Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nafa Urbach sempat diamankan polisi karena diduga memakai obat keras di salah satu kafe di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Usai diperiksa oleh polisi, aktris yang terjun ke dunia politik ini terbukti mengonsumsi obat tersebut tanpa resep dokter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nafa Urbach memberikan klarifikasi kepada publik terkait penggunaan obat keras tersebut. Nafa Urbach menegaskan kalau dirinya tidak pernah menggunakan obat terlarang yang melanggar hukum.
"Neuralgyn obat andalanku, jujur itu gak pake resep dokter pakk karena dijual bebas, wes tuo ra nduwe wektu kakean polaahh (sudah tua, saya tidak punya banyak waktu) apalagi nyentuh obat obatan terlarang," tulis aktris 43 tahun itu di Instagram pada Kamis, 23 November 2023.
Nafa menjelaskan bahwa obat tersebut merupakan Neuralgin yang kerap dibelinya di apotek. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengonsumsi obat terlarang yang melanggar hukum. Obat tersebut merupakan obat andalannya yang dapat dibeli tanpa resep dokter karena dijual bebas.
Ketentuan Penggunaan Obat Keras di Indonesia
Berdasarkan kemkes.go.id, dalam Pasal 1 Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 Nomor 541), obat keras merupakan obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknik, memiliki khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksikan, dan lain-lain bagi tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak.
Penyerahan obat keras, narkotika, dan psikotropika oleh apoteker kepada masyarakat harus sesuai resep dokter dan ketentuan perundang-undangan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seperti dikutip bpk.go.id.
Mengacu iai.id, dalam Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 02396/A/Sk/Vili/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G dalam Pasal 2, obat keras hanya dapat diberikan dengan resep dokter sesuai ketentuan berikut, yaitu:
- Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan secara jelas tanda khusus untuk obat keras.
- Ketentuan dalam ayat (1) sebagai pelengkap keharusan mencantumkan kalimat "Harus dengan resep dokter" yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 197/A/SK/77 tanggal 15 Maret 1977.
- Tanda khusus dapat tidak dicantumkan pada blister, strip aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah lain, jika wadah dikemas dalam bungkus luar.
Menurut kesehatan.jogjakota.go.id, pemberian obat harus sesuai dosis tertentu, seperti 3 kali sehari atau 2 kali sehari. Batas konsumsi dalam satu hari tersebut bertujuan agar obat tersebut dapat menghasilkan dampak yang baik karena mempertahankan dosis obat dalam tubuh.
Selain itu, obat antibiotik yang sesuai dengan resep dokter wajib dihabiskan untuk mendapatkan hasil maksimal dari pengobatan dan menghilangkan mikroorganisme penyebab sakit. Atas dasar tersebut, penggunaan obat keras harus sesuai dengan resep dokter.
Selain obat keras, prekursor farmasi obat keras juga memerlukan resep dokter. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia untuk bahan baku keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
Produk tersebut mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine atau phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau potasyum permanganat. Apotek hanya dapat menyerahkan prekursor farmasi golongan obat keras kepada beberapa pihak, yaitu:
- Apotek lain
- Puskesmas
- Instalasi Farmasi Rumah Sakit
- Instalasi Farmasi Klinik
- Dokter
- Pasien.
RACHEL FARAHDIBA R | MARVELA I ADVIST KHOIRUNIKMAH
Pilihan Editor: Klarifikasi Nafa Urbach Soal Obat Keras yang Sempat Diamankan Polisi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini