Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sindrom anti-senjata kimia

Ribuan veteran perang teluk menderita berbagai penyakit. gara-gara mereka diberi obat anti-senjata kimia.

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG Teluk telah berakhir tiga tahun lampau. Tapi dampaknya masih berkepanjangan. Sekitar 20.000 veteran perang, belum lama ini, mengadu ke Departemen Urusan Veteran Amerika Serikat. Mereka, sepulang dari perang di padang pasir, mengeluh karena persendiannya ngilu, sesak napas, kelelahan, sulit tidur, kulit mudah mengelupas, serta mengalami mimpi-mimpi buruk pengalaman perang. Derita itu, salah satunya, diutarakan oleh komandan peleton Perang Teluk, Troy Albuck, 26 tahun. Biasanya dia mampu melakukan push-up sebanyak 200 kali sehari. Dia pun biasa memimpin lari anak buahnya sekitar 15 kilometer melewati gurun pasir. Semula, semua itu dapat dia lakukan dengan baik. Namun, setahun setelah bertugas di medan Perang Teluk dan pulang ke Barrington, Illinois, kesehatannya mulai menurun. Dimulai dengan gejala bintik-bintik pada kulit, kemudian mata dan bibirnya membengkak. Ketika masalah kulitnya sudah beres, persendiannya terasa ngilu. "Saya tak mampu lari sama sekali," keluhnya, seperti dikutip Newsweek, 16 Mei lalu. Penyakit yang dideritanya itu, kata Albuck, bukan penyakit asal-asalan. Dia mengaku mendapatkannya di Perang Teluk tempo hari. Ternyata Albuck tak sendirian. Sejumlah veteran Perang Teluk juga melaporkan, mereka terkena penyakit serupa. Sejak para veteran itu pulang barak, pada tahun 1991, mereka merasakan ada kelainan pada tubuh. Banyak yang percaya bahwa perang itu telah menyebabkan mereka terkena penyakit yang berbahaya. Nick Roberts, 43 tahun, dari pasukan cadangan angkatan laut AS, juga seorang korban penyakit Perang Teluk. Ia menderita penyakit getah bening sesudah enam bulan bertugas di medan perang untuk membantu Kuwait. Roberts mencatat ada 86 orang yang mempunyai penyakit serupa di antara 3.200 temannya yang bertugas di padang pasir. Namun, penyelidikan yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan adanya pola penyakit yang biasa saja. Alasannya, belum ditemukan adanya peningkatan penyakit kanker atau lainnya, kata Virginia Stephanakis, juru bicara kantor bedah umum angkatan darat Amerika. Memang ada kemungkinan, para veteran itu menderita dalam berbagai kondisi yang tak mudah terdeteksi oleh survei yang dilakukan pemerintah. Bila demikian, apa sebenarnya hakikat dari penyakit mereka? Dalam analisa tentang sindrom penyakit Teluk yang dilakukan oleh para peneliti untuk urusan veteran di Amerika, ditemukan bahwa dari 166 veteran yang sakit, rata-rata punya keluhan mulai sakit persendian sampai mimpi buruk. Studi itu tak menemukan kondisi yang serupa pada pasien yang diteliti. Tapi para peneliti kini mengelompokkan pasien tersebut berdasarkan gejala-gejala paling menonjol untuk melihat apakah sub-sub kelompok itu mempunyai pengalaman perang yang sama. "Rasanya, kami menuju ke arah yang benar," kata Psikolog Bradley Axelrod, yang melakukan studi ini. Dari mereka yang mengadu, penyebabnya sangat bervariasi. Selama perang, banyak tentara yang mengisap asap dari hasil pembakaran limbah dan bakaran kilang minyak. Beberapa dokter percaya, paparan yang intensif dari bahan-bahan itu menyebabkan kondisi yang peka terhadap bahan kimia atau disebut multiple chemical sensitive (MCS). Tubuh melakukan reaksi secara spontan terhadap bahan-bahan kimia itu setiap hari. Salah seorang yang menjadi korban MCS adalah Gary Zuspann, seorang pejabat angkatan laut Amerika. Dia mengalami MCS dengan serius setelah setahun menjalankan tugas di Perang Teluk. Sepulangnya ke AS, dia diboyong ke klinik pribadi di Dallas. Setelah menempati apartemen yang steril selama dua tahun, veteran Perang Teluk ini merasakan kondisi tubuhnya semakin nyaman. Veteran yang lain merujuk ke hipotesa yang lebih dramatik. Beberapa orang percaya bahwa mereka berada di hamparan bahan senjata kimia atau senjata biologi yang tersebar di atmosfer setelah pengeboman wilayah tentara Irak. Pentagon mengakui, monitor mereka telah mendeteksi adanya jejak bahan perusak saraf dan gas yang merusakkan kulit selama perang berlangsung di gurun Arab Saudi. Namun, bahan kimia dan biologi itu tampaknya tak perlu dicurigai. Sebab, senjata kimia pada umumnya menyebabkan gejala akut, penyakit kronis, tapi tak menular. Jika senjata kimia dan biologi itu disebarkan ke seluruh daerah perang, bisa dipastikan, semua yang ada di lokasi itu -- tentara Inggris, Saudi, dan lain-lain -- seharusnya juga menderita hal yang sama dengan tentara Amerika. Kenyataannya, hanya 50 orang dari 42.000 tentara Inggris dilaporkan terkena penyakit yang aneh itu. Dan sindrom itu jarang terdengar diderita penduduk di daerah tersebut. Apakah tentara Amerika mempunyai faktor risiko yang unik? Jika ya, penyebabnya mungkin bahan pyridostigmine bromide, obat yang diberikan Pentagon kepada 400 ribu tentara Amerika. Tujuannya, ketika itu, adalah menamengi senjata kimia yang mungkin akan diluncurkan Irak. Obat tersebut umumnya dipakai untuk menyembuhkan kelainan otot. Dokter militer Mayor Jenderal Ronald Black ragu bahwa hal itu bisa mengganggu kesehatan veteran perang. Sebab, obat tersebut telah terbukti tak mempunyai efek samping dalam jangka panjang. Toh beberapa ahli khawatir, obat itu bisa mengakibatkan keracunan.Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum