Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banu Sudarwo pantas bersedih. Dalam waktu tiga hari saja, 50 ekor ayam kampung miliknya mati. Padahal, usaha peternakan kecil yang dirintisnya sejak 15 tahun lalu itu merupakan satu-satunya pendapatan yang diandalkan untuk menutupi cekaknya penghasilan sebagai pegawai negeri di kantor Pemda Jambi.
Ditaksir kerugian Banu akibat musibah itu sekitar satu juta rupiah. ?Beberapa hari ini saya jadi kurang konsentrasi kerja di kantor,? katanya, lemas.
Banu rupanya tak sendirian. Beberapa tetangga dekatnya di Kelurahan Kenalibesar, Kota Baru, Jambi, mengalami nasib serupa. Ayam mereka banyak yang mati mendadak.
Ayam yang mati dalam partai besar tadi meninggalkan ciri-ciri khusus seperti dada merah, bulu rontok, dan sedikit mengeluarkan air liur di paruhnya. ?Diagnosis sementara, ayam-ayam itu mati terserang penyakit New Castel Disease,? kata Natres Ulfi, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi. Untuk lebih meyakininya, dia masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Di Tegal, Jawa Tengah, kematian massal juga terjadi pada burung puyuh. Para peternak burung di kota pesisir pantai utara itu mulai cemas. Sampai pekan lalu saja, sudah 32 ribu ekor burung puyuh tewas secara mengenaskan.
Berbeda dengan di Jambi, penyebab kematian unggas di Tegal lebih diyakini oleh aparat terkait sebagai akibat serangan virus flu burung. Keyakinan ini diperoleh setelah melakukan pemeriksaan di laboratorium Balai Penyelidikan Penyakit Veteriner Yogyakarta. ?Secara anatomi dan patologi, burung puyuh tersebut positif terserang virus flu burung,? kata Kepala Dinas Peternakan Jawa Tengah, Sugiyono Pranata.
Namun, Warsito, Direktur Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, meluruskan keterangan Sugiyono. ?Di Jawa Tengah, burung puyuh itu masih tersangka (kena flu burung),? katanya. Sampai saat ini ia mengaku masih terus melakukan pengecekan di lapangan. ?Lesipatologis (luka yang terlihat dengan mata kepala) ada indikasi ke sana, tapi itu tidak berarti kena avian influenza,? ujarnya.
Warsito berkukuh virus flu burung belum menyebar di Indonesia. ?Hanya sporadis, tapi harus tetap waspada,? katanya. Untuk menyatakan positif ada flu burung, menurut dia, tak bisa hanya dilihat dari gejala klinis. Perlu juga uji patologis (ilmu penyakit), histopatologis (jaringan ilmu penyakit), uji avian influenza, dan uji virologi.
Pemerintah, menurut Warsito, telah berusaha serius mencegah penyebaran flu mematikan ini dengan cara mengisolasi lalu lintas unggas di daerah-daerah yang terserang flu burung, seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Tindakan lain adalah melakukan vaksinasi, pemeriksaan biologis terhadap unggas di suatu peternakan (bio-surveillance), pengamanan dengan disinfektan (bio-security), serta menggugah kesadaran publik.
Sementara itu, Oni Saaroni, seorang dokter hewan, berpendapat, usaha mengisolasi lalu lintas ternak tak serta-merta menjamin berhentinya penyebaran virus flu burung. ?Yang perlu dicurigai adalah burung liar,? katanya. Kendati burung liar tak melakukan kontak langsung dengan unggas ternak, tapi melalui angin, virus bisa menular. ?Seperti manusia kena flu saja,? tutur Oni memberi perumpamaan.
Kecepatan penularan penyakit flu burung juga tergantung kondisi tubuh unggas. ?Ayam yang stres mudah dihinggapi flu,? kata I Wayan Teguh Wibawan, ahli ilmu kekebalan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selain itu, faktor alam, seperti cuaca, pergantian musim, dan kelembaban, juga turut membantu mempercepat munculnya flu burung.
Untuk itu, masih menurut Wayan, penting bagi peternak agar menjaga kebugaran ternaknya. Mulai dari memperhatikan pakannya, minuman, kepadatan dalam kandang, sampai vaksinasi.
Unggas yang telah jelas-jelas terjangkit flu burung semestinya segera dimusnahkan. ?Harus dibakar,? kata Oni. Soalnya, virus itu baru mati jika terkena panas. Apabila bangkai unggas hanya dikuburkan, dikhawatirkan virus pindah ke hewan lain, misalnya cacing, kecoa, dan tikus. Selanjutnya, binatang-binatang itu akan membawa virus yang masih hidup.
Bahkan, kendati sudah ada usaha pemusnahan sekalipun, memang tak ada jaminan flu burung tak muncul di lokasi yang sama. Ibarat penyakit, flu burung bisa muncul dan tenggelam. ?Bukan berarti menghilang,? kata Wayan.
Lis Yuliawati, Syaipul Bakhori (Jambi), Anas Syahirul (Solo), Sohirin (Semarang)
Flu Burung
Flu burung merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A (H5N I). Masa inkubasi penyakit ini satu hingga tiga hari. Penyakit ini menyerang dan membunuh ternak unggas. Virus influenza strain tipe A dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celsius, dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celsius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama, tapi mati apabila dipanaskan hingga 600 derajat Celsius selama 30 menit.
Penularan Flu Burung
- Kontak langsung unggas yang terinfeksi dengan hewan yang peka. Cairan/lendir hidung dan mata ayam adalah media paling potensial untuk penularan.
- Virus menyebar lewat kotoran unggas yang sakit, juga melalui sepatu/pakaian/peralatan yang terkontaminasi.
- Penyebaran virus diduga juga bisa melalui angin.
Tanda-tanda Flu Burung
- Jengger dan kulit perut unggas yang terkena flu burung biasanya berwarna keunguan.
- Sering ada cairan di mata dan hidung, pembengkakan di bagian muka dan kepala, pendarahan di bawah kulit, pendarahan titik pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
- Ayam yang terkena virus ini juga ngorok, bersin-bersin, dan mengalami diare.
Pencegahan dan Penanggulangan
Belum ada obat mujarab untuk unggas yang terjangkit flu burung, yang ada cuma pencegahan penyebaran virus:
- Membakar unggas yang sakit.
- Mengkarantina (isolasi) lokasi peternakan yang tertular
- Vaksinasi kepada ayam yang sehat.
Untuk berjaga-jaga, sebelum dikonsumsi, daging ayam sebaiknya dimasak dulu dengan suhu 8000C selama beberapa menit. Telur unggas juga sebaiknya dipanaskan dengan suhu 6400C selama lima menit.
Migrasi Flu Burung di Indonesia
2003
29 Agustus Muncul penyakit mematikan pada ayam di Jawa Tengah, kemudian menyebar ke Jawa Timur.
22 Desember Pusat Informasi Unggas Indonesia menyebutkan adanya keikutsertaan penyakit flu burung dalam wabah Tetelo yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2004 25 Januari Kasus kematian ayam makin meluas di berbagai provinsi. Departemen Pertanian mengumumkan, kematian ayam itu karena flu burung atau avian influenza (AI).
28 Februari Departemen Pertanian mengumumkan, sampai akhir Februari, flu burung telah menyebar di 80 kabupaten pada 11 Provinsi. Total ayam yang mati sejak Agustus 2003 mencapai 4,2 juta ekor.
2005 Januari Virus flu burung mewabah di Jawa Barat, terutama di Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Subang, Indramayu, Purwakarta, dan Sukabumi. Penyakit ini membunuh 12 ribu ekor ayam dan burung puyuh.
17 Maret Flu burung mengganas di Sulawesi Selatan, melanda Kabupaten Sidrap, Soppeng, Wajo, dan Maros. Sekitar 100 ribu ekor ayam mati. Pemerintah memastikan flu burung di Jawa Barat dan Sulsel ini disebabkan virus influenza strain tipe A (H5N I).
23 Maret Puluhan ribu burung puyuh mati di Kabupaten Tegal dan Boyolali, Jawa Tengah?diduga terkena virus flu burung. Ribuan ayam juga mati di Kabupaten Karanganyar dan Sragen. Dinas Peternakan Jawa Tengah menyebutkan, kasus di Boyolali dan Tegal positif karena flu burung, sedangkan yang di Karanganyar dan Sragen masih dalam penelitian.
29 Maret Ratusan ayam di Jambi mati. Masyarakat khawatir hal itu merupakan serangan flu burung.
Nurdin Saleh (berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo