Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pengadilan Untuk Dr Rachmat

Dr. rachmat santoso dituduh menyuntik mulyafri tidak penisilin hingga tewas, diajukan ke pengadilan. menurut saksi etty yustina, perawat yang membantu tertuduh, penyuntikan seijin orang tua korban. (ksh)

18 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS pasien Mulyafri yang meninggal, dan dihubungkan dengan praktek dr Rachmat Santoso (TEMPO 21 Januari 1978), akhirnya naik ke pengadilan. Proses hukumnya boleh dikatakan sangat cepat. 18 hari dr Rachmat mendekam dalam tahanan. Tanggal 14 Januari 1978 dia dibebaskan dan tanggal 24 Januari sidang sudah dibuka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengadilinya. Belasan saksi akan diderarkan dalam perkara tersebut, termasuk orang tua almarhum Mulyafri, Djafri Djons. Dalam kesaksiannya Djlns yang kelihatan masih dirundung kemalangan, menyangkal sebagian dari berita acara yang telah dia tandatangani. Di depan hakim dia membantah keterangan yang dia tandatangani sendiri, yaitu keterangan yang menyebutkan bahwa dia telah memijit-mijit Mulyafri. "Ketika menandatangani berita acara itl saya masih kalut, sehingga meneken begitu saja tanpa membaca baik-baik," katanya. Ada pula keterangan dari saksi a de charge, Etty Yustina. Perawat yang membantu tertuduh ketika menyuntik Mulyafri. Berbeda dengan keterangan Djons kepada wartawan, bahwa dia telah melarang dr Rachmat Santoso untuk menyuntik, Etty dalam kesaksiannya menerangkan bahwa dokter bertanya kepada Djons, apakah dia boleh menyuntik anaknya atau tidak. Menurut dia, sang ayah yang membawa anaknya ketika itu. menjawab: "Boleh." Hakim Hartomo SH yang memimpin sidang juga menanyakan kepada dr Rachmat Santoso apakah ia memiliki izin praktek. Tertuduh menjawab: "Ada." Tctapi ketika hakim meminta izin itu, ia tak bisa mengunjukkannya karena berada dalam kamar praktek yang masih disegel. Eakim menganggap surat izin praktek tersebut perlu dibawa ke persidangan. Dia mengaakan bahwa barang bukti tak perlu sampai disegel. Ia minta Jaksa untuk mengambil surat izin tersebut. Sidang ini nampak menarik. Bukan saja karena dia merupakan sidang pertama terhadap praktek seorang dokter, tapi juga menjadi penting karena kesalahan atau ketidak-bersalahan dokter amat tergantung pada visum. Orang tua almarhum, seorang calon perwira polisi yang dinas di KOMDAK, dan menurut keterangannya kepada wartawan TEMPO, pernah melihat isi visum yang menyebutkan bahwa kematian tersebut disebabkan oleh suntikan penisilin dosis tinggi. Kalau memang benar apa yang dikatakan Djons mungkin akan timbul persoalan apakah sebuah visum bisa secara tegas menyebutkan tentang sebab kematian. Sebab lazimnya dia hanya merupakan gambaran fisik dari jenazah dan memberikan dugaan tentang penyebab kematiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus