Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Peta Pupuk Kandang Global

Tim ilmuwan internasional membuat peta potensi pupuk kandang global untuk pertama kalinya. Kebutuhan pupuk fosfat dunia dapat terpenuhi dari daur ulang kotoran ternak yang melimpah.

26 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peta Pupuk Kandang Global/Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para petani yang memproduksi tanaman pangan di seluruh dunia sangat bergantung pada pupuk fosfat untuk menyuburkan tanah dan memastikan panen melimpah. Masalahnya, cadangan batuan fosfat sebagai bahan utama pembuatan pupuk itu terbatas dan terus menyusut. Namun kajian tim ilmuwan internasional menemukan pengganti pupuk fosfat dalam jumlah amat banyak dan belum termanfaatkan secara maksimal, yakni kotoran ternak dan tinja manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim ilmuwan asal Amerika Serikat, Australia, Cina, Belanda, dan Swedia yang dipimpin David Vaccari dari Stevens Institute of Technology di Hoboken, New Jersey, dan Stephen M. Powers dari Washington State University di Pullman, Washington, DC, Amerika Serikat, melakukan penelitian dengan menelusuri siklus fosforus secara global. Siklus fosforus bermula dari pupuk fosfat yang ditebar di tanah dimakan tanaman pangan, lalu tanaman dipanen dan dikonsumsi manusia serta ternak hingga limbah yang mengandung fosforus dikeluarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Vaccari, mereka memakai data populasi penduduk, kepadatan peternakan, produksi pangan, serta hitungan jumlah fosforus yang dikeluarkan ternak seperti sapi, babi, ayam, dan domba untuk membuat peta sumber daya pupuk kandang global yang pertama di dunia. Hasil penelitian itu dipublikasikan di jurnal Earth’s Future edisi April 2019. “Peta global ini menjadi terobosan kunci bagi negara yang tidak memiliki data yang terintegrasi yang kerap menjadi penghalang dalam perencanaan lokal dan regional,” kata Vaccari.

Untuk membuat peta global itu, para peneliti membagi bumi ini menjadi blok-blok berukuran sisi 10 kilometer. Peneliti dapat menentukan di mana saja titik-titik panas regional yang membutuhkan pupuk fosfat tinggi dan potensi yang besar untuk mendaur ulang kotoran ternak serta limbah manusia. Mereka bisa mengidentifikasi tempat-tempat yang fosforusnya belum termanfaatkan. Powers, yang menjadi penulis utama makalah ini, mengatakan 68 persen wilayah pertanian yang dekat dengan permukiman padat dan 72 persen daerah pertanian yang bersebelahan dengan peternakan memproduksi kotoran ternak dalam jumlah besar.

Sebagian besar pertanian tersebut sangat bergantung pada pupuk fosfat yang diimpor dari luar daerah. Pertanian itu berada di semua benua, termasuk yang terbesar di Brasil dan India. Wilayah yang juga memiliki cadangan limbah kaya fosforus adalah Amerika Serikat, Asia, dan Eropa. Baik negara maju maupun negara berkembang memiliki potensi fosforus daur ulang ini.

Peta Pupuk Kandang Global/Tempo

Peneliti juga menemukan kotoran ternak memiliki kandungan fosforus lima kali lebih banyak ketimbang limbah manusia. Tampaknya, upaya daur ulang fosforus lebih ditargetkan pada peternakan. Sekitar 50 persen pertanian yang memproduksi tanaman pangan global berada dekat dengan kandang ternak. Diperkirakan pupuk kandang global yang dapat dihasilkan sebanyak 10-20 juta ton per tahun.

Praktik membuat pupuk kandang memang tak semudah mengucapkannya. Untuk memproses kotoran sapi atau babi, petani harus memecahnya dengan bantuan bakteri atau peralatan khusus guna mengkristalisasi struvite- (magnesium ammonium phosphate)—mineral fosfat. Proses membuat pupuk kandang ini sudah dilakukan peternakan atau pertanian komersial besar. Namun, bagi keluarga petani kecil di Asia, Afrika Sub-Sahara, dan Amerika Latin, proses mahal itu sangat memberatkan.

Para peneliti berharap peta potensi pupuk kandang yang mereka buat dapat mendorong banyak negara, termasuk Cina, India, Brasil, dan Amerika Serikat, mendukung upaya daur ulang fosforus ini. Mendaur ulang kotoran ternak tidak hanya dapat mengurangi impor pupuk, tapi juga membantu lingkungan dengan menghilangkan limbah yang mencemari pasokan air tanah dan melepaskan gas metana yang mengotori udara. “Jika dapat mendaur ulang lebih banyak limbah fosforus lokal kembali ke pertanian, kita akan mengurangi ketergantungan pada impor fosfat,” tutur Powers.

DODY HIDAYAT (EARTH’S FUTURE, SCIENCEMAG.ORG, SCIENCEDAILY.COM, STEVENS.EDU)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus