Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat bersama Gabungan Pengusaha (GP) Jamu berpendapat saat ini merupakan momentum tepat bagi Indonesia untuk menominasikan jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke UNESCO. Apalagi dunia masih dilanda pandemi Covid-19, kata Peneliti Erwin J. Skripsiadi dari Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat Jamu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan jamu juga dapat dijadikan minuman untuk sehari-sehari. Hal tersebut ditunjukkan melalui budaya promotif yang dilakukan oleh para penjual saat menjajakan jamu dengan cara berkeliling.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jamu gendong itu setiap pagi selalu melewati rute yang sama. Artinya, sebenarnya ini menunjukkan bahwa jamu itu minuman yang harus diminum setiap hari dan secara teratur. Jamu itu promotif, bukan cuma kreatif," ujarnya.
Untuk keperluan UNESCO, Erwin mengatakan pihaknya hanya melakukan penelitian dalam ranah budaya. Walau demikian, ia menyebutkan jamu beserta tumbuhan berkhasiat obat telah diteliti secara klinis sejak lama, seperti yang dilakukan oleh Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2TOOT) di Tawangmangu.
Sementara, Konsultan Penelitian dan Penulis Dokumen ICH-02, Gaura Mancacaritadipura, menilai jamu dapat menjadi sumbangsih bangsa Indonesia pada kesehatan dunia. Ia mengatakan jamu telah menjadi WBTB dalam bentuk obat yang dimiliki bangsa Indonesia sejak lebih dari 1.200 tahun lalu dan hingga saat ini masih dikonsumsi oleh masyarakat.
"Ini adalah sumbangsih bangsa Indonesia pada kesehatan dunia, sesuatu yang luar biasa di tengah zaman sekarang dengan banyaknya penyakit. Indonesia telah berusaha berbuat baik. Tentu saja ini harapan kita semua," kata Gaura.
Melalui budaya sehat jamu, Gaura berharap Indonesia akan lebih dikenal sebagai penyumbang kebaikan untuk dunia. Melalui pengajuan ke UNESCO, ia juga berharap jamu dapat lebih dikenal orang di dunia.
Wakil Sekretaris Jendral IV GP Jamu, Kusuma Ida Anjani, juga mengingatkan bahwa jika ditinjau dari kacamata kebudayaan, jamu berasal dari dua djampi dan oesodo yang memiliki makna obat atau kesehatan dan doa.
"Jamu itu lebih dari sekadar obat tradisional tetapi memang ada doa di setiap racikannya," ujar perempuan yang akrab disapa Ajeng itu.
Ia juga menggarisbawahi jamu tidak hanya memiliki manfaat untuk memelihara kesehatan dan membantu pengobatan penyakit tetapi juga dapat digunakan untuk perawatan diri dari luar tubuh.
Baca juga: 17 Manfaat Cabai Jawa untuk Kesehatan