KEPALSUAN adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Udara sejuk di ruang-ruang perkantoran di kota besar, misalnya, memang sangat menunjang kelancaran kerja, kendati palsu -- karena dihasilkan oleh alat pengatur hawa alias air conditioner (AC). Demikian juga barang-barang palsu lainnya -- tapi berguna -- seperti rambut palsu dan bulu mata palsu. Seperti udara sejuk dari AC yang bisa membawa dampak samping seperti pusing kepala dan perih di mata, begitu pula rambut palsu dan bulu mata palsu. Sebanyak 25% dari 4.500 pekerja di lima pabrik pengolah rambut di Purbalingga, Jawa Tengah, terpaksa lebih cepat menggunakan kacamata minus, akibat mengolah rambut palsu. Hal itu terungkap ketika anggota DPRD Purbalingga meninjau pabrik pengolah rambut, yakni PT Royal Kenny, PT Yuro Mustika, PT Indokores Sahabat, PT Sun Star, dan PT Indah Kosmetik. Di semua perusahaan itu, bekerja banyak wanita muda (80%). "Mereka mengadu dan mengeluhkan kesehatan matanya," kata Teguh Angga Laksana, Ketua Komisi B DPRD Purbalingga. Seorang di antaranya adalah Wihartati, buruh pabrik pengolah rambut PT Indokores Sahabat. "Awalnya saya merasa pusing- pusing. Lama-lama pandangan saya jadi kabur," kata gadis berusia 18 tahun ini. Padahal, ia baru dua bulan bekerja di bagian penjahitan rambut. Hasil pemeriksaan mantri kesehatan perusahaan menunjukkan, Wihartati menderita mata minus dan harus istirahat. Nasihat itu dituruti, tapi gadis tamatan SMP ini hanya enam bulan tinggal di rumah. Karena belum juga mendapatkan pekerjaan baru, ia pun kembali ke PT Indokores Sahabat. Tiga bulan bekerja, minus matanya yang semula seperempat naik menjadi minus satu. "Ya, bagaimana lagi, saya tidak punya pekerjaan lain. Lagi pula, banyak teman yang juga seperti saya," ujarnya polos. Lain lagi Niken, 24 tahun, buruh PT Yuro Mustika. Wanita tamatan SMA ini berhenti bekerja setelah minus matanya naik dari seperempat menjadi satu seperempat dalam waktu kurang dari enam bulan. Tapi Mujianto, Direktur Royal Kenny, menyatakan, jumlah karyawan yang memakai kacamata tidak banyak. Toh pihak perusahaan memberikan fasilitas pembelian kacamata lewat koperasi. Sedangkan Direktur Indokores Sahabat, Subandi, lugas menegaskan, "Ancaman rabun itu tidak ada." Sementara itu, Direktur PT Yuro Mustika dan Sun Star tidak bersedia ditemui TEMPO. Tak urung ada sumber mengungkapkan, kondisi para pekerja di sana sama saja: selalu pusing-pusing. Menurut Dokter Yayan Gunawan, dokter perusahaan PT Royal Kenny (yang memproduksi bulu mata, alis mata, dan rambut boneka) alat bantu penglihatan dan masker sebenarnya sangat penting bagi para pekerja. Apalagi bahan yang "diracik" -- maksudnya rambut -- sangat halus dan kecil. "Selain rawan rabun, mereka juga potensial terkena radang paru-paru," katanya. Toh, saran dokter perusahaan itu sulit direalisasi oleh pihak pengusaha. Alasannya, tidak mampu menyediakan dana untuk itu. Sebagai alternatif, mereka hanya memberi cahaya cukup terang di ruang kerja. Namun, itu saja mungkin tidak memadai. Menurut Yayan, usia pekerja yang relatif muda memungkinkan berkurangnya dampak negatif dari tempat kerja yang tidak memenuhi syarat. "Karena usia mereka muda, mata mereka mampu berakomodasi dengan cepat," ujar Yayan. Kalau usia mereka bertambah, saat itulah penyakit merongrong. Para pekerja sendiri lebih suka memeriksakan diri langsung ke optik daripada ke dokter. Beberapa optik yang ada di sekitar pab-rik setiap bulan menerima 20-30 pasien dari kalangan buruh pabrik pengolah rambut. Dan memang, beberapa sudah terkena rabun dini. Mereka rata-rata mengeluh karena matanya perih dan kepalanya pusing. "Yang perih biasanya kena radang. Saya anjurkan ke dokter mata. Sedangkan yang pusing biasanya kena minus," kata Karyono, pemilik sebuah optik di Purbalingga. Dokter mata Artati Hidayat mengatakan, rata-rata tiap bulan hanya lima orang yang memeriksakan mata ke tempat prakteknya. Keluhan mereka: pusing, mata terasa pedih kemudian berair. "Hasil pemeriksaan menunjukkan, ada yang minus dan radang. Yang radang, akibat kelelahan kemudian kemasukan debu waktu bekerja," kata Artati. Ia menambahkan, radang mata itu biasanya akibat alergi, yang kemudian terkena bakteri atau virus. Artati menyesalkan kondisi di tempat kerja, misalnya cahaya yang tidak cukup terang. Begitu pula sikap melihat para pekerja, yang melihat objek pekerjaannya terlalu dekat, sehingga mata mudah lelah. Yang pasti, fasilitas pabrik umumnya berada di bawah standar. Sangat berbeda, misalnya, dengan kondisi kerja di Jepang. Selain cahaya cukup baik, juga ada taman untuk istirahat. Aderans Co., Ltd., produsen rambut palsu terbesar di Negeri Sakura, sangat mengutamakan kesehatan mata pekerjanya. Karena itu, separuh dari halaman pabrik dijadikan taman hijau dengan berbagai pohon. "Taman perlu, agar para pekerja bisa mengistirahatkan matanya pada jam-jam istirahat," kata juru bicara Aderans kepada Seiichi Okawa dari TEMPO. Menurut Manahan Purba, Kepala Unit Pelaksana Teknis Departemen Tenaga Kerja Jawa Tengah, pihaknya akan memberikan sanksi ke perusahaan-perusahaan yang bandel dan tidak mengurus kesehatan dan keselamatan pekerjanya itu. "Sekarang ini kita baru mengumpulkan data dan laporan," katanya.Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini