Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Para calon jemaah, setelah ...

Sudah lama mereka mempunyai niat untuk naik haji. karena perubahan ongkos naik haji yang mengejuntukan banyak orang, banyak orang yang menangguhkan niatnya. pemerintah menetapkan rp 1.475.000-1.490.000.

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUBAHAN tarif Ongkos Naik Haji (ONH) 1979/1980 seperti diumumkan pemerintah bulan lalu, mengejutkan tak sedikit orang. Terutama mereka yang merasa sudah mendapat panggilan untuk menunaikan rukun Islam ke-5 itu tapi dengan persediaan biaya terbatas. Seperti diketahui tarif lama (1978/1979) masih di bawah Rp 1 juta. Sedangkan kenaikan tadi menetapkan tarif baru antara Rp 1.475.000 sampai Rp 1.490.000. Pada umumnya para calon jemaah memang sudah memperkirakan kenaikan ongkos itu akan terjadi. Tapi hampir tak ada yang menyangka akan dinaikkan sampai mencapai 50%. Sehingga tak sedikit di antara calon jemaah yang harus menunda atau bahkan mengurungkan niatnya untuk berangkat tahun ini sambil tak lupa menghitung berapa persen pula kenaikan ONH tahun depan. Hasan Warimin (72 tahun) misalnya terpaksa membatalkan niatnya untuk naik haji tahun ini. Petani dari Desa Lubuk Palas Kecamatan Jomon (Asahan, Sumatera Utara) ini mengetahui kenaikan tarif ONH itu lewat siaran RRI. Padahal sebelumnya ia sudah terlanjur melego 1 hektar kebun kelapanya seharga Rp 920.000. Dengan sedikit tambahan jumlah ini ia perkirakan cukup membawanya ke tanah suci. Tapi begitu mendengar pengumuman tarif baru, "wah, bukan main tak tentunya perasaan saya" kata ayah dari 9 orang anak itu. Bertahun-tahun lamanya petani ini mempersiapkan ongkos untuk menyampaikan niatnya. Seluruh keluarganya mengadakan penghematan, termasuk menabun sebagian dari tunjangannya sebagai kepala desa selama 20 tahun. Ia memiliki sebuah rumah sederhana dan 3 hektar kebun kelapa. Awal tahun ini setelah mendapat persetujuan isteri dan 9 anaknya Hasan membulatkan tekad untuk naik haji. "Pergi ke Mekkah, syaratnya harus lapang bagi yang pergi dan lapang bagi yang tinggal -- dan itu sudah saya penuhi" tuturnya. Karena itu keluarganya setuju saja ketika 1 hektar kebun kelapanya dijual. Tapi dengan kenaikan tadi, niatnya terpaksa ditunda. "Mungkin belum ada panggilan untuk saya" sesalnya. Yang membingungkan Hasan, uangnya mau diapakan. Akan disimpan, khawatir habis. Mau beli kebun kelapa, harga tidak cocok lagi karena di Air Joman begitu pengumuman ONH naik, harga kebun kelapa di sana ikut-ikutan naik. Untung saja ada kompromi dengan Adlan (40 tahun) keponakan Hasan Warimin yang sudah benar-benar ngebet mau pergi haji tahun ini. Adlan menjual kebun kelapanya kepada Hasan Warimin seharga Rp 1 juta. Tahun depan kalau Hasan Warimin mau pergi haji, ia harus menjual kebun kelapanya kembali pada Adlan. Harganya tergantung, kepada berapa ongkos naik haji tahun ini. Kalau ongkos tetap seperti sekarang maka Adlan harus menebus kebun itu kepada Warimin sebesar Rp 1 juta. Tapi, kalau naik atau turun, Adlan harus membayar lebih besar atau lebih kecil sesuai dengan kenaikan dan turunnya ONH. Pergi Bersama Sejak sekarang, Hasan Warimin sudah berketetapan hati untuk berangkat tahun depan. Dan ia akan terus menabung. "Ikat pinggang akan kami ketatkan," kata Hasan Warimin dengan sungguh-sungguh. Nyak Sen (64 tahun) cita-cita akhir hidupnya adalah pergi haji. Petani cengkeh asal Desa Keudei Baing Kecamatan Lhok Nga, Aceh Besar ini lima tahun lalu mulai bertani cengkeh. Karuan saja begitu cengkehnya mulai belajar berbunga, rindunya pada rukun Islam kelima menggebu-gebu. Maka mulailah Nyak Sen menyimpan kelebihan uangnya agar dapat berhaji. Tahun lalu Nyak Sen sebenarnya sudah mampu memenuhi hajatnya ke tanah suci. Jumlah tabanasnya di BRI setempat sudah mencapai Rp 875.000 Tapi Nyak Sen yang sudah hidup rukun puluhan tahun dengan isterinya Jalesam (60 tahun) -- tidak mau berangkat sendirian. "Kami ingin bersama-sama ke tanah suci" kata Nyak Sen. Untuk memenuhi harapan agar pergi bersama dengan isterinya inilah, maka Desember tahun lalu sepetak sawahnya ia jual seharga Rp 1 juta. Menurut perhitungannya, jumlah tabanasnya ditambah dengan hasil penjualan sawah sudah cukup untuk ongkos pergi haji berdua. Dan mereka mendaftarkan diri ke Sekretariat Koordinator Urusan Haji setempat. Seluruh uang sudah disimpan di BRI setempat pula. Tentu saja setelah mendengar berita kenaikan ONH kedua suami isteri ini jadi kalang kabut. Isterinya sedikit tenang dan kasih saran. "Sebaiknya bapak berangkat sendiri saja," bujuk Jalesam. Tapi tekad Nyak Sen untuk berangkat bersama isterinya sudah bulat. "Kalau tidak bisa berdua lebih baik tidak jadi sama sekali" begitu kata Nyak Sen seperti dituturkan isterinya. Amrin anak laki satu-satunya juga beri usul pada kedua orang tuanya. "Kalau bapak mau berangkat dengan ibu, jual saja ladang cengkeh itu." Nyak Sen menjadi gemas mendengar saran anaknya. "Gila, kalau pulang haji dari mana sumber hidup saya nanti. Saya kan bukan pensiunan pegawai negeri," balas Nyak Sen sengit. Harapan Nyak Sen dan isterinya untuk berhaji tahun ini, putuslah sudah. Rencananya, semua uang yang ditaruhnya di bank akan ditarik kembali. "Saya akan beli emas untuk disimpan" kata Nyak Sen. Melihat bunga-bunga cengkehnya yang tidak begitu baik dalam dua tahun terakhir ini, Nyak Sen bertekad untuk kembali sebagai buruh pemecah batu di pinggir kampungnya. Pekerjaan kasar seperti itu sudah biasa dilakukannya. "Saya akan berhenti bekerja kasar kalau niat berhaji sudah kesampaian," begitu tekadnya. Janda Aminah Nasib Siti Aminah (65 tahun) penduduk Desa Bandar Sakti, Deli Serdang Sumatera Utara hampir sama dengan Hasan Warimin dan Nyak Sen. Janda dari almarhum Wan Mahmud Syafii, bekas pegawai Pengadilan Agama di Deli Serdang bersama 6 orang anaknya, ngebet untuk berhaji tahun ini. Bertahun-tahun Siti Aminah, di desanya menjadi peserta aktif tiap acara pelepasan calon haji yang sudah menjadi tradisi di sana. Pelepasan dilakukan secara beramai-ramai oleh penduduk desa, ada atau tidak ada hubungan famili. Niat Siti Aminah untuk pergi haji diakuinya setelah ditinggal suaminya 11 tahun lalu. Ia berhasil menabung sedikit demi sedikit dari uang pensiunan sebagai janda pegawai negeri Rp 12.000/bulan. Ladangnya seluas 12 rante (1 rante 20 x 20 M) menghasilkan durian, mangga dan lain-lainnya setelah ditabung sedikit demi sedikit tampak juga hasilnya. Apalagi 4 di antara anaknya secara bergiliran membantunya. Tahun lalu tabungan Siti Aminah sudah mencapai Rp 1 juta lebih. Maka Siti Aminah tahun lalu mendaftarkan diri sebagai calon haji dari desanya. Tapi sayang menjelang waktu keberangkatannya, penyakit paru-parunya kambuh dan harus diopname di rumah sakit. Uang tabungannya hampir habis untuk biaya pengobatan. Dan gagallah harapan Siti Aminah untuk pergi haji tahun lalu. Sekalipun uang tabungannya sudah habis untuk berobat tapi niatnya untuk pergi haji bukannya tambah kuang. Malahan tambah menggebu. la mulai menabung lagi. Tapi kali ini Aminah mau cepat-cepat saja pergi haji, tidak perlu menunggu tabungan banyak. "Saya sudah tua dan sakit-sakitan. Saya takut keburu meninggal, sebelum dapat ke Mekkah," katanya cemas. Lantas, awal tahun ini, kebun peninggalan suaminya yang 12 rante itu dijualnya Rp 1 juta. Sebanyak Rp 900.000 yang telah diterimanya, ditabungkan di BRI Cabang Tebing Tinggi untuk ongkos naik haji tahun ini. Merasa uang hasil penjualan kebunnya sudah cukup untuk ongkos haji, Aminah sudah memberi tahu semua familinya, yang di Sumatera maupun di Jakarta. Mendengar cerita tetangganya dan anak-anaknya bahwa ONH tahun ini naik 50 persen, Aminah tidak begitu saja percaya. Betapa tidak, para haji tahun lalu yang ia jemput semua pada berceria, tahun depan ONH bakalan turun. Aminah langsung menanyakan hal itu ke BRI, tempat ia menyimpan uangnya "Wah, mungkin tahun ini belum rezeki saya," kata Aminah kemudian. Sebenarnya Aminah bisa saja minta bantuan anak-anaknya untuk menambah kekurangan ONH yang dimilikinya. Dan anak-anaknya pun tentu sanggup mengusahakan tambahan itu. Tapi ia tidak mau minta bantuan pada famili dan anak-anaknya. "Tahun depan sajalah, tapi apakah mungkin ongkosnya turun, kata Aminah setengah putus asa. Betap tidak, kebunnya sudah tidak ada lagi. Kesempatan Ensyah (60 tahun) dan suaminya Idris (74 tahun) adalah di antara umat Islam yang memiliki keinginan besar untuk menunaikan rukun Islam kelima. Niat suami isteri penduduk Desa Bulia (Deli Serdang) ini terpendam sejak 2 tahun lalu, ketika kedua anak perempuannya sudah diboyong oleh suami masing-masing. Tanggungan sudah tidak ada lagi, sawah ada 4 hektar yang setiap panen bisa menghasilkan 20 ton padi. Dari hasil penghematannya bertahun- tahun. Januari tahun ini tabungan Ensyah sudah mencapai Rp 2 juta. Rencana suami isteri ini untuk naik haji sudah tersebar ke seluruh penduduk desa. Tapi ketika Ensyah mendengar kenaikan ONH dari tetangganya, ia betul-betul kaget. "Gila, kok sampai begitu tinggi, gerutunya waktu itu "kenaikan ini sudah keliwatan." Sejak semula ia memang menduga akan ada kenaikan, tapi jumlahnya diperkirakan Rp 100 atau 200 ribu. Maka buyarlah harapan Ensyah dan suaminya. Tapi suaminya, Idris yang sering sakit-sakitan itu, sekalipun bersikap lebih tenang tak urung sakitnya kambuh lagi. "Setelah mendengar berita kenaikan ongkos naik haji itu, suami saya kambuh lagi" kata Ensyah. "Tapi tahun depan apakah suami saya bisa sembuh dan sempat untuk naik haji. Sebab sekarang saja keadaannya sudah payah, duduk saja sulit," kata si isteri itu. Di Kampung Empang Kotatif Tasikmalaya (Jawa Barat) ada seorang penjual soto. Namanya Haji Rachmat. Wak haji ini, tahun ini sudah merencanakan akan naik haji sekeluarga. Dari hasil tabungannya menjajakan soto dan menjual sebidang tanah, kalau ongkos naik' haji sekitar Rp 1 juta sudah cukup untuk berhaji bersama keluarganya. Tapi, setelah adanya kenaikan ONH, niat H. Rachmat terpaksa dibatalkan. Berbeda dengan H. Rachmat, H. Totoh pedagang emas di Singaparna Tasikmalaya kenaikan ONH yang demikian tinggi bukan menjadi masalah. "Bagi pedagang emas sekarang satu kesempatan" katanya. Kalau tahun lalu ONH senilai dengan 3,5 ons emas, sekarang malah cukup dengan menjual 3 ons saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus