Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Apoteker dari Universitas Hasanuddin Makassar, Muhammad Aswad, menjelaskan peran fundamental dalam pengembangan sains dan teknologi di bidang kesehatan preventif serta promotif. Peran apoteker itu dapat diterapkan dengan melakukan modifikasi risiko dan pemanfaatan bioaktif karena sebagian besar zat aktif yang terdapat pada berbagai jenis obat merupakan senyawa bioaktif yang diidentifikasi berasal dari bahan alam, seperti tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Harapannya adalah meningkatkan efek dari senyawa induknya ataupun bisa meminimalkan efek samping dari senyawa tersebut,” kata Aswad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, penggunaan senyawa bioaktif bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, untuk pengobatan dengan menggunakan bahan baku dari alam, seperti jamu-jamuan. Senyawa bioaktif pada jamu-jamuan yang paling sering ditemukan adalah kurkumin. Tak hanya itu, penggunaan senyawa bioaktif juga ditemukan pada produk tembakau, yaitu nikotin yang bersumber dari tanaman tembakau.
“Tembakau kering mengandung nikotin sekitar 9 persen. Nikotin juga ditemukan pada beberapa jenis tanaman lain, seperti pada terong, kembang kol, kentang, dan tomat, walaupun kita makan dengan kadar yang sangat sedikit,” kata Aswad.
Saat ini, konsumsi nikotin paling banyak diperoleh dari merokok. Aswad menjelaskan saat dibakar, rokok mengandung sekitar 7.000 senyawa, 70 di antaranya merupakan senyawa karsinogenik yang memicu timbulnya penyakit kanker. Seiring dengan perkembangan teknologi, nikotin kini bisa diperoleh melalui penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin.
“Ada salah satu kajian yang membandingkan produk tembakau alternatif dengan rokok, hasilnya menunjukkan reduksi paparan zat berbahaya lebih dari 90 persen lebih rendah daripada rokok,” jelasnya.
Berdasarkan hasil riset Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan menyatakan 25 persen masyarakat Indonesia merupakan perokok. Setidaknya, terjadi peningkatan jumlah perokok di Indonesia sebanyak 8,8 juta orang atau 14,5 persen dalam kurun waktu dari 2011-2021. Saat ini, angka perokok di Indonesia mencapai 69,1 juta jiwa.
Nikotin memang memiliki sifat adiktif terhadap konsumennya. Namun, Aswad mengatakan nikotin juga memberikan dampak positif bagi penderita Alzheimer. Artinya, juga berperandalam menjaga memori.
“Senyawa bioaktif yang digunakan secara luas di masyarakat seperti nikotin perlu mendapatkan perhatian dari sains farmasi untuk dapat menilai risk and benefit dari penggunaan senyawa bioaktif tersebut dalam berbagai aspek,” jelas Aswad.
Sementara itu, Diana Laila Ramatillah, Apoteker dari Universitas 17 Agustus, menambahkan banyak senyawa bioaktif yang bisa terus dieksplorasi di alam Indonesia dan berpotensi mendatangkan manfaat besar. Namun, dalam pemanfaatannya tentu diperlukan kehati-hatian.
Diana mencontohkan salah satu senyawa bioaktif di luar nikotin yang bisa diteliti lebih jauh adalah minyak kayu manis. Namun, pada pemanfaatannya perlu diingat minyak kayu manis murni dapat menimbulkan risiko, beberapa di antaranya adalah iritasi kulit ketika dicampur secara langsung dengan air mandi dan membakar selaput lendir serta kerongkongan untuk penggunaan oral. Oleh sebab itu, perlu peran aktif apoteker dalam mengeksplorasi bahan bioaktif untuk semakin ditingkatkan guna mengetahui potensi dan dampaknya terhadap kesehatan.
“Di sinilah peran apoteker untuk terus mengeksplorasi beragam senyawa bioaktif yang bisa ditemukan di alam. Memilah potensi risiko untuk mengeliminasi dampak dan cara pemanfaatan yang tepat sehingga bisa mendapatkan manfaat sepenuhnya,” kata Diana.
Baca juga: Begini Syarat dan Tugas Seorang Apoteker