Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Persoalan sampah menumpuk di Yogyakarta akibat penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan berpotensi menodai predikat kota wisata populer itu. Sebab selama hampir dua pekan atau persisnya sejak 23 Juli saat TPA Piyungan ditutup, titik tumpukan sampah terlihat nyaris di berbagai sudut kota. Tak terkecuali spot favorit wisatawan berkumpul seperti alun-alun hingga sekitaran akses menuju Malioboro.
3 Upaya Atasi Sampah
Untuk mengatasi persoalan itu, Pemerintah Kota Yogyakarta menempuh setidaknya tiga upaya agar sampah yang perharinya mencapai 200 ton tidak berserak lagi karena tak terangkut. Pertama, Pemerintah Kota Yogyakarta membuka bertahap operasional depo sampah di wilayahnya. Dari semula lima depo, kini Pemkot Yogya sudah membuka secara terbatas empat belas depo lain untuk menampung sampah warga. Depo tersebut buka mulai pukul 08.00 WIB sampai 09.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kedua, Seluruh pegawai Pemkot Yogya baik Aparatur Sipil Negara (ASN) ataupun non ASN diinstruksikan melakukan pengelolaan sampah jenis organik dengan metode biopori. Gerakan ini dinamai Mbah Dirjo yang merupakan singkatan dari mengolah limbah dan sampah dengan biopori ala Jogja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seluruh pegawai di lingkungan Pemkot Yogya wajib menjalankan gerakan ini jika tak ingin dikenai sanksi disiplin. Setiap pegawai Pemkot Yogya minimal memiliki satu biopori di rumah tangganya untuk mengolah sampahnya.
Instruksi tersebut juga tertuang dalam Surat Edaran (SE) Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta tertanggal 2 Agustus 2023. "Pegawai ASN dan non-ASN harus bisa menjadi contoh pelaksanaan gerakan Mbah Dirjo, sifatnya wajib," kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo Jumat, 4 Agustus 2023.
Untuk membuktikan kepatuhan itu, setiap pegawai diminta menyetorkan foto bukti ada biopori di rumahnya yang disetorkan ke atasan masing-masing dan direkap. "Laporan itu paling lambat terkumpul Senin 7 Agustus 2023 nanti," kata dia.
Manfaat Gerakan Mbah Dirjo
Dari gerakan Mbah Dirjo ini, 30 persen sampah dari alokasi total 200 ton limbah yang belum terkelola di Yogya mampu dipangkas. Adapun upaya ketiga, Pemerintah Kota Yogyakarta juga mulai menggalakan pembentukan bank sampah khusus. Bank sampah khusus itu untuk mengampu pengelolaan sampah di luar unit bank sampah RW di Kota Yogyakarta.
Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Christina Endang Setyowati mengatakan bank sampah khusus adalah bank sampah di luar unit bank sampah kampung. Misalnya ada bank sampah khusus di perkantoran, perhotelan, industri, sekolah dan perguruan tinggi. “Bank sampah khusus itu mendorong tiap instansi mengelola sampah secara mandiri,” kata Christina.