Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Orang Indonesia Senang Nonton Demonstrasi, Psikolog Ungkap Sebabnya

Psikolog mengungkapkan alasan orang Indonesia suka menonton keramaian, seperti demonstrasi, kecelakaan, atau musibah lain.

16 Oktober 2020 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi demonstrasi serikat pekerja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, orang menyukai segala sesuatu yang berbau keramaian dan bukan hal yang aneh, dianggap wajar sebab berkerumun adalah karakter dasar manusia yang juga sebagai makhluk sosial. Pakar psikologi sosial, Dicky Chresthover Pelupessy, mengatakan pada dasarnya manusia memiliki sikap kolektif dan masyarakat Indonesia relatif masih memegang teguh prinsip dasar tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rasa ingin tahu akan sebuah peristiwa yang terjadi merupakan faktor utama pendorong orang untuk menyaksikan demonstrasi atau kejadian yang mengundang keramaian lain, yang berlangsung di sekitar. Kepedulian terhadap lingkungan yang masih tinggi membuat seseorang berusaha mencari tahu sesuatu yang sedang terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini tentu berbeda dengan masyarakat yang individualis. Bagi mereka "urusan saya adalah urusan saya, urusan kamu adalah urusan kamu", sehingga tidak suka saling terlibat satu sama lain.

Fenomena menonton demonstrasi secara langsung di tempat kejadian dianggap Dicky sebagai hal yang wajar untuk masyarakat kolektif. Aapalagi tidak ada larangan mengenai hal tersebut.

"Enggak usah saat demo, di jalan tol macet gara-gara ada kecelakaan, terus orang jadi melambatkan mobilnya, sesama pemobil, dia melambatkan mobilnya terus menonton. Ini kalau di tempat lain, atau negara lain ya jalan saja. Agak macet tapi enggak semacet di sini karena orang betul-betul pengin lihat dan itu enggak dilarang," kata Dicky.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tersebut mengatakan penonton demonstrasi bukanlah bagian dari demonstrasi itu sendiri sebab para penonton tidak ikut terlibat dalam pengorganisasian ataupun kelompok tertentu.

Sebagai makhluk kolektif, sudah menjadi karakter dasar manusia untuk selalu berkelompok atau berkerumun dengan manusia lain. Namun, budaya berkumpul menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.

Jangan heran melihat kafe yang selalu ramai atau warung-warung kopi yang tempat duduknya tidak pernah sepi. Ujung jalan di setiap lingkungan selalu ada tempat untuk nongkrong dan berbincang hingga berjam-jam. Kegiatan ini mungkin sulit ditemukan di wilayah Eropa atau Amerika, yang masyarakatnya lebih bersikap individual. Sementara masyarakat di Indonesia, berkerumun adalah bagian dari kehidupan.

"Masyarakat kita itu memang masyarakat kolektif dan kita punya kebiasaan untuk kumpul-kumpul. Itu sebenarnya karakter dasar manusia tapi terlebih lagi budaya masyarakat yang kolektif, jadi ngumpul-ngumpul itu sudah jadi bagian dari kehidupan," ujar Dicky.

Menjadi hal yang wajar jika seseorang ingin menjadi bagian dari kelompok tertentu dan berkumpul adalah salah satu caranya. Dengan bergabung dalam sebuah kelompok, ada identitas baru yang dikuatkan selain personal.

Sebagai contoh, seorang penggemar grup musik atau mengidolakan klub sepakbola tertentu, mereka akan rela menyaksikan pertunjukan atau pertandingan secara langsung yang dihadiri oleh ribuan orang. Terlebih lagi jika sudah menjadi anggota dari komunitas tertentu, maka ia akan menguatkan posisinya sebagai bagian dari grup dengan menghadiri pertunjukan atau pertandingan tersebut.

"Kita punya identitas diri tapi juga punya identitas sosial. Kita menguatkan identitas sosial, siapa kita, bagian dari kelompok apa dengan ikut kegiatan kelompok itu," ujar Dicky.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus