Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pelindung Usus Penyandang Lupus

Sinbiotik terbukti bisa menguatkan usus para penyandang lupus. Penelitian pertama di Indonesia.

28 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelindung Usus Penyandang Lupus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angan-angan Tiara Savitri mendaki Kilimanjaro nyaris lenyap. Di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, Agustus lalu, sa-at transit menuju Tanzania, ia hampir pingsan. “Tiba-tiba perut nyeri banget, keringat mengucur deras, lemes,” ujarnya, Selasa dua pekan lalu.

Padahal persiapan Tiara untuk menaklukkan gunung tertinggi di Afrika itu sudah matang. Enam bulan sudah fisik dan mentalnya ia latih habis-habisan. Namun, beberapa hari menjelang keberangkatan, ginjalnya bocor karena penyakit lupus eritematosus sistemiknya kumat.

Gara-gara ginjal yang bocor itulah Ketua Yayasan Lupus Indonesia tersebut mesti menenggak obat. Obat itu yang membuat perutnya terasa tak nyaman dan dia nyaris pingsan. “Rasanya antara begah, kembung, mual, nyeri, dan sembelit,” ucapnya. “Bayangin kalau saya naik dengan kondisi ini.”

Beruntung Tiara mendapat obat pengganti yang efek sampingnya lebih ringan. Tiara memperoleh obat baru tersebut dari temannya yang berangkat berikutnya yang ia titipi, sehingga ia dapat melanjutkan perjalanan dan menaklukkan Kilimanjaro.

Masalah pencernaan seperti yang dialami Tiara menjadi problem bagi hampir semua orang yang menyandang lupus eritematosus sistemik. Lupus adalah salah satu jenis gangguan autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan kronis. Sistem imun yang semestinya melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti bakteri dan virus justru menyerang tubuh sen--diri. Bagian yang disasar antara lain otak, mata, mulut, paru-paru, lambung, hati, kulit, dan rahim.

Untuk menyetop peradangan akibat sistem yang salah sasaran itu, ada beberapa obat yang biasanya dikonsumsi. Di antaranya kortikosteroid, hidroksikloroku-in, dan imunosupresan. Namun kon-sumsi obat-obatan, apalagi dalam jangka panjang, akan menimbulkan banyak efek samping, seperti masalah pada sistem pencernaan. “Steroid, imunosupresan, dan antibiotik itu bisa merusak vili-vili usus,” kata dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi, Iris Rengganis.

Vili usus berada di dalam usus kecil, berbentuk seperti jari-jari supermungil, dan bertugas membantu penyerapan nutrisi. Kalau vili-vili ini rusak, bakteri jahat akan lebih mudah masuk sehingga menjajah dan mengganggu keseimbangan saluran cerna, serta menginfeksi perut.

Pencernaan juga bisa bermasalah akibat penyakit lupus itu sendiri. “Mereka biasanya mengalami nyeri perut, diare, susah buang air besar,” tutur dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi dan imunologi, Alvina Widhani.

Alvina mencoba mencari cara agar masalah pencernaan ini bisa diatasi. Ia meneliti pengaruh sinbiotik terhadap pasien lupus yang mengalami problem pada saluran cerna. Penelitian ini membuat Alvina meraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), akhir November lalu.

Sinbiotik merupakan campuran probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah bakteri baik di saluran cerna. Adapun prebiotik adalah makanan yang bisa membantu perkembangan bakteri baik tersebut.

Alvina membandingkan mereka yang diberi sinbiotik (23 orang) dengan yang mengkonsumsi obat kosong alias plasebo (22 orang). Sinbiotik diberikan sebagai terapi tambahan. Para penyandang lupus yang ikut dalam studi ini tak meninggalkan obat-obatan utama, seperti kortikosteroid, hidroksiklorokuin, dan imunosupresan.

 

Lupus adalah salah satu jenis gangguan autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan kronis. Sistem imun yang semestinya melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti bakteri  dan virus justru menyerang tubuh sendiri.

 

Selama dua bulan mereka menenggak sinbiotik ataupun plasebo. Fisik, darah, dan feses mereka diperiksa sebelum diberi obat pada hari ke-30 dan ke-60 untuk melihat tingkat peradangan serta jumlah bakteri di usus mereka.

Dari semua pemeriksaan tersebut, ternyata jumlah bakteri pada saluran cerna mereka yang mendapat sinbiotik lebih banyak dibanding yang diberi plasebo. Bak-teri jahat pada mereka yang mendapat sinbiotik pun lebih sedikit. “Bakteri baiknya meningkat dan yang berbahaya turun. Ini bagus untuk pencernaan,” ujar Bendahara Pengurus Besar Perhimpunan Alergi Imunologi tersebut.

Jumlah bakteri baik yang menguasai pencernaan ini rupanya juga membuat peradangan di seluruh tubuh berkurang. Skor inflamasi yang diukur lewat pemeriksaan darah menunjukkan peradangan pada mereka yang mengkonsumsi sinbiotik lebih rendah ketimbang yang diberi plasebo. Inflamasi yang menurun ini menunjukkan aktivitas penyakit yang terkenda-li dan tak sering kumat. Walhasil, sedikit dari mereka yang meminta penambahan dosis steroid.

Ada tiga pasien penerima sinbiotik yang meminta tambahan obat. Sedangkan dari kelompok penerima plasebo ada delapan orang yang memerlukan tambahan obat. “Mereka yang lupusnya kumat butuh peningkatan dosis obat,” ucap Alvina.

Menurut guru besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Samsuridjal Djauzi, penelitian untuk melihat manfaat sinbiotik pada penyandang lupus merupakan hal baru di Indonesia. Selama ini, belum diketahui obat untuk memperkuat usus penyandang lupus. Padahal mereka membutuhkannya. “Tapi jumlah subyek penelitian ini masih kecil, perlu lebih besar lagi dan mungkin lebih lama agar bisa membuat kesimpulan yang lebih besar,” katanya.

Adapun menurut Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, penelitian probiotik sedang menjadi tren di dunia medis. Dengan studi ini, paling tidak Indonesia juga punya data tentang khasiat bakteri baik tersebut. “Sehingga kita bisa bersaing dengan pusat-pusat probiotik di luar negeri,” ujarnya.

NUR ALFIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus