Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Wajah Baru Menghapus Kenangan

Operasi pertama pengangkatan wajah dengan penyambungan pembuluh darah di Surabaya berhasil.

3 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN wajah terbenam di bawah topi cepiaunya, Mulyono mondar-mandir di bangsal Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya. Sesekali pria 41 tahun itu menghindar jika seseorang berusaha mengajaknya bicara. ”Jangan tanyai saya dulu,” katanya. ”Saya masih gemetar membayangkan yang akan terjadi pada istri saya.”

Selasa pekan lalu merupakan saat me-negangkan bagi sopir warga Surabaya ini. Istrinya, Siti Nurjazilah atau Lisa, 22 tahun, saat itu menjalani operasi bedah plastik yang menarik perhatian banyak orang.

Lisa terpaksa menjalani operasi bongkar pasang wajahnya yang porak-pe-randa akibat siraman air keras, tiga tahun lalu. Tapi, seperti istrinya, Mulyono sangat tertutup tentang penyebab peristiwa itu.

Akibat siraman air keras itu, wajah Lisa jadi tampak tertarik ke bawah. Matanya turun, alis hilang, dan hidung terkikis. Sulit menyimak mimiknya, tersenyum pun ia tak bisa. Lubang hidung-nya juga menyempit, sehingga ia sulit bernapas.

Lisa, yang selalu menutup wajah itu, baru mau membuka identitasnya sehari menjelang operasi. Tentang sebab-musabab penderitaannya, ia tetap bungkam. Bahkan kepada Nalini Muhdi Agung, psikiater dari RSU Dr Soetomo,- yang mendampinginya. ”Saya ingin- menguburnya,” kata Lisa. ”Saya tak -ingin mengingatnya.”

Menurut Rosyidah, kakak kandung Mul-yono, Lisa adalah istri kedua Mulyo-no. Istri pertamanya berasal dari Kali-mantan. ”Rusaknya sudah sejak dari Kalimantan,” katanya.

Lisa mengatakan siap menerima se-gala risiko. Bahkan jika harus mati ka-rena kegagalan operasi. Selama ini ia tak melakukan operasi karena memang tak punya uang.

Beruntung Lisa mendapat tawaran- -operasi dari RSU Dr Soetomo, awal ta-hun- ini. Seluruh biaya operasi, untuk sementara, ditanggung oleh RSU Dr Soetomo. Wakil Direktur Pelayanan Medik RSU Dr Soetomo, Teguh Sylvaranto, me-ngatakan sejumlah pihak telah sepakat akan membantu dana operasi.

Rotary Club Surabaya, misalnya, me-nyumbang Rp 31 juta. Pemerintah- Pro-vinsi Jawa Timur juga akan memberikan bantuan. Apalagi Komisi E DPRD Jawa Timur juga telah menyatakan siap meng-ambil APBD untuk keperluan -operasi ini.

”Berapa pun biayanya, Komisi E akan mendesak agar dibiayai dari APBD,” kata Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Saleh Ismail Mukadar. ”Saya dengar tidak- mahal, kok, tak sampai Rp 500 juta.”

Semula operasi dijadwalkan pada 16-17 Februari. Tapi, karena Lisa kurang siap mental, operasi diundur 24 Maret. Namun, hingga tiga hari menjelang ope-rasi, menurut ketua tim teknis rekonstruksi wajah, M. Sjaifuddin Noer, kondisi kejiwaan Lisa tak juga mantap. Karena itu tim dokter mengundurnya lagi ke Selasa 28 Maret.

Tim dokter, lima orang ahli bedah, meliputi David Perdanakusuma, Iswinarno, Agus Santoso, Gwendy Aniko, dan Ruby Riana. Tim ini bekerja sama dengan enam dokter dari bagian lain, seperti dokter anestesi, mikrobiologi, rehabilitasi medis, dan farmasi.

Ahli jiwa diperlukan karena, disadari atau tidak, ada beban mental yang di-alami Lisa sebelum dan sesudah operasi-. Operasi yang memerlukan pemulihan hingga berminggu-minggu ini juga menyisakan kemungkinan risiko gagal 10 persen.

Ini sesungguhnya bukan operasi plastik pertama yang dilakukan tim dokter RSU Dr Soetomo. Pada 1999, mereka pernah melakukan bedah dengan mencangkok kulit, atau sistem skin graft, tapi tanpa menyambung pembuluh darah.

Secara teknis, operasi pada kasus Li-sa, yang disebut free flap ini, tak hanya mencangkokkan wajah. Caranya adalah membuang kulit wajah Lisa yang rusak, lalu menggantinya dengan kulit dari bagian punggung dengan menyambung pula pembuluh arteri dan vena.

Operasi Lisa menambah panjang suk-ses- yang diraih tim bedah RS Dr Soetomo. Sebelumnya, pada Januari 2005, tim dokter rumah sakit Dr Soetomo ber-hasil memisahkan kembar siam asal Bali ber-usia delapan bulan, Dwipayanti dan Dwipayani. Operasi ini secara teknis tergolong sulit karena melibatkan pro-ses pemisahan hati.

Pada Juni 2005, bayi kembar siam asal Jombang, Ahmad Amir Mukti, juga dapat dipisahkan dari saudara kembar-nya yang tak bernyawa. Sebelumnya-, pada 1993, RSU Dr Soetomo juga menerima pasien serupa dari Pudak, Gre-sik. Slamet, berusia tiga bulan, meng-alami dempet dengan kembarannya yang tidak sempurna.

Menurut Sjaifuddin, bedah peng-ang-katan wajah (face off) dengan teknik free flap ini memang yang pertama dilakukan di Surabaya. ”Tapi tujuan kami bukan sekadar mengukir prestasi RS Dr Soetomo,” katanya. ”Tujuan kami se-ratus- persen demi menolong pasien.”

Ia mengibaratkan timnya—yang ber-asal dari sejumlah rumah sakit besar seperti RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung—seperti PSSI. ”Kami semua dokter Indonesia,” katanya.

Utami Widowati, Sunudyantoro (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus