Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pengaruhi Psikologis pada Anak yang Melewatkan Sarapan

Kebiasaan melewatkan sarapan dapat mempengaruhi psikologis anak. Salah satunya kehilangan fokus sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah

28 Februari 2023 | 22.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog Intan Erlita menyebut kebiasaan melewatkan sarapan dapat mempengaruhi psikologis anak. Salah satunya kehilangan fokus sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau anak kita belum sarapan, jam 9 sampai 10 itu kadar gula darahnya turun kalau dari segi medisnya. Lalu yang muncul biasanya yang pertama adalah anak cenderung cranky dan enggak fokus karena bagaimana mau fokus kalau perutnya keroncongan? Akhirnya dia enggak konsentrasi sama pelajaran," kata lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika anak terus tidak fokus pada pelajaran di sekolah karena tidak sarapan maka yang dapat terjadi selanjutnya adalah penurunan prestasi. "Karena enggak cuma sekali kelewat sarapannya. Bahkan, ada beberapa keluarga yang merasa bahwa sarapan itu enggak penting, lalu makannya digabung ke makan siang," ujar Intan.

Jika kebiasaan melewatkan sarapan terus berlanjut hingga di bangku SMP dan SMA, anak bisa jadi melakukan kecerdikan yang negatif, seperti melewatkan pelajaran dan memilih pergi ke kantin untuk mengisi perut.

"Karena jam 9 atau 10 dia sudah lapar. Akhirnya pura-pura izin ke toilet, padahal ke kantin. Manusia secara natural itu instingnya berburu. Jadi ketika perut lapar, instingnya bergerak dan akhirnya punya ide untuk ke kantin cari makanan," tuturnya.

Biasakan anak sarapan
Untuk itu, penting bagi orang tua untuk membiasakan anak sarapan setiap pagi. Tentunya dengan menu yang bernutrisi. Cara efektif yang dapat dilakukan dengan memberikan contoh.

"Harus dimulai dari orang tua karena anak itu meniru apa yang orang tua lakukan. Jika orang tua ingin anaknya terbiasa dengan sarapan bernutrisi maka mereka harus memberikan contoh dan membiasakan sarapan sebagai bagian dari kegiatan harian," kata Intan.

Ia menambahkan kegiatan sarapan juga harus dilakukan dengan senyaman mungkin. Orang tua perlu memperhatikan makanan apa yang disukai anak dan melibatkannya untuk merencanakan sarapan atau bekal yang diinginkan.

"Sehingga terciptalah semacam placebo effect di mana otak sudah membayangkan sesuatu yang diinginkan sehingga anak menantikan momen sarapan dengan menu favoritnya," kata Intan.

Ia juga mengatakan saat mengajak anak sarapan, orang tua sebaiknya tidak menggunakan nada yang keras atau kalimat-kalimat yang membuat anak tidak nyaman. Pasalnya, saat makan atau sarapan merupakan waktu yang tepat untuk semakin mempererat hubungan orang tua dan anak.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus