Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi beberapa orang, awal tahun merupakan kesempatan baik untuk mengatur kembali rencana, tujuan, atau strategi yang dihimpun dalam beberapa resolusi selama setahun mendatang. Resolusi itu bisa berupa hal-hal yang berkaitan dengan karier, pengembangan diri, dan urusan finansial. Tapi warganet Indonesia yang masih muda memiliki resolusi yang unik, yaitu punya pasangan dan menikah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru-baru ini, perusahaan analisis dan monitoring media, Isentia, mengeluarkan hasil riset mereka terhadap percakapan warganet Indonesia di media sosial soal #Resolusi2019. Dalam riset tersebut ditemukan 14.349 buzz di media sosial tentang resolusi 2019 sepanjang 1 Desember 2018-10 Januari 2019. Hasilnya, resolusi mempunyai pacar atau menikah menempati urutan pertama dengan persentase tertinggi, yaitu 73 persen dari total pembicaraan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resolusi untuk mempunyai pasangan itu mengungguli resolusi memiliki kendaraan pribadi yang menguasai 13 persen percakapan. Sedangkan resolusi tentang keinginan berinvestasi dan hidup sehat sejumlah 3 persen. Sementara itu, resolusi bisa berlibur dan sukses dalam berkarier masing-masing menguasai 2 persen. Resolusi soal pendidikan, seperti lulus pendidikan, hanya menguasai ruang maya sebesar 1 persen, bersaing dengan resolusi menjadi kurus sebesar 0,7 persen.
Namun, yang menarik, menurut Jessica Aditya, Senior Insights Analyst Isentia Indonesia, kata "duit" merupakan kata yang paling banyak di-mention dalam perbincangan resolusi 2019 ini, yakni sebanyak 2.199 kali. "Meski sebagian besar netizen Indonesia memiliki resolusi untuk mempunyai pacar atau menikah pada tahun ini, kata ‘duit’ bisa jadi paling banyak disebut karena relevan dengan hampir semua resolusi yang disebutkan netizen di media sosial," kata dia.
Bagi beberapa orang, resolusi hanyalah hal-hal yang bersifat hiburan belaka, tak perlu dianggap terlalu serius. Tapi, bagi sebagian lainnya, resolusi betul-betul merupakan sebuah fondasi awal untuk melangkah. Seperti Ajeng Kustiwara, 36 tahun, yang sangat serius menuangkan resolusi-resolusinya dalam catatan harian, notebook, dan tempelan di dinding kamarnya. "Saya sangat kecewa karena ada satu resolusi pada 2018 yang enggak kesampaian dan suami saya tahu betul resolusi-resolusi itu merupakan pegangan saya selama ini ketika mengambil banyak keputusan besar," ujar dia.
Kedodoran mewujudkan resolusi juga merupakan masalah bagi Yuliana, 28 tahun. "Saya cuma bisa melanjutkan resolusi tahun-tahun sebelumnya yang tidak pernah terealisasi," kata dia. Padahal, menurut Ana, dia tak pernah menganggap remeh sebuah resolusi. Dia mengandaikan resolusi sebagai sebuah marka jalan yang membantunya "selamat" dalam menjalani hari demi hari. "Terutama soal pekerjaan."
Konsultan psikolog klinis dan penulis Willpower for Dummies, Frank Ryan, mengatakan bahwa tekad merupakan sebuah keterampilan yang bisa terus-menerus diasah, layaknya keterampilan teknis yang kita ketahui pada umumnya. "Tekad adalah sebuah sumber daya yang dinamis dan berfluktuasi," tutur dia. Tingkat kemauan tersebut, menurut Ryan, berfluktuasi sesuai dengan motivasi ketika berhadapan dengan beragam situasi. "Tapi semua orang bisa belajar menggunakan tekad dengan lebih efektif."
Untuk membuat tekad memenuhi resolusi yang sudah dirumuskan berjalan efektif, Ryan menyarankan agar seseorang mengidentifikasi diri sendiri terlebih dulu, lalu mengidentifikasi profil keinginan. Dia memberi contoh, seorang introver akan lebih efektif menggunakan tekadnya ketika resolusi tersebut dituangkan dalam buku harian dan membuat catatan evaluasi capaian secara rutin, layaknya catatan harian. "Berbeda dengan seorang ekstrover yang akan menguat tekadnya ketika berkumpul dengan orang-orang yang memiliki tujuan sama," ujar dia.
Setelah itu, menuliskan secara rinci mengenai rencana-rencana untuk mewujudkannya merupakan langkah strategis selanjutnya. Sebuah studi yang diterbitkan oleh British Journal of Health Psychology menemukan bahwa 91 persen peserta yang menuliskan rencana kapan dan di mana berolahraga berhasil memenuhi tujuan mereka. "Perencanaan itu penting karena otak membangun cerita, " tutur ahli saraf, Magdalena Bak-Maier.
Magdalena mengatakan otak kita sebenarnya malas dan suka menghemat energi. Dia memberi satu contoh, yaitu sebuah rencana untuk melakukan 100 push-up sehari. "Ini tidak cukup untuk mendorong ke dalam tindakan," ujarnya. Agar menjadi tindakan, rencana tersebut ia tuliskan dalam post-it yang ditempel di sekitar rumah. "Setiap saya melihatnya, ada dorongan kuat untuk menghentikan aktivitas dan melakukan push up."
Namun Frank Ryan mengatakan, jika meleset dari rencana, tak perlu terlalu keras menghakimi diri sendiri. Dia menyarankan untuk mencari tahu apa penyebab kegagalan tersebut. "Misalnya ketika resolusi berhenti merokok, lalu saat keluar bersama teman-teman kembali merokok," kata dia. Yang perlu dilakukan adalah mencari penyebab, sehingga tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi situasi yang sama.
Berbaik hati pada diri sendiri, menurut Ryan, merupakan hal yang penting. "Jangan terlalu sering menyalahkan diri sendiri ketika gagal. Beri hadiah ketika ada kemajuan kecil.Jangan terlalu ambisius pada hasil yang cepat terlihat," ujarnya. Ryan menjelaskan bahwa mengubah kebiasaan atau membangun kebiasaan baru merupakan hal yang bersifat maraton. Keras dan kritis pada diri sendiri, kata dia, akan dengan cepat menguras baterai tekad. "Suasana hati yang negatif adalah musuh kemauan keras, dan menyalahkan diri sendiri adalah penyebab utama." THE GUARDIAN | DINI PRAMITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo