katanya.
Kelebihan berat badan atau obesitas yang dialami Sila, menurut Yusli, karena pengetahuan keluarga dan lingkungannya terhadap bahaya kegemukan masih kurang. Padahal obesitas adalah sumber berbagai penyakit, seperti stroke, diabetes, sakit jantung, dan gangguan pernapasan.
Saat masuk ke rumah sakit, Sila mengalami sesak napas organik akibat penyakit ginjalnya. Sesak napas itu terjadi karena adanya gangguan keseimbangan asam-basa yang menyebabkan darah menjadi lebih asam (asidosis). Dokter sudah mencoba memberikan obat-obatan yang diperlukan dan dilanjutkan dengan mengurangi cairannya, tapi tak mampu menolong Sila.
”Kami anjurkan cuci darah, tapi rumah sakit di sini tak punya alat cuci darah,” ujar Yusli. Selain itu, terjadi pembengkakan di sekujur badannya, karena cairansudah merambah atau menjalar dalam tubuhnya yang berakibat gangguan pada sistem hormonnya.
Selain memang obesitas berbahaya, kenaikan berat badan yang ekstrem seperti dialami Sila merupakan kasus medis yang perlu lebih diteliti. Agnes Riyanti Inge Permadhi, dokter spesialis gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, menduga ada penyakit lain dalam tubuh Sila. ”Jika tak ada gangguan hormon atau pembengkakan, mustahil bisa bertambah 25 kilogram dalam waktu singkat,” ujarnya.
Dugaan serupa datang dari Ari Fahrial Syam, dokter spesialis penyakit dalam bidang gastronomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. ”Saya menduga ada tumor otak, yang menyebabkan gangguan, merangsang hormon gigantisme, sehingga timbul keinginan makan terus,” katanya.
Apalagi keluarga Sila tak punya keturunan gemuk. ”Ibu, ayah, dan lima saudara lainnya berat badannya normal saja,” kata Yusli.
Ahmad Taufik, Moh. Darlis (Kendari)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo