Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DWIKI Dharmawan punya pantangan makanan. Ia ogah menyantap jeroan, makanan yang banyak mengandung lemak, goreng-gorengan, dan makanan yang berbahan dasar santan. Dwiki mengaku tak punya masalah kesehatan. “Saya menjaga karena usia,” kata musikus 52 tahun itu pada Rabu, 22 Mei lalu.
Namun semua larangan itu akan ia lupakan dulu saat Idul Fitri nanti. Suami penyanyi Ita Purnamasari itu ingin mencicipi banyak makanan di kampung halamannya, Bandung. Di kampungnya, Dwiki tak tahan dengan godaan mi kocok, sedangkan di tempat asal istrinya di Surabaya, ia tak kuasa menolak sop kikil dan masakan kepiting. “Pokoknya satu minggu saya akan cheating,” ujarnya.
Dwiki menduga berat badan dan kolesterolnya bakal melonjak saat masa tak berpantang nanti, seperti pengalaman pada Lebaran sebelumnya. Ia biasanya akan memeriksakan kesehatannya setelah tiba di Jakarta dan kembali ke pola makan lama. “Saya juga berolahraga,” kata personel band Krakatau ini.
Melihat hidangan yang berlimpah saat Lebaran membuat banyak orang, seperti Dwiki, mengabaikan dulu pantangannya agar bisa menyantap banyak makanan. Namun, hati-hati, kalap menyantap hidangan bisa berujung pada masalah kesehatan, terutama mereka yang menyandang penyakit kronik. Dari pengalaman dokter spesialis penyakit dalam Dicky Levenus Tahapary, banyak penderita diabetes yang berakhir di rumah sakit saat libur Lebaran. “Karena krisis hiperglikemia. Bisa ketoasidosis diabetik atau status hiperglikemia hiperosmolar,” ujarnya.
Guru besar ilmu penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Idrus Alwi, mengatakan belum ada data perbandingan pasien saat libur Lebaran dan hari biasa. Namun, dari pengalamannya, pasien yang datang bertambah saat libur Lebaran. Selain karena masalah gula darah, pasien dengan problem lain, seperti hipertensi, juga banyak. “Mereka datang bisa dengan serangan jantung, stroke, tensi darah tidak terkendali, dan kolesterol yang naik,” tuturnya.
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah akibat tubuh tak memproduksi cukup insulin atau insulin yang resistan. Salah satu komplikasi yang bisa terjadi adalah krisis hiperglikemia, kondisi saat gula darah melonjak, yang antara lain disebabkan oleh asupan makan yang tak terkontrol. Masalah ini dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik atau hiperglikemia hiperosmolar. Dua-duanya bisa berujung fatal.
Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik bisa terjadi ketika kadar gula darah seseorang berada di atas 33 milimol per liter (600 miligram per desiliter) dalam waktu lama dan tidak ada cukup obat untuk menurunkan kadar ini. Sedangkan ketoasidosis diabetik adalah kondisi saat produksi asam darah alias keton dalam tubuh tinggi lantaran kekurangan insulin.
Adapun hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal: melebihi 140/90 milimeter merkuri. Baik hipertensi maupun diabetes dapat menyebabkan banyak masalah dalam tubuh, seperti stroke dan serangan jantung. Menurut Idrus, serangan jantung dan stroke saat libur Lebaran bisa terjadi karena penyakit tersebut sudah tak terkendali sebelumnya. “Dipicu oleh pola makan yang tinggi lemak dan gula,” ujarnya.
Daripada menanggung risiko komplikasi ini, Idrus menyarankan tetap menjaga asupan makanan selama libur Lebaran. Penderita hipertensi mesti mengurangi makanan yang asin atau terasa asin; makanan berlemak; makanan yang mengandung santan, seperti opor; dan goreng-gorengan. Mereka juga mesti menghindari makan berlebihan. Selain itu, penderita hipertensi disarankan menyantap banyak buah dan sayur. “Jangan lupa, sempatkan olahraga aerobik dan tetap mengkonsumsi obat-obatan secara rutin,” katanya.
Menurut dia, tubuh tidak sama dengan saldo bank. Begitu makanan dan minuman masuk, tidak ada yang bisa ditarik lagi. Berbagai hormon akan langsung bekerja untuk merespons apa yang diasup tersebut. “Mekanisme biokimia tubuh bekerja,” ucapnya.
Guru besar ilmu penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Sidartawan Soegondo, mengatakan tidak ada pantangan makanan bagi penderita diabetes. Tapi jumlah asupan makanannya mesti dibatasi. “Misalnya, kalau yang sehat minum es cendol segelas, yang diabetes ya cukup dua sendok,” ujarnya.
Adapun ahli gizi Tan Shot Yen mewanti-wanti penyandang penyakit kronis agar mematuhi nasihat dokter. Jangan memanipulasi tubuh dengan makan semaunya lalu menambahkan dosis obat sendiri atau berolahraga mati-matian. Cara seperti ini tidak bisa menetralisasi makanan yang masuk. Yang ada malah bisa membahayakan tubuh.
Menurut dia, tubuh tidak sama dengan saldo bank. Begitu makanan dan minuman masuk, tidak ada yang bisa ditarik lagi. Berbagai hormon akan langsung bekerja untuk merespons apa yang diasup tersebut. “Mekanisme biokimia tubuh bekerja,” ucapnya.
Selain itu, jangan lupa mengecek kadar gula darah dan tensi darah. Penderita diabetes dan hipertensi biasanya punya alat sendiri agar dapat mengukurnya kapan saja. Seperti speedometer yang digunakan untuk melihat kecepatan kendaraan, alat tersebut digunakan untuk mengukur kondisi badan. Terlebih sebagian orang sangat bersemangat pada Hari Raya sehingga kurang tidur dan mengalami kelelahan. “Ini pengaruhnya besar banget buat diabetes dan hipertensi. Angka biasanya naik semua,” katanya.
Bagi yang belum terdiagnosis menderita dua penyakit tersebut bukan berarti bisa makan semaunya. Menurut Tan, pilah-pilih makanan perlu dilakukan. Misalnya ketika sedang bersilaturahmi, jika sudah mengkonsumsi makanan yang bersantan di satu rumah, jangan memilih makanan yang bersantan di rumah berikutnya. Kalau tuan rumah menghidangkan menu lain, seperti tekwan, bakwan Malang, sup ikan, dan pindang palumara, pilihlah yang tak bersantan.
Asupan makanan ringan, seperti kacang goreng, kukis, keripik, dan kerupuk, juga perlu dibatasi. Meski ringan dikunyah, dampaknya besar untuk tubuh. Semua makanan tersebut mengandung lemak trans yang meningkatkan kadar kolesterol jahat dan menurunkan kadar kolesterol baik. Salah satu efeknya adalah meningkatkan risiko penyakit jantung.
Jadi, daripada pelan-pelan menimbun penyakit, lebih baik memilah makanan yang dikonsumsi. “Kenikmatan punya tubuh sehat jauh lebih memuaskan ketimbang membuat lidah keenakan, yang cuma sekian menit,” ujar Tan.
NUR ALFIYAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo