Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Debu Meningkatkan Kekebalan |
HIDUP itu jangan terlalu steril. Agaknya, itulah pesan pentingdari penelitian terbaru sebuah lembaga riset di Denver, Amerika Serikat, The National Jewish Medical and Research Center. Riset itu membuktikan bahwa bukan rumah steril yang akan membuat bayi dan anak terhindar dari serangan alergi atau asma. Penelitian yang dipimpin Andrew Liu itu justru menyimpulkan bahwa rumah berdebu bisa melindungi bayi dari alergi.
Sebenarnya, menurut Liu, seperti dikutip Reuters Health, dua pekan lalu, beberapa riset telah menyebutkan bahwa lingkungan modern yang superhigienis justru berkaitan dengan naiknya kasus alergi. Sementara itu, bayi yang tumbuh di lingkungan yang tidak kelewat higienismisalnya di area pertanianrelatif aman dari gangguan alergi. Kok, bisa? Sementara ini penjelasannya begini. "Debu rumah mengandung endotoksin yang bertugas membangun kekebalan bayi," tulis Liu dalam jurnal kedokteran terkemuka, Lancet, pertengahan bulan ini. Endotoksin ini terbangun dari dinding berbagai jenis bakteri yang hidup sentosa di antara debu.
Untuk membuktikan teori ini, Liu dan kawan-kawan meneliti 64 bayi berumur 9-24 bulan. Semua bayi ini setidaknya pernah tiga kali berkunjung ke dokter karena sesak napas gejala asma. Dalam penelitian, bayi-bayi ini harus menjalani tes pada sejumlah zat alergen (pemicu alergi). Liu juga menganalisis aktivitas kekebalan dalam darah 64 bayi itu. Hasil tes darah kemudian dibandingkan dengan kondisi debu rumah setiap bayi.
Hasilnya, sepuluh bayi sedikitnya bereaksi positif terhadap satu alergenantara lain bulu anjing, kucing, telur, dan susu. Sisanya, 54 bayi, yang bereaksi negatif terhadap alergen, ternyata tinggal di rumah yang tidak terlalu higienis. Dalam sampel darah 54 bayi itu ditemukan endotoksin dalam kadar bervariasi. Semakin tinggi kadar debu rumah, semakin banyak endotoksin dan aktivitas kekebalan yang ditemukan dalam darah bayi.
Dengan adanya kaitan debu-endotoksin untuk mencegah alergi dan asma ini, Liu menyarankan penelitian lanjutan yang intensif. Tentu saja penelitian ini tidak menganjurkan agar Anda menyetop semua aktivitas bersih-bersih rumah.
Sakarin Tidak Memicu Kanker |
SAKARIN selama ini diwanti-wanti penggunaannya karena pemanis buatan itu diduga bisa memicu kanker. Namun, sakarin sekarang mungkin sudah bisa dikeluarkan dari daftar karsinogen (zat-zat yang dapat memicu kanker). Status baru itu berdasarkan laporan The National Institute for Environmental Health Sciences (NIEHS), Amerika Serikat, yang terbit pekan lalu.
Selama dua dasawarsa, sejak 1981, sakarin tergolong sebagai senyawa karsinogen. Riset pada saat itu menyebutkan bahwa sakarin memicu tumor kandung kemih pada tikus. Namun, ilmu pengetahuan terus berkembang hingga ditemukan metode pembuktian yang lebih komplet. Kini, "Terbukti bahwa mekanisme timbulnya tumor kandung kemih tikus berbeda dengan yang terjadi pada manusia," kata Direktur NIEHS Kenneth Olden kepada ABC News, dua pekan lalu.
Selain memensiunkan sakarin, NIEHS menambahkan 14 senyawa karsinogen baru. Secara keseluruhan, NIEHS mencatat 218 senyawa yang terbukti atau dicurigai menyebabkan kanker. Dalam daftar tambahan, peringkat teratas ditempati second hand tobaccoistilah ini merujuk pada lingkungan berasap rokok serta produk tembakau nonrokok seperti permen rasa tembakau atau tembakau isapyang, bila menyentuh lidah atau hidung, menyebabkan bibit kanker segera tumbuh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo