Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tips Kesehatan

17 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meramal Asma Lewat Telinga

Apakah bayi Anda tak akan terkena asma saat besar nanti? Wallahualam. Tak ada yang lebih tahu kecuali Tuhan. Itu jawaban di masa lalu. Kini Anda bisa meramalkannya lewat telinga si anak. Setidaknya begitulah hasil penelitian tim di University of Illinois, Chicago, Amerika Serikat.

Juru bicara tim peneliti itu, Kamal Eldeirawi, mengatakan bahwa sejarah infeksi telinga pada masa kanak-kanak bisa memperbesar risiko terkena asma di masa dewasa. "Penelitian kami memastikan hubungan dua kondisi kesehatan itu," kata dia.

Kesimpulan Eldeirawi berdasarkan analisis atas data 7.538 anak yang terlibat survei pada 1988-1994. Anak-anak dengan sejarah infeksi telinga berisiko terkena asma 57 persen lebih tinggi ketimbang anak yang tak pernah terinfeksi. Makin sering terkena infeksi telinga, makin tinggi pula risiko terkena asmanya.

Diduga virus atau bakteri khusus penyebab infeksi di telinga juga bisa menjadi penyebab asma. Obat antibiotik untuk infeksi telinga pun bisa menjadi penyebab asma. "Tapi untuk kemungkinan ini perlu studi lebih lanjut," kata Eldeirawi.

Nah, kalaupun tak sepenuhnya bisa mencegah datangnya asma, setidaknya orang tua bisa memperkecil risikonya. Misalnya membiasakan anak ikut olahraga senam sesuai dengan usianya.

Sayur Seampuh Obat Antikanker

Benci makan sayuran? Ubahlah kebiasaan itu. Maklum, dari hari ke hari, makin banyak saja ahli yang mengungkap khasiat sayuran sebagai pencegah berbagai penyakit.

Kini giliran tim peneliti di Institute of Food Research, Inggris, mengungkap bahwa sayuran hijau sejenis kol, lobak, sawi, dan bunga kol bisa mencegah kanker usus. Bak sinar laser, zat kimia pada sayuran ini bisa membunuh sel-sel kanker usus dan mencegahnya tumbuh lagi.

Ian Johnson, profesor yang memimpin penelitian itu, menjelaskan bahwa sayuran kelompok brassica ini menghasilkan zat kimia allyl isothiocyanate (AITC). AITC sendiri adalah turunan sinigrin, senyawa kimia pada sayuran brassica. Zat ini dihasilkan ketika sayuran brassica dipotong-potong, dikunyah, dimasak, dan dicerna. "Penelitian kami menunjukkan sayuran sama ampuhnya dengan obat," ujar dia.

Penelitian sebelumnya menyimpulkan, sayuran kelompok brassica juga mengandung indole-3-carbinol. Zat ini mampu melindungi seseorang dari gejala kanker payudara dan kanker prostat. Lebih dari itu, indole-3-carbinol juga bisa mencegah herpes simplex?penyakit dengan gejala banyak gelembung pada kulit yang disertai rasa gatal dan panas.

Jangan Terkecoh Jamu Perkasa

Jamu kuat untuk laki-laki ternyata tak seampuh dan seaman yang diiklankan. Penelitian mutakhir di Kanada menyimpulkan, "viagra herbal" banyak tercemar obat perangsang sungguhan yang bisa membahayakan. "Mungkin banyak nyawa telah direnggut obat-obat ini," kata Neil Fleshner dari Princess Margaret Hospital, Toronto.

Fleshner dan koleganya meneliti tujuh jenis "jamu" yang banyak dipasarkan untuk pria penderita disfungsi ereksi. Obat yang diklaim murni berasal dari tumbuhan ini ternyata mengandung sildenafil dan tadalafil?senyawa kimia yang biasa dikandung viagra. "Senyawa ini tidak natural. Ini pencemaran produk yang disengaja," kata Fleshner saat memaparkan hasil penelitiannya dalam pertemuan American Urological Association di San Francisco pekan lalu.

Kajian lain di Inggris juga menyimpulkan adanya bahaya di balik produk berlabel "herbal". Ramesh Thurairaja dan koleganya dari Bristol Royal Infirmary pernah memanfaatkan mesin pencari Google untuk survei dengan kata kunci "herbal" dan "viagra". "Tahun lalu kami hanya menemukan 160 ribu hit. Minggu lalu saya menemukan 690 ribu hit," ujar Thurairaja.

Dari 50 website pertama yang dikunjungi, "jamu" yang ditawarkan kebanyakan mengandung yohimbe, ginseng, dan gingko biloba. Unsur-unsur ini saja, kata Thurairaja, terbukti punya efek negatif pada kulit atau jantung. Anehnya, hanya 21 persen produk yang mencantumkan efek samping. Sisanya mengklaim aman.

BBCNews, Reuters, WebMD

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus