Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada orang pingsan," ujar Bambang Arwanto kepada temannya, Hanif Kurniawan. Bambang segera berjongkok mendekati sesosok tubuh pria yang tergeletak di lantai. Dia meletakkan jemari tangan kanannya ke leher korban. "Tak ada denyut nadi," katanya. Setelah baju abu-abu pria yang jatuh itu disibak, dadanya terlihat tidak turun-naik. Itu artinya dia absen bernapas. Jelas, dia mengalami henti jantung, sekaligus henti napas.
Tak mau buang tempo, Bambang segera meletakkan telapak tangan kanannya ke bagian tengah dada pria itu. Telapak tangan kirinya menindih telapak kanan. Lalu ia segera menekan dada dengan gerakan seperti memompa. Tiap kali Bambang melakukan kompresi 30 kali, Hanif memberikan napas buatan dengan meniup mulut korban sebanyak dua kali. Kombinasi tindakan kompresi dada dan meniup mulut itu diulang hingga lima kali.
Pengecekan ulang menunjukkan bahwa nadi belum berdenyut, berarti jantung belum bisa memompa darah sendiri. Bantuan terus dilanjutkan. Kini giliran Hanif yang menekan dada pria itu sebanyak 30 kali, diselingi napas buatan oleh Bambang dua kali. Empat menit berselang, kompresi dan napas buatan itu membawa hasil. Nadi teraba dan dada korban turun-naik sebagai penanda napasnya sudah ada. Korban pun dimiringkan ke kiri, kepalanya bertelekan tangan kirinya. Setelah beres, Bambang mencari bantuan dari tim medis.
"Korban dimiringkan. Ini posisi nyaman, napasnya jadi plong," kata Hanif kepada Tempo setelah menolong korban, Selasa dua pekan lalu, di auditorium lantai 4 Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Semuanya memang hanya pura-pura. Korban yang ditangani Bambang-Hanif pun berupa manekin seukuran manusia. Siang itu, bersama belasan tim bantuan hidup jantung tingkat dasar (basic cardiac life support) dari berbagai rumah sakit, keduanya tengah mengikuti lomba 1st Jakarta Cardiac Life Support Skill Challenge. Ini adalah lomba penanganan korban henti jantung oleh orang awam alias bukan tenaga kesehatan. Bambang dan Hanif, misalnya, adalah tenaga administrasi RS Kanker Dharmais, Jakarta.
Menurut Basuni Radi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Harapan Kita, si empunya acara, selain oleh tenaga nonmedis yang bekerja di rumah sakit, kemampuan serupa perlu dimiliki oleh orang kebanyakan. Itu sebabnya, di luar lomba, Divisi Pendidikan dan Latihan RS Jantung Harapan Kita kini juga bergiat memberi pelatihan serupa. Bagi lembaga apa pun yang berniat membekali karyawannya dengan keahlian penanganan henti jantung, instruktur mereka siap bagi-bagi ilmu.
Sejumlah manajemen hotel di Jakarta serta awak pemadam kebakaran, pengemudi, dan staf Kementerian Kesehatan tercatat pernah mengadakan pelatihan dengan instruktur dari rumah sakit ini. Di luÂar negeri, orang awam dari kalangan nonmedis sudah terbiasa melakukan pertolongan pertama pada kasus henti jantung. "Di sini kan belum, maka sedikit demi sedikit perlu diberikan pelatihan," kata Basuni.
Jantung berhenti atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba. Ini bisa terjadi pada seseorang yang memang memiliki penyakit jantung ataupun tidak. Merujuk pada penelitian American Heart Association, 50 persen penderita gangguan ini tidak memiliki riwayat sakit jantung. Serangan jantung berhenti bisa terjadi tanpa memandang usia, bahkan bisa terjadi pada anak-anak. Banyak penderita terlihat sehat sebelum terkena serangan. "Jika tidak ditolong dengan cepat dan tepat, nyawa penderita bisa terenggut, atau dia akan cacat seumur hidup."
Serangan mendadak yang bisa terjadi di mana saja itu membuat pengetahuan orang umum akan bantuan terhadap mereka amat dibutuhkan. Di Amerika Serikat, sekitar 383 ribu kasus serangan henti jantung mendadak terjadi di luar rumah sakit selama setahun. Bantuan dari orang umum diharapkan dapat mengaktifkan jantung yang berhenti berdetak itu di tempat kejadian, sebelum ditangani tim medis.
Tindakan resusitasi untuk awam pantas digalakkan karena dapat meningkatkan 2-3 kali kesempatan korban bertahan hidup. Di Jepang, angka keberhasilan tindakan ini mencapai 50-74 persen. Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat dalam waktu empat menit, kesempatan hidup orang tersebut hilang 60-80 persen. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penanganan dini ditambah dengan penggunaan alat kejut listrik (defibrillator) mendongkrak keberhasilan mengatasi jantung yang berhenti.
Bantuan ini juga bisa menyelamatkan otak, karena saat jantung berhenti, berhenti pula pompaan darah ke otak. Tak berlebihan jika Basuni menyebutkan tujuan resusitasi adalah menyelamatkan organ-Âorgan vital di tubuh.
Dwi Wiyana
Pertolongan Pertama
Memberi bantuan kepada orang yang jantungnya berhenti tidak bisa sembarang. Ada kaidah yang ditentukan berdasarkan hasil berbagai penelitian mutakhir. Tapi itu tidak sulit. Menurut Basuni Radi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, pertolongan secara benar bisa dilakukan oleh semua orang yang telah menjalani pelatihan di bawah bimbingan ahli. Berikut ini beberapa hal dari kaidah tersebut.
- Lokasi
Pastikan lokasi atau tempat aman. Tidak ada aliran listrik atau benda yang rawan jatuh. - Periksa denyut nadi
Periksa nadi dengan jari tangan atau periksa napas dengan melihat dada naik- turun atau tidak. - Memompa
Telapak tangan di dada, dengan posisi tangan kanan dibawah tangan kiri. Dilakukan sebanyak 30 kali. - Napas buatan
Berikan nafas buatan dari mulut ke mulut sebanyak dua kali. - Posisi yang aman dan stabil
Posisikan orang yang terkena serangan jantung dalam keadaan tidur miring ke arah kiri, berbantal tangan.
Pengetahuan Dasar
Tindakan
Tempat Pelatihan
Selain di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, pelatihan resusitasi jantung-paru bisa diminta ke pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki). "Kalau ada yang minta, kami siap," kata dokter Rochmad Romdoni dari Perki.
Situs: www.inaheart.org
DW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo