Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanti Waluyo girang bukan kepalang setelah mengetahui rahimnya terisi oleh janin. Maklum, ia sudah begitu lama ingin menjadi ibu. Bersama suaminya, perjuangan untuk itu sudah ia lakukan sejak 10 tahun lalu. Kini ikhtiar mereka mulai membuahkan hasil. "Saya dan suami tentu sangat bersyukur," kata perempuan 37 tahun ini, Rabu pekan lalu.
Sebelumnya, tak kurang-kurang, berbagai upaya sudah dilakukan dokter yang berpraktek di kawasan Sunter, Jakarta Utara, ini. Dia, misalnya, sudah lima kali menyuntikkan sperma ke rahimnya alias melakukan inseminasi. Tapi semua nihil belaka.
Titik terang mulai terlihat ketika Tanti mencoba mengecek cadangan sel telurnya dengan tesanti-mullerian hormone(AMH) pada September tahun lalu. Dari tes itu, diketahui kadar AMH-nya sangat rendah, hanya 0,3 nanogram per mililiter. Ini menunjukkan bahwa usia biologis ovarium Tanti sudah mencapai 44 tahun, jauh melampaui umur kronologisnya. Dari tes juga diketahui cadangan ovarium Tanti sangat kurang. "Pantas, selama ini kok enggak berhasil hamil."
Lalu dibahaslah jalan keluarnya. Dokter pun menyarankan pasangan itu mencoba metode bayi tabung. Kali ini cespleng. Rahim Tanti mulai dihuni janin, dan kini usia kehamilannya sudah mencapai 14 minggu.Tentu hal ini membuat Tanti dan sang suami kian sumringah.
Titik baliknya memang pada tes AMH tersebut. Dengan pemeriksaan ini, bisa diukur usia biologis plus jumlah ovarium kaum Hawa untuk melihat potensi kehamilannya. Dengan melihat data itu, dokter akan menyarankan solusi yang jitu guna mendapatkan kehamilan.
Kegunaan AMH untuk mengukur usia biologis ovarium ini ditemukan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi Budi Wiweko. Menurut pria yang berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini, temuannya berangkat dari rasa penasaran terhadap waktu yang pas untuk hamil bagi kaum perempuan. Musababnya, banyak perempuan muda yang sudah menikah bertahun-tahun tapi susah hamil. "Sebaliknya, banyak pula ibu berusia 40 tahun lebih yang masih bisa hamil dengan gampang," ujarnya.
Wiweko lalu meneliti 1.616 perempuan pada 2007-2008.Hasilnya, AMH dapat digunakan untuk mengetahui jumlah sel telur. Jika sel telur diketahui kurang, misalnya, dokter bisa membantu pasien mendapatkan kehamilan lewat teknologi reproduksi berbantu, seperti inseminasi dan bayi tabung.
Untuk mengetahui kadar AMH hanya dibutuhkan waktu tiga hari. Hasilnya, bisa untuk mengukur kualitas dan jumlah sel telur sekaligus. Data tes ini juga bisa valid sampai dua tahun, kecuali jika ovarium mendapat tindakan, seperti pembedahan, pengobatan kemoterapi, dan radiasi. Jika pabrik sel telurnya bermasalah, otomatis hasilnya pun berkurang.
Menurut Wiweko, perempuan yang usia biologisnya menginjak 35 tahun mesti waspada karena jumlah sel telur sudah berkurang banyak. Saat itu kadar AMH perempuan tinggal 1,4 nanogram per mililiter. Dari hasil penelitiannya diketahui kadar AMH seorang perempuan untukhamil setidaknya harus 1,4 nanogram per mililiter. "Jumlah ini sudah lampu kuning bagi perempuan."
Harus dicermati bahwa usia biologis berbeda dengan usia kronologis. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Yassin Yanuar mengatakan usia kronologis adalah umur yang dihitung berdasarkan tanggal lahir. Sedangkan usia biologis merupakan umur yang dikalkulasi berdasarkan cadangan ovarium, baik jumlah maupun kualitas sel telur. Jadi usia biologis dan kronologis perempuan bisa saja berbeda.
Seiring dengan bertambahnya usia, sistem reproduksi perempuan juga ikut menua. Penuaan ini, kata Yassin, biasanya terjadi saat usia kronologis memasuki 35 tahun. Sejak lahir, kemampuan tubuh untuk memproduksi sel telur memang akan berkurang secara alami. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun. Saat dilahirkan, wanita memiliki sel telur 700 ribu. Ketika pubertas, jumlahnya berkurang menjadi 400 ribu. Sewaktu mendekati masa menopause, tinggal tersisa sekitar 25 ribu.
Namun banyak perempuan yang sudah mengalami penuaan reproduksi sebelum usianya mencapai 35 tahun. Ini bisa terjadi karena gaya hidup, lingkungan, dan faktor genetik. Akibatnya, usia biologis bisa lebih tua ketimbang umur kronologis. "Misalnya wanita berusia 27 tahun, tapi bisa jadi usia biologisnya 37 tahun," kata Yassin, yang sehari-hari berpraktek di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta.Tampaknya hal semacam itulah yang terjadi pada Tanti. Untuk mengetahui umur biologis ovarium, dokter biasanya menggunakan pemeriksaan AMH—senyawa glikoprotein hasil produksi sel granulosa folikel yang mengelilingi sel telur.
Wiweko menegaskan, metode pengukuran usia biologis yang dikembangkannya berbeda dengan yang biasanya ditawarkan di mal. Di pusat belanja, yang diukur adalah kondisi keseluruhan tubuh. Sedangkan pemeriksaan usia biologis ovarium hanya mengkalkulasi cadangan sel telur perempuan. Caranya dengan menghitung kadar AMH lewat darah. "Ini bisa langsung mengukur kemampuan perempuan untuk memiliki keturunan," tuturnya.
Perhitungan umur biologis lewat AMH, menurut Wiweko, lebih cepat dibandingkan dengan tes memakai hormon perangsang folikel aliasfollicle stimulatinghormone(FSH) dan jumlah folikel antral atau antral follicle count (AFC). Dua pengukuran hormon itu sebenarnya juga akurat untuk mengetahui jumlah cadangan ovarium. Namun tes AFC dan FSH dilakukan menunggu saat menstruasi tiba. Sedangkan AMH tak dipengaruhi tamu bulanan itu.
Untuk memudahkan perhitungan, Wiweko berhasil membuat grafik AMH berdasar data yang dimilikinya.Di sana terbaca, makin tinggi kadar AMH, makin muda usia biologis cadangan ovariumnya. Perempuan berusia 25 tahun yang memiliki kadar AMH 1,4 nanogram per mililiter, misalnya, umur biologisnya sudah mencapai 35 tahun. Sedangkan perempuan 35 tahun yang memiliki AMH 5,4 nanogram per mililiter umur biologisnya baru 25 tahun."Grafik ini bisa dijadikan pedoman oleh dokter ketika melakukan konsultasi dengan pasien yang memiliki gangguan kesuburan," kata ManajerRisetdan Pengabdian Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Wiweko terus bergerak. Dia mengembangkan grafik tersebut ke dalam aplikasi berbasis Android bernamaIndonesia Kalkulator of Oocytes(IKO), yang sudah bisa diunduh sejak awal tahun lalu. Setelah mengetahui kadar AMH, baik dokter maupun pasien tinggal memasukkan hasilnya ke kalkulator, yang akan segera dihitung oleh mesin pintar itu. Dengan melihat hasil perhitungan, dokter bisa menyarankan pasiennya kapan waktu tepat untuk hamil.
Jika hasil usia biologisnya di atas 35 tahun, Wiweko tak menyarankan menunda kehamilan. Kalau cadangan ovariumnya rendah, jika diperlukan, bisa menggunakan inseminasi atau bayi tabung. Tapi, kalau usia biologisnya masih belia, menunda momongan masih bisa dilakukan.
Data akurat bisa membuat perencanaan lebih tepat, bukan?
Nur Alfiyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo