Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Shisha kini menjadi salah satu gaya hidup di banyak kota di Indonesia. Dibandingkan dengan rokok, banyak yang menganggap merokok ala Timur Tengah ini lebih aman untuk kesehatan. Tapi, ternyata ada fakta lain tentang shisha.
Baca juga: Menakar Risiko Rokok, Vape, dan Iqos: Perhatikan Dosisnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUP Persahabatan, Dr. Sita Andarini, Sp.P (K), Ph.D, mengatakan, nikotin sebotol shisha sama dengan merokok 20 batang. “Jadi shisha lebih tinggi dibandingkan rokok. Selain itu, shisha mengandung uap air, kita tidak tahu uap air itu dari mana,” kata Dr. Sita dalam seminar “Rokok dan Penyakit Paru” di Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019. Seminar ini diselenggarakan Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sita, nikotin pada Shisha juga menyebabkan kecanduan seperti rokok. Dan uap yang berasal dari air pada alat, yang digunakan bersama-sama, bisa menyebabkan infeksi paru.
“Banyak yang datang dengan abses paru. Infeksi paru sering ditemukan pada perokok shisha,” kata Dr. Sita.
Bukan hanya shisha, menurut Dr. Sita, rokok elektrik atau e-cigarette yang banyak diklaim bebas nikotin, pun sebenarnya mengandung nikotin. Bahanyanya sama dengan perokok aktif.
“Jangan dipikir e-cigarette tidak bahaya, ada kadar nikotin yang bisa lebih tinggi daripada rokok,” kata dia.
Selain nikotin, Dr. Sita juga menyebut bahwa rokok elektrik juga mengandung bahan kimia lain yang juga berbahaya. Bahaya kandungan itu yang belum banyak diketahui.
Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Kiper Timnas Ajak Tinggalkan Rokok
Baik shisha maupun rokok elektrik saat ini diklaim dapat membantu orang berhenti merokok. Dr. Erlang Samoedro, Sp.P yang juga berpraktik di RSUP Persahabatan mengatakan bahwa halite tidak terbukti benar. “E-cigarette tidak membuat orang berhenti merokok. Justru membuat anak-anak yang mencoba jadi teraktuasi supaya besarnya merokok,” kata dia.