Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Makanan khas Indonesia ini sudah mendunia. Tempe merupakan produk olahan fermentasi kedelai. Tempe goreng memiliki aroma kacang yang menggiurkan, dengan tekstur yang garing, kerap disajikan sebagai makanan utama ataupun camilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya mengenyangkan, berdasarkan hasil penelitian, tempe diketahui dapat meningkatkan kesehatan karena mengandung antimikroba, antioksidan, dan mencegah diare. Peminat tempe dari luar negeri sangat menyukai produk kedelai tersebut karena menurut mereka memiliki tekstur seperti daging dengan aroma jamur. Para vegetarian di dunia sangat menikmati tempe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak makanan tradisional berbahan baku kacang kedelai berasal dari Cina. Sebut saja tahu, kecap, dan tauco. Selain itu, Jepang juga memiliki produk fermentasi dari kedelai seperti miso dan shoyu. Sejak berabad-abad silam, tempe sudah dikenal oleh masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam manuskrip Serat Centhini ditemukan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-16 telah mengenal tempe.
Kata tempe disebutkan sebagai hidangan bernama jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe serundeng. Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tumpi terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna putih. Boleh jadi, ini menjadi asal nama tempe.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain seperti tauco dan kecap.
Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 6,45 kg. Umumnya, masyarakat mengonsumsi tempe sebagai panganan pendamping nasi. Dalam perkembangannya, tempe diolah dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam kemasan. Keripik tempe, misalnya, adalah salah satu contoh panganan populer dari tempe yang banyak dijual di pasar.
Penyebaran tempe telah meluas menjangkau berbagai kawasan. Masyarakat Eropa cukup lama mengenal tempe. Imigran asal Indonesia yang menetap di Belanda memperkenalkan tempe kepada masyarakat Eropa. Melalui negara Kincir Angin, keberadaan tempe menyebar ke negara Eropa lain seperti Belgia dan Jerman. Tercatat, tempe cukup populer di Eropa sejak 1946.
Di Amerika Serikat, tempe populer sejak pertama kali dibuat oleh Yap Bwee Hwa pada 1958. Yap merupakan orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Di Jepang, tempe diteliti sejak 1926 dan mulai diproduksi secara komersial sekitar 1983. Sejak 1984 sudah tercatat beberapa perusahaan tempe di Eropa, Amerika, dan Jepang.
Di beberapa negara, seperti Selandia Baru, India, Kanada, Australia, Meksiko, dan Afrika Selatan, tempe juga dikenal sekalipun di kalangan terbatas. Melansir dari jurnal Fermented Foods in Health and Disease Prevention, penelitian Mani dan Ming pada 2017 menunjukkan di antara produk kacang kedelai, tempe dianggap sebagai sumber yang paling baik untuk protein, vitamin, antioksidan, fitokimia, dan zat bermanfaat bioaktif lain.