Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap pagi dan petang, Syahrul Akhyar melatih napas berseling zikir. Selama 15 menit, pria 53 tahun ini mengatur tarikan udara ke paru-parunya dengan berpola. Lima detik menghirup, lima detik menahan dalam perut, kemudian lima detik lagi pelepasan. Selama pernapasan, lafal Allah berulang kali meluncur dari mulutnya dan terucap di hatinya. "Metodenya sederhana," kata penasihat Direktur Yayasan Kesehatan Telkom ini, Senin pekan lalu.
Ia mengenal terapi pasrah diri ini dari Kamaruddin, adik si pencipta metode itu, Ahmad Husain Asdie. Awalnya Syahrul hanya mengantar kerabat atau sejawat yang ingin berobat. "Saya sih tidak pernah sakit berat, cuma sakit-sakitan sejak kecil, jadi kenyang sama obat," kata dosen politeknik Institut Teknologi Bandung 1988-1991 ini. Tapi, dari menemani itu, Syahrul malah jadi penasaran dan berlanjut mendalami. Apalagi keponakannya yang divonis seumur hidup harus menenggak koate untuk penyakit kelainan darah hemofili ternyata bisa bebas dari obat.
Sebagai orang yang berlatar belakang sains, Syahrul tidak langsung takjub. Ia mencoba mencari referensi mengenai hal itu. Ia kemudian sampai pada kesimpulan bahwa terapi ini sebenarnya memanfaatkan teori kuantum. "Di kuantum, segala sesuatu dianggap seperti gelombang," kata Syahrul. Gelombang pada manusia, ia menjelaskan, terwujud dalam bentuk kehendak. Karena kehendak itu tidak sama, efek terhadap manusia juga berbeda. Analogi itu pula yang terjadi pada manusia sakit.
Asdie, yang menemukan teknik ini, sepakat dengan teori tersebut. Kehidupan semesta merupakan kesatuan materi yang berinteraksi. Tiap materi, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini, merupakan bentuk dari gelombang elektromagnetik yang bergerak dengan dimensi berbeda serta saling mempengaruhi. "Penyakit muncul ketika gelombang elektromagnetik negatif mendominasi. Solusinya harus dengan memunculkan gelombang positif," kata Asdie, yang ditemui di ruang dokter penyakit dalam Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta, pada 3 Oktober lalu.
Meski Asdie sudah lama menemukan terapi ini, baru belakangan kalangan kedokteran meliriknya. Pada Agustus lalu, dia diminta mengenalkan terapi ini dalam 16th Congress of Asian College of Psychosomatic Medicine di Hotel Grand Sahid Jakarta. Terapi kesehatan yang tidak memakai obat-obatan ini juga disampaikan dalam diskusi "Revolusi Sistem Perawatan Kesehatan di Indonesia" pada September lalu.
Bagaimana gelombang yang positif ini mau keluar? Asdie mengatakan hal itu dapat dilakukan dengan menurunkan frekuensi gelombang otak pada frekuensi beta (13-30 hertz) menjadi alfa (8-13 hertz). Dari yang waspada dan terjaga menuju ke relaksasi. "Masuk ke fase khusyuk," kata pria 73 tahun itu. Pengubahan tegangan itu caranya dengan pengaturan napas lima detikan, tarik-tahan-keluar. Kurang-lebih dua-tiga kali atau satu-dua menit. Setelah pikiran tenang, baru mulai diisi zikir hingga 15 menit. Tahapan ini harus dilakoni selama 21 hari. "Supaya tubuh menjadi terbiasa," kata konsultan endokrin, metabolik, dan diabetes ini.
Biasanya, setelah tiga pekan, penyakit yang dikeluhkan perlahan musnah. Tapi, Asdie mengingatkan, itu tergantung keyakinan pasien. Kalau memang dia percaya, kesembuhan bisa cepat. Jika tak yakin, bisa sembuh juga, tapi lama. Ada pasien yang membutuhkan 105 hari untuk sembuh total. "Dia tidak yakin, tapi dia mau coba terus," ujar Asdie. Dilihat dari sisi medis, penyembuhan yang dipilihnya masuk kategori pengobatan psikosomatis. Psikosomatik adalah salah satu cabang ilmu penyakit dalam. Secara terminologi adalah keterkaitan antara psiko (jiwa) dan soma (badan).
Sampai sekarang terapi pasrah diri sudah menjadi obyek riset dalam 30 penelitian. Salah satu yang menelitinya adalah dokter spesialis penyakit dalam Noor Asyiqah Sofia. Ia memimpin tim yang sedang menjalankan program riset untuk mengukur efektivitas latihan pasrah diri terhadap pasien diabetes. Risetnya berjudul "Pengaruh Kombinasi Fluoxetine dan Latihan Pasrah Diri terhadap Kontrol Gula Darah, Derajat Inflamasi, dan Kualitas Hidup".
Dari pasien yang diminta menjalankan latihan pasrah diri selama 21 hari, hasilnya menunjukkan gula darah menurun. "Kualitas hidupnya membaik karena mayoritas lebih mudah tidur, tenang, serta tidak depresi," kata dokter di Divisi Psikosomatik Poliklinik Penyakit Dalam RS Dr Sardjito ini. Tanda positif itu belum diikuti dengan konsistensi perbaikan kondisi medis pasien. Asyiqah berpendapat, karena pasien hanya menjalankan latihan selama tiga pekan. "Kami belum mengamati perkembangan subyek penelitian yang menerapkan latihan ini secara terus-menerus jauh melebihi tiga pekan," katanya.
Sekelompok peneliti di bawah panduannya juga pernah melakukan riset efek latihan pasrah diri terhadap pasien sakit paru-paru, gagal ginjal, HIV/AIDS, dan pasien lanjut usia. Penelitian tersebut mengamati perkembangan 60 pasien yang menjalankan latihan pasrah diri. "Hasilnya mirip," kata Asyiqah. Secara psikis, kualitas hidup responden meningkat karena tidak mengalami depresi lagi, mudah tidur, dan lebih tenang.
Metode pasrah diri sudah diterapkan bagi pasien di RS Dr Sardjito yang mengalami gejala psikosomatik. Latihan pasrah diri paling efektif bagi pasien dengan gangguan psikosomatik yang berusia dewasa tapi belum terlalu sepuh. Efektivitasnya juga semakin moncer bagi pasien yang kooperatif dan bersedia menjalankan latihan secara rutin. Terapi ini bisa dilakoni baik yang muslim maupun nonmuslim. "Intinya harus ikhlas saja. Semua masalah diterima dan tidak usah jadi beban pikiran," katanya.
Dianing Sari, Addi Mawahibun Idhom
Badan dan Jiwa
Ilmu kedokteran modern memang lebih menintikberatkan pengobatan pada sisi fisik atau biologis pasien. Namun ilmu kedokteran juga memiliki cabang bernama psikosomatik. Psikosomatik adalah salah satu cabang ilmu penyakit dalam. Secara terminologi adalah keterkaitan antara psiko (jiwa) dan soma (badan).
Antara jiwa dan badan terdapat satu kesatuan. Interaksi pasangan ini, ditambah dengan interaksi pada lingkungan, selalu ada sepanjang hayat. "Kalau jiwa sakit, badannya sakit. Kalau jiwa terganggu, badannya bisa terganggu," ujar Presiden Indonesian Society of Psychosomatic Medicine E. Mudjaddid yang ditemui di Divisi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo. Gangguan itu berupa keluhan kelainan di badan yang dalam organ tubuhnya ternyata tidak ditemukan ada masalah. Misalnya diare karena gugup atau penyakit maag akibat stres.
Lantaran melibatkan psikis dan fisik, pengobatannya harus holistik. Mudjaddid mengatakan perlu menyembuhkan empat unsur dalam pengobatan psikosomatis. Pertama adalah biologis, yaitu badan pasien. Diobati sesuai dengan keluhannya, yang diare diberi obat antidiare, yang sakit maag diresepkan anti-maag. Lalu, dari sisi psikisnya, diterapi jiwanya dengan psikoterapi, kalau perlu diberi obat yang memiliki modifikasi psikis, yaitu psikofarmaka. Mudjaddid menjelaskan, faktor ketiga yang tak kalah penting adalah sosial. Bagaimana memberi tahu orang-orang di sekitarnya yang menjadi penyebab pasien tertekan atau menderita. "Mereka juga harus dilibatkan," kata anggota staf akademik Divisi Psikosomatik Fakultas Kedokteran UI ini. Terakhir adalah aspek spiritual. Menurut dia, orang-orang yang punya pegangan spiritual cepat sembuhnya ketimbang yang kosongan.
Bentuk psikoterapi itu bisa bermacam-macam. Ada meditasi, zikir, hingga baca doa. Intinya, kata Mudjaddid, adalah kegiatan yang menghasilkan efek relaksasi. Yang membuat stabil kinerja dua sistem saraf otonom tubuh, simpatis dan parasimpatis. Dua sistem tersebut bertugas memelihara homeostatis, yaitu keadaan yang relatif konstan di dalam tubuh. Ia mencontohkan, pada siang hari, kinerja sistem saraf simpatis lebih tinggi, sehingga membuat orang bisa bekerja dengan baik dan terjaga konsentrasinya. Waktu malam tiba, giliran parasimpatis yang bekerja lebih keras, yang membuat tubuh masuk fase istirahat. Kalau kinerja dua sistem saraf tersebut seimbang, tubuh tentunya bisa berfungsi optimal.
Untuk memilih terapi apa yang aman menangani gangguan psikosomatik, Mudjaddid menegaskan, tentu harus yang berbasis ilmiah, melewati serangkaian penelitian dan teruji klinis.
Sari
Terapi Psikosomatik
Psikosomatik adalah salah satu cabang ilmu penyakit dalam. Secara terminologi adalah keterkaitan antara psiko (jiwa) dan soma (badan).
1. Pernapasan
Pengaturan napas lima detikan, tarik-tahan-keluar. Kurang lebih dua hingga tiga kali atau satu sampai dua menit.
2. Zikir
Setelah pikiran tenang, baru mulai diisi zikir hingga 15 menit.
Bagaimana gelombang yang positif ini mau keluar? Asdie mengatakan, hal itu dapat dilakukan dengan menurunkan frekuensi gelombang otak pada frekuensi beta (13-30 hertz) menjadi alfa (8-13 hertz). Dari yang waspada dan terjaga menuju ke relaksasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo