Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Antrean yang mengular dan kerumunan orang membuat keringat di kulit Putri Mayastuti, 23 tahun, mengucur deras. Penyejuk udara tak lagi berasa di salah satu ruangan gedung TVRI yang berukuran sekitar 4 x 5 meter itu. Penyebabnya, lebih dari seribu orang ikut dalam antrean mendapatkan nomor undian untuk memperebutkan sisa tiket gratis konser grup musik SHINee asal Korea Selatan. ”Gue bela-belain, deh,” ujar Putri kepada Tempo. Karena membeludak, antrean pun dipindahkan ke luar gedung.
Kecintaan Putri kepada hal-hal yang berbau Korea menggelapkan matanya. Perjuangannya pada pertengahan Oktober lalu itu berakhir sia-sia. Ia hanya mendapatkan tiket untuk menyaksikan konser dari luar Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta. Ribuan orang bernasib seperti Putri. Dari 30 ribu lebih penggemar, hanya sekitar 2.500 yang berhak menonton konser gratis yang diadakan dalam rangkaian acara Pekan Indonesia-Korea di Senayan, 11-16 Oktober lalu. Tiket-tiket itu sebagian besar sudah habis dibagikan lewat program di surat elektronik ataupun cara lainnya.
Beberapa acara lain yang digelar adalah Korean Night, gala dinner, festival makanan, hingga pemutaran film Korea gratis di Blitzmegaplex, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Menurut Fransiska Melani, anggota panitia pekan persahabatan dua negara itu, tak kurang dari 8.000 orang memadati rangkaian acara tersebut. Antusiasme penggemar Korea dari berbagai kota, seperti Bandung, Surabaya, dan Semarang, tumpah pada ajang yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Korea Selatan bersama stasiun televisi pemerinta Korea, Arirang, itu. ”Rame banget, deh,” kata Fransiska, 25 tahun.
Booming gandrung akan industri hiburan Korea yang mewakili kultur pop Korea diperkirakan mulai lima tahun belakangan. Pemantiknya adalah serial drama Korea yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Seri drama Full House, keluaran 2004—yang juga ditayangkan di sini—termasuk awal pemicu kedemenan anak-anak muda terhadap budaya pop Korea. Nama-nama bintangnya, seperti Bi atau Rain dan Song Hye-kyo, pun menjadi akrab di telinga.
Remaja putri adalah kelompok yang paling banyak menggandrungi tayangan tersebut. Alasannya beragam, terutama karena penampilan fisik aktor dan aktris Korea yang manis, putih, cute, dan tinggi. ”Beda ama Cina, dan lebih ganteng dari Jepang,” kata Putri. ”Memang rata-rata hasil operasi plastik. Tapi itu bukan masalah,” Fransiska, yang calon dokter gigi, menambahkan.
Budaya pop Korea memang telah menjadi tren yang lebih berpengaruh dibanding Jepang dan Taiwan—ketiga negara itu sama-sama menyebarkan budaya pop melalui seri drama. Serial televisi yang dikembangkan dari manga Jepang, Hana Yori Dango, adalah contohnya. Mulanya Jepang membuat seri yang bercerita tentang kehidupan empat pemuda kaya dan satu gadis sederhana, yang disusul Taiwan dengan judul Meteor Garden pada awal 2000-an. Namun versi yang dibuat Korea, Boys Before Flowers, telah terbukti lebih tenar ketimbang dua versi sebelumnya. Wajah dan sosok pemainnya, yang disebut dengan beautiful boys, menjadi daya tarik utama para perempuan.
Ada juga yang menilai bahwa serial drama Korea menyajikan hal yang berbeda dengan tayangan sejenis asal negara lainnya. Mulai jalan cerita, latar belakang, narasi, hingga karakter. Kekayaan budaya lokal juga kerap disisipkan dalam cerita, misalnya soal masakan khas Korea.
Film Korea, selain menyuguhkan keindahan para pemerannya, mampu mengocok emosi penonton. Dari drama komedi romantis hingga drama sejarah yang kolosal. Judul drama, mulai yang paling lama, seperti Winter Sonata dan Dae Jang Geum yang diputar awal 2000-an, hingga yang baru, seperti Personal Taste dan Cinderella’s Step Sister, tak luput dari pembahasan para penggila drama Korea.
Dari drama, para penggemar Korea bergerak menyukai musik dan penyanyi Korea. ”Awalnya memang menyukai soundtrack filmnya,” ujar Putri. Bahkan kini terbentuk banyak kelompok penggemar grup musik tertentu, seperti grup Super Junior, SHINee, dan Shin Hwa. ”Bahkan ada juga kelompok yang mengidolakan tokoh tertentu,” dia mengimbuhkan.
Kegemaran para pencinta Korea tak hanya dinikmati lewat layar datar. Beberapa bahkan menuangkan kegilaan mereka dengan mengikuti konser grup musik kesayangan hingga ke luar negeri. Putri, misalnya, sampai menyisihkan uang sakunya untuk berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia, Agustus lalu, untuk menyaksikan konser Super Junior. ”Mereka lucu-lucu. Suaranya juga bagus, kok,” kata Putri, yang berada di Malaysia selama dua hari.
Hal yang lebih gila dilakukan Fransiska. Pada periode September 2009 hingga Juni 2010, ia menonton konser Super Junior di lima kota di negara berbeda. Bangkok, Hong Kong, Kuala Lumpur, Manila, hingga Singapura. Dari setiap tempat konser itu, Fransiska selalu menyempatkan diri membeli merchandise resmi grup tersebut. ”Semua saya koleksi. Mulai CD konser, kaus, bantal, dan pernak-pernik lainnya,” ujar lulusan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya ini.
Selain apa yang dilakukan Fransiska dan Putri, banyak penggemar lainnya yang menuangkan kecintaan mereka kepada Korea dengan cara mengikuti model baju, rambut, dan dandanan yang mereka lihat di tayangan drama. Hal itu bisa dilihat dari penampilan anak-anak muda yang memadati berbagai acara Pekan Indonesia-Korea lalu.
Beda lagi dengan Yulia Hastari. Kesukaannya akan Korea ditindaklanjuti perempuan 35 tahun ini dengan belajar bahasa Korea. Ia menimba ilmu, dari Kedutaan Besar Korea, Jurusan Sastra Korea di Universitas Nasional, hingga Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. ”Total saya belajar selama dua tahun,” katanya. Sekarang Yulia sudah bisa menulis dan mengerti bahasa Korea dengan lancar.
Perkembangan penggemar budaya pop Korea di Indonesia, menurut Putri, melebihi penggemar di negara-negara lainnya yang sudah ada lebih dulu, seperti Vietnam, Filipina, Thailand, ataupun Hong Kong. Saat ini terdapat berbagai kelompok penggemar pop Korea, di antaranya Indonesia Dynamic Korea, Hansamo, Sukogen Indonesia, Happy Hanguk, dan United Kpop Lovers Indonesia yang berkembang pesat melalui Facebook. Mereka tersebar di berbagai kota besar, seperti Bogor, Malang, Sukabumi, Bandung, Palembang, Surabaya, Solo, Balikpapan, dan Jakarta.
Kelompok penggemar Korea itu kerap mengadakan acara kumpul-kumpul rutin di kota masing-masing. Tak aneh jika di antara mereka terjalin hubungan emosional yang dekat. Fransiska kini berteman baik dengan delapan orang yang dia kenal melalui komunitas Indonesia Dynamic Korea. Bahkan mereka pernah berlibur bersama hingga ke Seoul guna memuaskan dahaga akan gaya kehidupan Korea. ”Kami juga sudah sampai saling nginep di rumah,” kata pengacara muda itu.
Tumbuhnya penggemar Korea bak cendawan di musim hujan ini mendapat apresiasi dari pemerintah Korea. ”Tentu saja itu hal yang bagus,” kata Konsulat Bidang Kebudayaan dan Komunikasi Kedutaan Besar Korea Selatan Kim Hyu-ki. Namun perwakilan pemerintah Korea tidak bisa merangkul dan mensponsori mereka semua.
Menurut Kim, ada beberapa kesamaan budaya Korea dan Indonesia yang membuat fan Korea tumbuh subur di Indonesia. ”Salah satunya adalah sayang pada keluarga,” kata Kim. Diplomat yang bertugas kurang dari dua tahun di Indonesia ini berharap hubungan baik kedua negara bisa terjaga baik dan tetap harmonis.
Ya, semangat penggila budaya pop Korea tampaknya makin menggeliat pasca-Pekan Indonesia-Korea. Kelompok United Kpop Lovers Indonesia, misalnya, merancang sebuah acara akbar tentang Korea pada 2011, yakni Korea Sparkling Festival. Beda dengan Pekan Indonesia-Korea, acara ini murni datang dari bawah, bukan dari pemerintah Korea. Mereka bertujuan menunjukkan kepada bintang pujaan mereka bahwa pencintanya di Indonesia banyak. Bahkan mereka juga mendesak agar televisi di Indonesia membuat acara khusus tentang dunia hiburan pop Korea.
Tito Sianipar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo