Haid Lebih Jarang dengan Pil Baru
Buat perempuan, haid bisa menjadi peristiwa bulanan yang menjengkelkan. Mereka yang tiap bulan harus merasa kacau, tak nyaman, bahkan luar biasa sakit, akan bersenang hati bila bebas dari semua itu. Sebuah pil baru, yang pekan lalu disetujui badan pengawas makanan dan obat-obatan Amerika Serikat atau Food and Drug Administrasion (FDA), bisa membantu. Dinamai Seasonale, pil itu diklaim sanggup mengurangi frekuensi haid perempuan dari setiap bulan menjadi hanya empat kali dalam setahun.
Sebenarnya, Seasonale adalah pil kontrasepsi. Sama sekali tanpa kandungan bahan kimia baru. Kombinasinya sama dengan estrogen dan progestin yang terdapat dalam pil pengontrol kelahiran yang lain. Tapi aspek uniknya adalah kemampuannya mengurangi banyaknya waktu haid pada perempuan.
Seasonale, seperti halnya pil serupa sebelumnya, menyediakan paket yang terdiri atas pil aktif dan pil bohongan. Bedanya, pil aktif pada Seasonale lebih banyak, untuk pemakaian hingga 12 pekan berturut-turut, sementara pil bohongannya hanya untuk sepekan.
Dengan persetujuan FDA itu, pengurangan frekuensi haid bisa menjadi lebih umum dilakukan, karena kemungkinan besarnya adalah produsen Seasonale beriklan dengan mengutamakan kelebihan tersebut. Meski begitu, FDA berwanti-wanti bahwa Seasonale bukan produk yang sempurna. Studi menunjukkan bahwa pemakai Seasonale berisiko dua kali lipat menderita perdarahan berlebihan.
Alergi Makanan karena Bedah Caesar
Bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar berpeluang makin besar menghadapi risiko alergi terhadap makanan. Ini menurut laporan terbaru yang dipublikasikan di Journal of Allergy and Clinical Immunology edisi Agustus.
Para peneliti telah mengidentifikasi hubungan antara bedah caesar dan alergi makanan pada anak-anak yang beribu penderita alergi. Menurut Dr. Merete Eggesbo dari Norwegian Institute of Public Health di Oslo, bedah caesar berpotensi menunda pertumbuhan flora intestinal—bakteri yang normalnya membentengi usus besar—pada bayi yang baru lahir. Teorinya, hal itu menyebabkan kenaikan risiko penyakit-penyakit alergi.
Untuk mencari tahu lebih jauh, para peneliti mengumpulkan data cara bersalin, penggunaan antibiotik oleh ibu atau bayi, dan faktor-faktor potensial lainnya dari populasi yang terdiri atas 2.803 anak. Hasil utamanya adalah pendapat para orang tua mengenai reaksi anaknya terhadap telur, ikan, atau kacang. Reaksi anak terhadap telur dalam usia dua setengah tahun juga secara obyektif dibenarkan oleh percobaan laboratorium.
Untuk anak yang beribu penderita alergi, peneliti menemukan bahwa bedah caesar berkaitan dengan tingkat kenaikan laporan para orang tua tentang reaksi terhadap telur, ikan, atau kacang pada anak-anak yang berlipat hingga tujuh kali. Pada anak-anak itu risiko alergi telur terbukti naik hingga empat kali. Sebaliknya, pada anak-anak yang beribu bukan penderita alergi, hubungan antara bedah caesar dan risiko alergi terhadap makan lemah atau tak berarti.
Temuan-temuan itu, menurut Eggesbo dan koleganya, mendukung pentingnya rangsangan mikrobiologis pada tahap awal kehidupan. Mereka menyarankan hal itu dipertimbangkan dalam pembahasan mengenai cara bersalin antara dokter dan pasiennya.
Ganja untuk Pengobatan Dijual Resmi
Sudah dikenal sebagai surga para pengguna obat-obatan kategori "ringan", Belanda pekan lalu resmi membolehkan warganya membeli ganja untuk keperluan pengobatan. Syaratnya ada resepnya, dan penjualnya adalah apotek.
Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa secara ilmiah memang belum terbukti bahwa ganja memang obat mujarab, misalnya untuk mengurangi pusing dan nyeri. "Tapi penggunaan yang berulang-ulang menunjukkan bahwa efek (penyembuhan) itu ada," katanya.
Ada dua jenis ganja yang mulai dijual Selasa pekan lalu, yaitu yang bisa dihirup uapnya atau yang diminum seperti teh. Harganya masing-masing 40 dan 55 euro (sekitar Rp 365 ribu dan Rp 456 ribu) per lima gram. Tak seperti pengguna ganja untuk "rekreasi", pasien yang membeli dengan resep tak boleh menggunakannya dengan cara mengisap—karena, seperti halnya rokok, mengisap bisa mengganggu kesehatan.
Ganja diklaim manjur untuk mengurangi pusing dan muntah-muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi dan radioterapi, atau mengendurkan tegangan pada pasien glaukoma. Pada penderita HIV dan AIDS, ganja juga diklaim bisa memperbaiki selera makan. Selain itu, ganja bisa juga dimanfaatkan untuk mengobati sklerosis dan beberapa gangguan saraf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini