PERUBAHAN tarif Ongkos Naik Haji (ONH) 1979/1980 seperti
diumumkan pemerintah bulan lalu, mengejutkan tak sedikit orang.
Terutama mereka yang merasa sudah mendapat panggilan untuk
menunaikan rukun Islam ke-5 itu tapi dengan persediaan biaya
terbatas. Seperti diketahui tarif lama (1978/1979) masih di
bawah Rp 1 juta. Sedangkan kenaikan tadi menetapkan tarif baru
antara Rp 1.475.000 sampai Rp 1.490.000.
Pada umumnya para calon jemaah memang sudah memperkirakan
kenaikan ongkos itu akan terjadi. Tapi hampir tak ada yang
menyangka akan dinaikkan sampai mencapai 50%. Sehingga tak
sedikit di antara calon jemaah yang harus menunda atau bahkan
mengurungkan niatnya untuk berangkat tahun ini sambil tak lupa
menghitung berapa persen pula kenaikan ONH tahun depan.
Hasan Warimin (72 tahun) misalnya terpaksa membatalkan niatnya
untuk naik haji tahun ini. Petani dari Desa Lubuk Palas
Kecamatan Jomon (Asahan, Sumatera Utara) ini mengetahui kenaikan
tarif ONH itu lewat siaran RRI. Padahal sebelumnya ia sudah
terlanjur melego 1 hektar kebun kelapanya seharga Rp 920.000.
Dengan sedikit tambahan jumlah ini ia perkirakan cukup
membawanya ke tanah suci. Tapi begitu mendengar pengumuman tarif
baru, "wah, bukan main tak tentunya perasaan saya" kata ayah
dari 9 orang anak itu.
Bertahun-tahun lamanya petani ini mempersiapkan ongkos untuk
menyampaikan niatnya. Seluruh keluarganya mengadakan
penghematan, termasuk menabun sebagian dari tunjangannya
sebagai kepala desa selama 20 tahun. Ia memiliki sebuah rumah
sederhana dan 3 hektar kebun kelapa. Awal tahun ini setelah
mendapat persetujuan isteri dan 9 anaknya Hasan membulatkan
tekad untuk naik haji. "Pergi ke Mekkah, syaratnya harus lapang
bagi yang pergi dan lapang bagi yang tinggal -- dan itu sudah
saya penuhi" tuturnya. Karena itu keluarganya setuju saja ketika
1 hektar kebun kelapanya dijual.
Tapi dengan kenaikan tadi, niatnya terpaksa ditunda. "Mungkin
belum ada panggilan untuk saya" sesalnya. Yang membingungkan
Hasan, uangnya mau diapakan. Akan disimpan, khawatir habis. Mau
beli kebun kelapa, harga tidak cocok lagi karena di Air Joman
begitu pengumuman ONH naik, harga kebun kelapa di sana
ikut-ikutan naik.
Untung saja ada kompromi dengan Adlan (40 tahun) keponakan Hasan
Warimin yang sudah benar-benar ngebet mau pergi haji tahun ini.
Adlan menjual kebun kelapanya kepada Hasan Warimin seharga Rp 1
juta. Tahun depan kalau Hasan Warimin mau pergi haji, ia harus
menjual kebun kelapanya kembali pada Adlan. Harganya tergantung,
kepada berapa ongkos naik haji tahun ini. Kalau ongkos tetap
seperti sekarang maka Adlan harus menebus kebun itu kepada
Warimin sebesar Rp 1 juta. Tapi, kalau naik atau turun, Adlan
harus membayar lebih besar atau lebih kecil sesuai dengan
kenaikan dan turunnya ONH.
Pergi Bersama
Sejak sekarang, Hasan Warimin sudah berketetapan hati untuk
berangkat tahun depan. Dan ia akan terus menabung. "Ikat
pinggang akan kami ketatkan," kata Hasan Warimin dengan
sungguh-sungguh.
Nyak Sen (64 tahun) cita-cita akhir hidupnya adalah pergi haji.
Petani cengkeh asal Desa Keudei Baing Kecamatan Lhok Nga, Aceh
Besar ini lima tahun lalu mulai bertani cengkeh. Karuan saja
begitu cengkehnya mulai belajar berbunga, rindunya pada rukun
Islam kelima menggebu-gebu. Maka mulailah Nyak Sen menyimpan
kelebihan uangnya agar dapat berhaji.
Tahun lalu Nyak Sen sebenarnya sudah mampu memenuhi hajatnya ke
tanah suci. Jumlah tabanasnya di BRI setempat sudah mencapai Rp
875.000 Tapi Nyak Sen yang sudah hidup rukun puluhan tahun
dengan isterinya Jalesam (60 tahun) -- tidak mau berangkat
sendirian. "Kami ingin bersama-sama ke tanah suci" kata Nyak
Sen. Untuk memenuhi harapan agar pergi bersama dengan isterinya
inilah, maka Desember tahun lalu sepetak sawahnya ia jual
seharga Rp 1 juta. Menurut perhitungannya, jumlah tabanasnya
ditambah dengan hasil penjualan sawah sudah cukup untuk ongkos
pergi haji berdua. Dan mereka mendaftarkan diri ke Sekretariat
Koordinator Urusan Haji setempat. Seluruh uang sudah disimpan di
BRI setempat pula.
Tentu saja setelah mendengar berita kenaikan ONH kedua suami
isteri ini jadi kalang kabut. Isterinya sedikit tenang dan kasih
saran. "Sebaiknya bapak berangkat sendiri saja," bujuk Jalesam.
Tapi tekad Nyak Sen untuk berangkat bersama isterinya sudah
bulat. "Kalau tidak bisa berdua lebih baik tidak jadi sama
sekali" begitu kata Nyak Sen seperti dituturkan isterinya.
Amrin anak laki satu-satunya juga beri usul pada kedua orang
tuanya. "Kalau bapak mau berangkat dengan ibu, jual saja ladang
cengkeh itu." Nyak Sen menjadi gemas mendengar saran anaknya.
"Gila, kalau pulang haji dari mana sumber hidup saya nanti. Saya
kan bukan pensiunan pegawai negeri," balas Nyak Sen sengit.
Harapan Nyak Sen dan isterinya untuk berhaji tahun ini, putuslah
sudah. Rencananya, semua uang yang ditaruhnya di bank akan
ditarik kembali. "Saya akan beli emas untuk disimpan" kata Nyak
Sen. Melihat bunga-bunga cengkehnya yang tidak begitu baik dalam
dua tahun terakhir ini, Nyak Sen bertekad untuk kembali sebagai
buruh pemecah batu di pinggir kampungnya. Pekerjaan kasar
seperti itu sudah biasa dilakukannya. "Saya akan berhenti
bekerja kasar kalau niat berhaji sudah kesampaian," begitu
tekadnya.
Janda Aminah
Nasib Siti Aminah (65 tahun) penduduk Desa Bandar Sakti, Deli
Serdang Sumatera Utara hampir sama dengan Hasan Warimin dan Nyak
Sen. Janda dari almarhum Wan Mahmud Syafii, bekas pegawai
Pengadilan Agama di Deli Serdang bersama 6 orang anaknya, ngebet
untuk berhaji tahun ini. Bertahun-tahun Siti Aminah, di desanya
menjadi peserta aktif tiap acara pelepasan calon haji yang sudah
menjadi tradisi di sana. Pelepasan dilakukan secara
beramai-ramai oleh penduduk desa, ada atau tidak ada hubungan
famili.
Niat Siti Aminah untuk pergi haji diakuinya setelah ditinggal
suaminya 11 tahun lalu. Ia berhasil menabung sedikit demi
sedikit dari uang pensiunan sebagai janda pegawai negeri Rp
12.000/bulan. Ladangnya seluas 12 rante (1 rante 20 x 20 M)
menghasilkan durian, mangga dan lain-lainnya setelah ditabung
sedikit demi sedikit tampak juga hasilnya. Apalagi 4 di antara
anaknya secara bergiliran membantunya. Tahun lalu tabungan Siti
Aminah sudah mencapai Rp 1 juta lebih.
Maka Siti Aminah tahun lalu mendaftarkan diri sebagai calon haji
dari desanya. Tapi sayang menjelang waktu keberangkatannya,
penyakit paru-parunya kambuh dan harus diopname di rumah sakit.
Uang tabungannya hampir habis untuk biaya pengobatan. Dan
gagallah harapan Siti Aminah untuk pergi haji tahun lalu.
Sekalipun uang tabungannya sudah habis untuk berobat tapi
niatnya untuk pergi haji bukannya tambah kuang. Malahan tambah
menggebu. la mulai menabung lagi. Tapi kali ini Aminah mau
cepat-cepat saja pergi haji, tidak perlu menunggu tabungan
banyak. "Saya sudah tua dan sakit-sakitan. Saya takut keburu
meninggal, sebelum dapat ke Mekkah," katanya cemas.
Lantas, awal tahun ini, kebun peninggalan suaminya yang 12 rante
itu dijualnya Rp 1 juta. Sebanyak Rp 900.000 yang telah
diterimanya, ditabungkan di BRI Cabang Tebing Tinggi untuk
ongkos naik haji tahun ini. Merasa uang hasil penjualan kebunnya
sudah cukup untuk ongkos haji, Aminah sudah memberi tahu semua
familinya, yang di Sumatera maupun di Jakarta.
Mendengar cerita tetangganya dan anak-anaknya bahwa ONH tahun
ini naik 50 persen, Aminah tidak begitu saja percaya. Betapa
tidak, para haji tahun lalu yang ia jemput semua pada berceria,
tahun depan ONH bakalan turun. Aminah langsung menanyakan hal
itu ke BRI, tempat ia menyimpan uangnya "Wah, mungkin tahun ini
belum rezeki saya," kata Aminah kemudian.
Sebenarnya Aminah bisa saja minta bantuan anak-anaknya untuk
menambah kekurangan ONH yang dimilikinya. Dan anak-anaknya pun
tentu sanggup mengusahakan tambahan itu. Tapi ia tidak mau minta
bantuan pada famili dan anak-anaknya. "Tahun depan sajalah, tapi
apakah mungkin ongkosnya turun, kata Aminah setengah putus asa.
Betap tidak, kebunnya sudah tidak ada lagi.
Kesempatan
Ensyah (60 tahun) dan suaminya Idris (74 tahun) adalah di antara
umat Islam yang memiliki keinginan besar untuk menunaikan rukun
Islam kelima. Niat suami isteri penduduk Desa Bulia (Deli
Serdang) ini terpendam sejak 2 tahun lalu, ketika kedua anak
perempuannya sudah diboyong oleh suami masing-masing. Tanggungan
sudah tidak ada lagi, sawah ada 4 hektar yang setiap panen bisa
menghasilkan 20 ton padi. Dari hasil penghematannya bertahun-
tahun. Januari tahun ini tabungan Ensyah sudah mencapai Rp 2
juta. Rencana suami isteri ini untuk naik haji sudah tersebar ke
seluruh penduduk desa. Tapi ketika Ensyah mendengar kenaikan ONH
dari tetangganya, ia betul-betul kaget. "Gila, kok sampai begitu
tinggi, gerutunya waktu itu "kenaikan ini sudah keliwatan."
Sejak semula ia memang menduga akan ada kenaikan, tapi
jumlahnya diperkirakan Rp 100 atau 200 ribu. Maka buyarlah
harapan Ensyah dan suaminya.
Tapi suaminya, Idris yang sering sakit-sakitan itu, sekalipun
bersikap lebih tenang tak urung sakitnya kambuh lagi. "Setelah
mendengar berita kenaikan ongkos naik haji itu, suami saya
kambuh lagi" kata Ensyah. "Tapi tahun depan apakah suami saya
bisa sembuh dan sempat untuk naik haji. Sebab sekarang saja
keadaannya sudah payah, duduk saja sulit," kata si isteri itu.
Di Kampung Empang Kotatif Tasikmalaya (Jawa Barat) ada seorang
penjual soto. Namanya Haji Rachmat. Wak haji ini, tahun ini
sudah merencanakan akan naik haji sekeluarga. Dari hasil
tabungannya menjajakan soto dan menjual sebidang tanah, kalau
ongkos naik' haji sekitar Rp 1 juta sudah cukup untuk berhaji
bersama keluarganya. Tapi, setelah adanya kenaikan ONH, niat H.
Rachmat terpaksa dibatalkan.
Berbeda dengan H. Rachmat, H. Totoh pedagang emas di Singaparna
Tasikmalaya kenaikan ONH yang demikian tinggi bukan menjadi
masalah. "Bagi pedagang emas sekarang satu kesempatan" katanya.
Kalau tahun lalu ONH senilai dengan 3,5 ons emas, sekarang malah
cukup dengan menjual 3 ons saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini